Mohon tunggu...
Cahya Nugraha
Cahya Nugraha Mohon Tunggu... Human Resources - Suka naik gunung, camping, jalan-jalan, makan-makan. @rubikomugglo

Baru menjelajahi 18 dari 17.000 pulau di Indonesia. Blog: rubikomugglo.weebly.com Twitter: @rubikomugglo Instagram: rubikomugglo

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Tersambar Pedasnya Sate "Petir" Pak Nano

10 Juni 2017   06:02 Diperbarui: 10 Juni 2017   13:09 1014
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Nano, dan Sate Petir Racikannya (dok.pribadi)

Tahun lalu, saya dan teman pergi ke Pabrik Gula Madukismo untuk mengadakan sebuah acara. Panas terik sekali siang itu. Teman saya protes kelaparan karena tak sempat menikmati sarapan. Dengan santainya ia meminta saya untuk memberikan rekomendasi tempat makan yang enak. 

Ya, setiap jalan memang saya biasanya dapat tugas untuk memberikan rekomendasi, saya memang dikenal suka makan. Karena bingung akan memberi rekomendasi apa, saya pun melihat HP untuk mencari ide. Sampailah sebuah bakul sate dengan nama nyentrik menarik perhatian. Saya lalu mengajak mereka ke warung makan Sate Petir Pak Nano.

Warung Sate Petir Pak Nano (dok.pribadi)
Warung Sate Petir Pak Nano (dok.pribadi)
Panggulan (dok.pribadi)
Panggulan (dok.pribadi)
Kami lalu berangkat ke sana, sembari di perjalanan saya sempatkan untuk melihat review tempat kuliner ini. Saya akhirnya mengetahui bahwa nama "Petir" didapat oleh rasa pedas yang teramat sangat. Makin penasaran saja saya rasanya untuk mencicipi. Beberapa menit berlalu, saya dan teman teman akhirnya tiba di warung Pak Nano. Tidak terlalu jauh dari PG Madukismo. Warung ini terletak pada jalan ringroad selatan, ambil jalur lambat, kalau tidak hati hati pasti akan kebablasan, namun kita bisa melihat banyaknya motor dan mobil parkir didepannya sebagai penanda.

Sebelum dibakar, dibumbui terlebih dahulu (dok.pribadi)
Sebelum dibakar, dibumbui terlebih dahulu (dok.pribadi)
Iris tipis tipis (dok.pribadi)
Iris tipis tipis (dok.pribadi)
Kami pun masuk ke warungnya, dan ternyata tempatnya tidak terlalu luas. Ada dua kursi panjang dan meja untuk makan, di depan terdapat panggulan tempat Pak Nano meracik dan membakar sate, di teras terdapat beberapa kursi dan 1 meja besar. Saya yang agak jiper memesan sate dengan kadar pedas sedang, namun teman saya dengan PD nya memesan sate pedas. Geleng-geleng saya melihatnya.

Pak Nano kemudian menyiapkan beberapa tusuk sate. 1 porsi sate berisi 10 tusuk sate kambing. Dibumbui dengan bumbu yang sudah diracik sebelumnya dan dibakar dengan sangat teliti. Beberapa kali Pak Nano membolak-balik sate agar tidak gosong. Harum daging bakar tercium ke seluruh ruangan warung. Air liur memenuhi rongga mulut. Kami memang sudah kelaparan luar biasa. 

Yang menjadi daya tarik di warung ini adalah bumbu kecapnya. Dengan santai Pak Nano mengambil segenggam cabe dan mencincangnya dengan sangat halus. Setelah itu menaruhnya di piring dan menambahkan kecap. Belum saja saya makan, keringat rasanya sudah turun karena membayangkan betapa pedasnya bumbu kecap itu.

Sederhana tapi pedasnya tak terkira (dok.pribadi)
Sederhana tapi pedasnya tak terkira (dok.pribadi)
Sate kambing itu pun datang berbarengan dengan seporsi nasi hangat. Dilihat dari penampakannya saja, terbayang bahwa ini akan terasa sangat pedas, ditandai dengan puluhan biji dan irisan cabai halus. Langsung saja kami makan dengan lahap. Suapan pertama masih terasa manisnya bumbu kecap, suapan kedua mulai terasa sedikit pedas, mulai suapan ketiga semua terasa berbeda. Air putih langsung saya tenggak karena tak kuat menahan rasa pedas di lidah. 

Teman saya lebih parah lagi, ia yang memesan sate pedas sudah bercucur keringat. Berkali-kali saya dengar suara "huh-hah" dari mulutnya. Dilemanya makan pedas adalah jika berhenti maka akan terasa semakin pedas, obatnya adalah dengan terus makan tanpa berhenti. Saya lalu meneruskan makan, terasa lidah bergetar karena terbakar, kepala gatal ingin digaruk, keringat yang mengalir deras, dan parahnya hampir saya menangis disana. Benar benar gila pedasnya, serasa tersambar petir.

Seporsi nasi rasanya kurang, kami lalu menambah piring kedua. Teman saya pun menambah segelas es teh agar mengurangi rasa pedasnya. Puas benar rasanya, menikmati sate sangat pedas dengan nasi hangat. Sempurna. Pak Nano tak hanya menjual Sate, beliau juga menyediakan tongseng dan tengkleng. Seporsi sate kambing kalau tidak salah dikenakan harga Rp. 20.000. Oh iya, kalau kalian tidak menghabiskan cabe yang kalian pesan, siap siap saja akan diejek Pak Nano dengan lantang, "wooo...anak TK..haha".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun