Mohon tunggu...
Elyon School
Elyon School Mohon Tunggu... -

Elyon Christian School is a leading Christian School that was founded in 2002. ECS is owned by GKA Elyon (one of the largest churches in Surabaya). ECS are commited to educating our children to be victorious leader in Christ where Christian values, holistic learning and wise characters are rooted in each child's academic, social, emotional, and spiritual development.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

"Helicopter Parenting"

17 November 2017   09:12 Diperbarui: 17 November 2017   09:31 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika membaca judul tulisan ini, hal apa yang terlintas di dalam benak Bapak/ Ibu? Apa lagi ini? Mengapa helicopter parenting menjadi sesuatu yang penting hingga harus dibahas di dalam newsletterini?

Apakah Bapak/ Ibu selalu melarang anaknya bermain di taman karena kuatir anak Bapak/ Ibu akan jatuh atau pakaian anaknya akan kotor? Apakah Bapak/ Ibu tidak membiarkan anak Bapak/ Ibu untuk membawa barang-barangnya sendiri dan membiarkan para pembantu atau baby sitter yang bersusah payah untuk si anak? Apakah Bapak/ Ibu, atau menyuruh orang lain, untuk menyelesaikan tugas-tugas sekolah anak Bapak/ Ibu?

Gaya pengasuhan tersebut di atas adalah yang dimaksud dengan helicopter parenting. Istilah helicopter parenting ini pertama kali digunakan oleh Dr. Haim Ginott dalam bukunya "Between Parent and Child" (1969). Di dalam bukunya, Dr. Ginott mencatat hasil wawancaranya dengan seorang anak remaja yang mengeluh, "Mama terus beredar di sekitar saya seperti sebuah helikopter."

Gaya pengasuhan ini digambarkan dengan peran dominan dari orang tua dalam kehidupan anak-anaknya, hingga ke tahap di mana semua keputusan penting dalam kehidupan si anak (mis., memilih jurusan studi untuk ditekuni, atau memilih calon suami/ istri) dilakukan oleh sang orang tua. Orang tua, yang mempraktekkan gaya pengasuhan helikopter, ini berusaha keras untuk menjauhkan anak-anak dari segala macam bentuk masalah, atau melenyapkan masalah yang dihadapi oleh anak-anak mereka.

Penelitian yang dilakukan oleh para professor dari Brigham Young University, Amerika Serikat, menemukan bahwa gaya pengasuhan ala helikopter ini ternyata berdampak buruk untuk anak-anak yang diasuh, di mana anak-anak tersebut kurang memiliki antusiasme dalam mengikuti pelajaran di sekolah. 

Para konselor studi di Amerika Serikat juga mendapati bahwa anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua, yang sangat mengontrol kehidupan mereka, cenderung memiliki tingkat depresi yang lebih tinggi dan lebih tidak puas dengan keluarga mereka dibandingkan dengan anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua dengan gaya pengasuhan lain. 

Seorang psikolog klinis dan pengarang buku, Wendy Mogel, mengungkapkan bahwa anak-anak yang dibesarkan dengan gaya pengasuhan ala helikopter ini akan mengalami kesulitan ketika memasuki usia dewasa.  Dengan terus mengatur segala aspek kehidupan anak, sang orang tua sedang mengkomunikasikan kepada anak "Kamu tidak bisa berbuat apa-apa tanpa aku." Tanpa disadari para orang tua sedang perlahan membunuh rasa percaya diri, memupus inisiatif, dan melemahkan daya juang dari sang anak.

Sebelum terlambat, para orang tua harus menyadari gaya pengasuhan yang selama ini mereka praktekkan. Para orang tua harus bisa seimbang dalam terlibat di dalam kehidupan anak tapi pada saat yang bersamaan membiarkan anak bertumbuh dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka. 

Daripada menjadi orang tua helikopter, lebih baik menjadi orang tua kapal selam (apa lagi ini..?). Orang tua dengan gaya pengasuhan la kapal selam terus memantau anaknya tanpa perlu terlalu terlibat dalam setiap aspek kehidupan anak. Gaya pengasuhan ini mengijinkan sang anak untuk menghadapi masalahnya sendiri, dan --bak sebuah kapal selam- orang tua akan muncul ke permukaan dan memberikan pertolongan hanya ketika dibutuhkan. 

Sebagai penutup, mari kita renungkan bersama puisi dari Kahlil Gibran yang berjudul "Anakmu Bukanlah Milikmu." Orang tua adalah busur dan anak-anaknya adalah anak panah. Sebuah busur tidak dapat memaksa anak-anak panah itu untuk mengikuti pikirannya. Busur baru bermakna ketika ia bisa meluncurkan anak-anak panah melesat jauh ke depan. Tuhan mengasihi busur dan anak panahnya. Amin.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun