Mohon tunggu...
Ruby Angela
Ruby Angela Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar SMA CItra Berkat Surabaya

Pelajar SMA dengan passion terhadap seni dan tertarik pada sastra

Selanjutnya

Tutup

Politik

Apakah Media Sosial Dapat Memengaruhi Pemilu?

14 Januari 2024   22:29 Diperbarui: 14 Januari 2024   22:38 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam era digital yang semakin berkembang, peran media sosial tidak dapat diabaikan, terutama dalam konteks politik dan pemilihan umum (pemilu). Platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, TikTok, dan lainnya telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari, tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai media untuk menyebarkan informasi, membangun opini, dan membentuk pandangan masyarakat.

Pentingnya peran media sosial dalam proses politik, khususnya dalam pemilu, menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana pengaruhnya. Bagaimana media sosial dapat membentuk dinamika politik dan memengaruhi keputusan pemilih? Dr. Aminah Swarnawati, Ketua Program Studi MIKOM FISIP UMJ, menyatakan bahwa media sosial telah menjadi komoditi utama bagi Generasi Z dan Milenial dalam berinteraksi sosial. Fenomena ini menjadi sangat signifikan, terutama karena media sosial sering digunakan sebagai alat kampanye oleh aktor politik untuk mendapatkan dukungan.

Data terbaru menunjukkan bahwa penggunaan media sosial di Indonesia mengalami perkembangan pesat, dengan total 167 juta pengguna, di mana 153 juta di antaranya adalah pengguna di atas usia 18 tahun. Angka ini mencakup 79,5 persen dari total populasi Indonesia. Dalam perspektif pemilu 2024, pengaruh media sosial semakin terasa, dengan penyebaran informasi politik yang sangat cepat melalui berbagai platform seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan TikTok. Faktor ini menunjukkan bahwa media sosial memiliki peran yang sangat signifikan dalam membentuk opini publik dan memengaruhi hasil pemilihan umum. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang dampak media sosial pada proses politik menjadi kunci dalam memastikan integritas dan transparansi pemilu ke depannya.

1. Penyebaran Informasi Cepat dan Luas

Salah satu kekuatan utama media sosial adalah kemampuannya untuk menyebarkan informasi secara cepat dan luas. Pada pemilu, hal ini dapat memberikan akses lebih cepat kepada pemilih terhadap berita, pembaruan kampanye, dan pandangan kandidat.

Contoh : dahulu sebelum adanya media sosial, untuk mengadakan sebuah kampanye, diperlukan biaya yang sangat besar untuk panggung, sound sistem, artis, dan hadiah-hadiah agar orang tertarik datang. Itupun kemungkinan hanya bisa menggalang massa ratusan orang. Sedangkan melalui media sosial, maka seseorang cukup menyampaikan beberapa visi dan misi melalui media sosial sambil duduk di rumah, sudah bisa dilihat, dibagikan, dan disukai oleh jutaan pengguna lainnya.

(hanya 10 jam setelah di posting sudah dilihat 47.500 pengguna, disukai 1.002 pengguna dan dibagikan ulang oleh 672 pengguna). Foto: Twitter.com
(hanya 10 jam setelah di posting sudah dilihat 47.500 pengguna, disukai 1.002 pengguna dan dibagikan ulang oleh 672 pengguna). Foto: Twitter.com

(hanya 10 jam setelah diposting sudah dilihat 47.500 pengguna, disukai 1.002 pengguna, dan dibagikan ulang 627 pengguna).

2. Pembentukan Opini Publik

Media sosial juga memiliki peran besar dalam membentuk opini publik. Kampanye politik memanfaatkan platform ini untuk membangun citra positif kandidat atau memperkuat naratif tertentu. Komentar, membagikan, dan menyukai, dapat menciptakan efek domino, memengaruhi pandangan pemilih terhadap kandidat atau isu tertentu. Bagaimanapun, pengaruh ini bisa bersifat positif atau negatif, tergantung pada keberhasilan strategi kampanye.

3. Peningkatan Partisipasi Pemilih

Di sisi lain, media sosial juga dapat meningkatkan partisipasi pemilih. Dengan menyediakan informasi yang mudah diakses dan memfasilitasi diskusi politik, platform ini dapat mendorong pemilih yang lebih muda atau kurang terlibat secara tradisional untuk ikut serta dalam proses pemilu. Hal ini dapat dianggap sebagai dampak positif, karena mewujudkan tujuan demokrasi yang melibatkan sebanyak mungkin warga negara dalam pengambilan keputusan politik.

4. Ancaman Terhadap Keamanan dan Integritas Pemilu

Meskipun terdapat manfaat positif, media sosial juga memberikan ancaman terhadap keamanan dan integritas pemilu. Penyebaran berita palsu, propaganda, dan serangan siber dapat memengaruhi proses pemilihan dengan merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi demokratis. Oleh karena itu, penting untuk memahami dan mengatasi tantangan ini agar media sosial tetap menjadi alat yang positif dalam membentuk opini publik.

5. Polarisasi dan Pembentukan Filter Bubble

Media sosial cenderung menciptakan Filter Bubble, yaitu kondisi di mana pengguna hanya terpapar pada pandangan dan opini yang sejalan dengan keyakinan mereka sendiri sehingga membuatnya sulit untuk membuka diri terhadap sudut pandang alternatif. Ini dapat menyebabkan polarisasi politik, di mana kelompok-kelompok dengan pandangan yang berbeda tidak lagi berinteraksi atau memahami satu sama lain. 

6. Kampanye Digital dan Targeting Pemilih

Pada pemilu modern, kampanye politik semakin mengandalkan media sosial untuk mencapai pemilih. Dengan menggunakan algoritma yang canggih, kampanye dapat secara spesifik menargetkan pemilih potensial berdasarkan data demografis, minat, dan perilaku online. Meskipun ini dapat meningkatkan efisiensi kampanye, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran tentang privasi dan manipulasi opini publik.

7. Disinformasi dan Manipulasi Opini

Media sosial sering menjadi tempat disinformasi dan propaganda. Pemilih dapat terpapar pada narasi palsu, citra manipulatif, atau kampanye hitam yang dapat memengaruhi persepsi mereka terhadap kandidat atau isu tertentu. Tantangan besar adalah bagaimana menghadapi dan mengurangi dampak dari disinformasi tersebut.

8. Partisipasi Pemilih dan Gerakan Sosial

Di sisi lain, media sosial juga dapat menjadi alat yang memobilisasi pemilih dan memperkuat gerakan sosial. Kampanye crowdfunding, panggilan untuk tindakan, dan diskusi terbuka dapat membantu meningkatkan partisipasi pemilih, terutama di kalangan generasi muda.

9. Pengaruh Opini Influencer

Banyak tokoh dan influencer memiliki jangkauan yang besar di media sosial. Dukungan atau penolakan mereka terhadap seorang kandidat dapat memiliki dampak besar pada pendapat pengikut mereka. Oleh karena itu, keterlibatan influencer dapat menjadi faktor penting dalam membentuk opini pemilih.

10. Kampanye Negatif dan Serangan Karakter

Media sosial sering digunakan untuk kampanye negatif dan serangan karakter terhadap kandidat lawan. Pemilih dapat terpapar pada berbagai informasi yang mungkin atau mungkin tidak benar, yang dapat memengaruhi persepsi mereka terhadap kandidat tertentu.

Ada 3 jenis kampanye yang umum digunakan oleh para aktor politik untuk melakukan maksud dan tujuan, yaitu : 

  • Kampanye Positif

Kampanye cerdas yang berfokus pada edukasi dan penyampaian gagasan kepada masyarakat dan tidak menyinggung pihak lawan. Misalnya dengan melakukan sosialisasi visi dan misi partai, bisa juga dengan penyampaian program kerja pasangan capres dan cawapres.

  • Kampanye Negatif

Kampanye negatif dilakukan dengan menunjukkan kelemahan dan kesalahan pihak lawan politik. Kampanye jenis ini masih diijinkan oleh pemerintah. Misalnya dengan cara membagikan data meningkatnya kasus korupsi pada masa pemerintahan lawan politik

  • Kampanye Hitam

Kampanye yang dilakukan  melalui cara-cara yang tidak mengindahkan etika dan menjurus ke arah fitnah dengan menuduh pihak lawan dengan tuduhan palsu yang belum terbukti, atau melalui hal-hal yang tidak relevan terkait kapasitasnya sebagai pemimpin. Kampanye model ini bisa di pidanakan. Misalnya dengan menuduh lawan politik menggunakan ijazah pendidikan palsu. 

Dari ketiga jenis tersebut, tentu kampanye negatif dan kampanye hitam yang sangat tidak dianjurkan. Karena jenis kampanye tersebut hanya akan membangun rasa benci, marah, dan prasangka buruk terhadap tokoh yang dimaksud, sehingga terjadi pembunuhan karakter terhadap tokoh tersebut. Selain itu dapat menciptakan permusuhan antara 2 kubu yang bahkan apabila dibiarkan dapat berpotensi membesar menjadi aksi demonstrasi atau kerusuhan.

Media sosial memiliki potensi besar untuk memengaruhi pemilu melalui penyebaran informasi, pembentukan opini publik, dan mobilisasi pemilih. Namun, perlu diingat bahwa dampaknya bisa positif maupun negatif. Oleh karena itu, pemilih dan pembuat kebijakan harus mewaspadai risiko disinformasi, polarisasi, dan pengaruh yang tidak sehat yang dapat timbul dari penggunaan media sosial selama periode pemilu. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang dinamika ini, masyarakat dapat mengambil langkah-langkah untuk menjaga integritas demokrasi dan memastikan bahwa media sosial berperan sebagai sarana komunikasi yang sehat dan bertanggung jawab.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun