“Iya,” jawab Natalia halus. Akhirnya, kamu mati gaya juga. Sempat kamu bercerita cukup banyak – dengan mata berbinar-binar bangga – bahwa kamu baru datang dari New York ke Jakarta dengan suami bulemu, Sal. Kamu ingin berbisnisfranchise tempat kursus dan sedang berusaha mencari tahu. Pertanyaan terakhirmu adalah:
“Kamu tahu nggak, gimana caranya?”
Lagi-lagi, aku dan Natalia sama-sama menggeleng. Akhirnya kamu menyerah. Kamu meninggalkan kami dan bergabung dengan para lelaki bule yang merokok, termasuk Sal, suamimu. Kulihat kamu hanya menggelendot manja pada lelaki bule bermata sayu dan berhidung mancung. Kamu juga ikut merokok.
Natalia dan aku saling berpandangan dengan geli, sebelum kembali mengobrol. Sesekali kuperhatikan pantulan diriku sendiri di cermin.
Hanya seorang gadis gemuk dengan wajah tanpa make-up dan pakaian semi-casual: jeans dan kaos. Tidak seperti perempuan lainnya siang itu di meja yang sama, tapi aku bukan kepompong…apalagi kutu.
Kupu-kupu? Ah, tak perlu. Bukan aku yang putus-asa ingin menjadi kupu-kupu. Aku tahu, aku lebih baik dari itu…
R.
(Prompt#121: “Kutu-kutu yang Hendak Menjadi Kupu-kupu” – Monday Flash-fiction)