Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Realita Di Balik Audisi Menyanyi"

17 Februari 2014   06:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:45 4353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Anda gemar menyanyi? Merasa berbakat? Ingin jadi bintang tenar berikutnya? Daftar segera di...”

Mungkin iklan di atas familiar. Kita melihatnya di beragam media, entah TV, koran, majalah, internet, hingga situs media sosial. Tertarik? Percayalah, Anda bukan satu-satunya.

Motivasi? Beragam. Mulai dari sekedar iseng hingga ambisi. Mulai dari yang asli berbakat hingga sekedar jual tampang dan aji mumpung (tanpa bermaksud terdengar SINIS.) Yang modal nekat? Banyak. Bahkan mereka tak kapok audisi berkali-kali, meski gagal pula sekian kali dan kerap jadi bahan lelucon para juri dan tertawaan pemirsa TV di rumah. Malu jadi urutan kesekian. Yang penting usaha hingga ngetop dulu, kalau bisa sampai dapat uang banyak. Kalau bisa sih, tanpa harus susah-payah kerja tiap hari. Siapa sih, yang tidak ingin?

Seperti biasa, ada yang berhasil dan gagal. Itulah hidup. Yang berhasil menang di kontes itu juga belum tentu bisa bertahan lama. Kebanyakan tidak siap dengan realita dunia hiburan setelah lolos audisi. Oke, mungkin mereka berhasil dikontrak produser rekaman – barang satu album atau dua. Hari gini, persaingan makin tidak kira-kira. Belum lagi pembajakan yang makin liar, suka-suka. (Sampai-sampai toko kaset/CD terbesar di ibukota yang sudah lama beroperasi akhirnya menyerah kalah dan tutup juga! Hiks.)

Salah-salah mereka ibarat supernova. Meledak sesaat, kemudian entah kemana. Lenyap begitu saja dari ingatan dunia.

Kata siapa mendapat uang banyak itu gampang? Kata siapa semua tinggal lewat nyanyi? Banyak kerja keras tanpa henti di belakangnya. Tak jarang musisi harus merelakan jatah tidurnya untuk latihan, berkarya dengan resiko ‘dicurangi’ – entah dari manajemen sendiri hingga para pembajak di luar sana, hingga idealisme yang – siap tak siap – kerap terjagal kemauan pasar. (Habis bagaimana? Biar laku!)

Belum lagi publik yang tidak selalu pengertian bahwa musisi juga manusia biasa, alias tidak sempurna. Bisa juga capek dan bete, sementara penggemar minta perhatian istimewa – kalau bisa selalu dan selamanya! (Idih, lebay.) Ogah privasinya terganggu, sementara publik haus gosip makin kepo/usil. Dicela-cela sama yang sirik dengan kepopuleran mereka. Dihujat sejuta umat saat melakukan kesalahan, padahal jelas-jelas mereka bukan malaikat – apalagi dewa. Mereka bahkan sering lelah karena harus mengorbankan waktu libur jauh dari keluarga hingga orang-orang tercinta hanya untuk bekerja, bikin album dan tur.

“Ya, itu sudah bagian dari konsekuensi pekerjaan mereka!”

Mungkin Anda bisa berkata demikian dengan mudahnya. Pernah mencoba? Benarkah Anda menginginkannya? Yakin siap berkorban?

Sementara itu, yang tidak lolos audisi terbagi menjadi tiga kategori:

1)Yang menyerah dan memutuskan untuk kembali ke dunia nyata, hidup dan bekerja seperti orang-orang lain pada umumnya.

2)Yang masih rajin mencoba, meski tak lagi ngotot bin ngoyo. Biasanya mereka sudah punya pekerjaan yang cukup menjamin hidup mereka dan masih ingat untuk bersyukur. Sekedar iseng-iseng, siapa tahu berhadiah. Begitulah motto mereka setiap kali kembali mencoba audisi.

3)Pelanggan setia audisi. Tipe ini begitu mengikuti kata hati, karena terdorong ambisi yang tak mudah mati. Tak peduli kata dunia, mereka akan terus mencoba audisi. Gigih atau keras kepala? Entahlah. Yang pasti, banyak dari mereka yang rela melakukan segalanya. Di benak mereka biasanya sudah terbayang-bayang jumlah uang yang akan diterima nantinya, beserta ketenaran. Ya, bahkan sebelum mereka memulai apa-apa.

Tiap tahun selalu sama. Sosok-sosok yang lelah dan muak akan kemiskinan mencoba peruntungan. Sosok-sosok lain yang juga lelah (atau mungkin malas?) bekerja keras, berharap akan keajaiban a la kisah Cinderella. Tidak semuanya siap mental saat menghadapi beragam kemungkinan. Mulai dari ditolak halus, disindir sampai air mata membanjir, hingga diusir satpam akibat ngotot. Mulai dari sekedar berharap akan ‘setidaknya dianggap’ (akibat hari-hari biasa mungkin sering disepelekan hingga dendam dan sakit hati) hingga yang lupa harga diri karena mengiba-iba pada para juri di depan kamera, ditonton seluruh dunia. Belum lagi yang tidak siap saat kelakuan para juri (yang mungkin sudah bosan dan ‘mati rasa’ karena harus mengaudisi puluhan ribu peserta – nyaris tanpa henti) yang pastinya bikin sakit hati. Bisa saja Anda baru menyanyikan dua bait lagu, ketika musik tiba-tiba dimatikan dan suara dingin si juri menyahut:

“Terima kasih. Berikutnya!”

Tak peduli Anda sungguhan berbakat atau tidak, tetap saja contoh di atas bisa terjadi.

Tentu saja, semua demi ketenaran dan uang banyak. Siapa sih, yang tidak ingin diperhatikan dan kaya-raya?

Masalahnya, siapkah Anda? Mau berkorban sejauh apa?

R.

(Jakarta, 6 Februari 2014 – 00:20 am)

(Penulis pernah tiga kali ditolak “Indonesian Idol”, disuruh turun panggung setelah hanya sempat menyanyi dua bait “Karma” – nya Cokelat oleh juri “The Dream Band” yang waktu itu juga seorang penyanyi. Gagal audisi “Inul Vista’s International Karaoke Competition” karena radang tenggorokan akut dan terpaksa mundur dari “Indonesia’s Got Talent” karena harus bedah gigi.)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun