Mohon tunggu...
Rubeno Iksan
Rubeno Iksan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah S1 di Universitas Negeri Semarang

Pena lebih tajam daripada pedang

Selanjutnya

Tutup

Politik

"Perang Media" antara Barat dan Timur

23 Oktober 2023   14:31 Diperbarui: 23 Oktober 2023   14:31 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tentara Ukraina ketika memasuki kota Bakhmut. (Sumber: The New York Times)

Perang Russia-Ukraina dan Israel-Palestina sudah berlangsung bertahun-tahun, namun konflik antara Palestina dengan Israel merupakan konflik terlama di era pasca-Perang Dunia Kedua (1948-2023) atau kurang lebih sudah menginjak usia 75 tahun. Sementara, konflik antara Ukraina dengan Russia baru berjalan hampir setahun (dimulai sejak Februari 2022). Akan tetapi, perlakuan media-media Barat terhadap kedua peristiwa tersebut sangat berbeda. Apabila orang-orang Ukraina digambarkan sebagai sosok yang 'heroik' dan sebagai 'freedom fighters' melawan agresi Russia, sementara orang-orang Arab Palestina yang berjuang mempertahankan tanah airnya digambarkan sebagai 'teroris' dan 'ekstremis'. 

Di The New York Times misalnya, mengutip pernyataan Zelensky bahwa Hamas adalah teroris dan agresor seperti Russia ke wilayah Ukraina. Di media televisi pun, CNN sempat memberitakan kabar bohong bahwa Hamas memenggal puluhan bayi Israel dengan mengutip pernyataan dari juru bicara PM Israel (Benjamin Netanyahu) dan tentara Israel yang sedang bertugas. Padahal, setelah dikonfirmasi, ternyata kabar tentang pemenggalan puluhan bayi ini adalah kabar bohong yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Tendensi berbeda ditunjukkan oleh media-media massa di belahan bumi barat apabila memberitakan tentang Ukraina. Para prajurit Ukraina digambarkan sebagai orang-orang yang berani melawan invasi Russia ke tanah mereka. Beberapa editorial juga menggambarkan mereka sebagai orang-orang yang mempertahankan kemerdekaan yang sedang direnggut.

Hal tersebut dinilai sebagai aksi perang media antara hegemoni Barat dan Timur sama seperti ketika Perang Dingin berlangsung, hanya saja seiring perkembangan teknologi, perang tersebut dilakukan melalui media non-cetak (media radio, televisi, dan online). Bagaimana 'perang media' antara Timur dan Barat bisa terjadi?

Konflik antara Barat dan Timur: Analisis Geopolitik

Pada masa lalu, konflik barat-timur disebabkan oleh perbedaan tajam dari ideologi-ideologi besar dunia (kapitalisme-liberal melawan komunisme). Di mana, pada saat itu, kapitalisme-liberal merupakan ideologi yang dianut oleh Amerika Serikat dan sekutunya, sementara komunisme dipegang oleh Uni Soviet dan sekutunya. Namun, setelah Perang Dingin, persaingan antara hegemoni Barat dan Timur lebih menitikberatkan pada persaingan pengaruh politik dan ekonomi. 

Dapat dikatakan, persaingan antara barat dan timur pasca Perang Dingin lebih sengit dibandingkan ketika Perang Dingin berlangsung. Hal ini disebabkan oleh munculnya China sebagai kekuatan ekonomi baru menggeser dominasi Amerika Serikat di kawasan. China di bawah komando Xi Jinping, akhir-akhir ini sedang menggencarkan program OBOR (One Belt, One Road) dalam rangka membangun kekaisaran ekonomi di kawasan Asia-Pasifik dan melebar ke Afrika untuk menggeser dominasi Amerika Serikat maupun Jepang, misalnya pembangunan proyek mubazir KCIC antara Jakarta-Bandung yang dinilai hanya untuk menggaet investor China untuk berinvestasi di Indonesia. 

Tak hanya di Indonesia, China juga ingin menancapkan kukunya di benua Afrika. Biasanya, proyek-proyek yang digelontorkan China kepada negara-negara Afrika berupa proyek infrastruktur, seperti kereta api, pelabuhan, dan jalan raya. Hal ini disebabkan oleh infrastruktur negara-negara Afrika yang masih di bawah standar dan kondisi masyarakatnya yang cenderung miskin. Apabila ingin meminjam dana pembangunan dari Bank Dunia, tentunya sangat sulit karena harus memenuhi persyaratan tertentu. Dikutip dari video Vox.com yang berjudul China's trillion dollars plan to dominate global trade, persyaratan tertentu yang dimaksud adalah sebuah negara peminjam harus merupakan sebuah negara yang bersih dari catatan korupsi dan berkomitmen penuh untuk menjalankan demokrasi. 

Kereta Cepat Jakarta-Bandung/Whoosh yang diresmikan beberapa waktu lalu. (Sumber: Liputan 6)
Kereta Cepat Jakarta-Bandung/Whoosh yang diresmikan beberapa waktu lalu. (Sumber: Liputan 6)
Hal tersebut tidak berlaku bagi China untuk menanamkan modalnya di negara-negara berkembang. China menawarkan pinjaman dengan bunga yang rendah, sebagai magnet yang mampu menarik negara-negara berkembang, otoriter, korup, dan miskin untuk menarik investor asing. Namun, pinjaman bunga rendah dan birokrasi yang tidak berbelit-belit yang menjadi magnet dari negara-negara berkembang hingga miskin ini justru menjadi malapetaka yang kemudian memunculkan masalah baru yaitu 'debt trap' yang mengakibatkan terkikisnya kedaulatan ekonomi suatu negara, karena infrastruktur yang dibuat diberikan konsesi (hak pakai) selama puluhan tahun dan utang-utang ditanggung oleh negara, bukan oleh China. 

Selain menggunakan kekuatan ekonomi-politik sebagaimana yang dilakukan oleh China, kekuatan politik dan militer juga tetap digunakan melalui perang proxy dengan memanfaatkan negara-negara atau pihak tertentu, seperti yang terjadi di Ukraina akhir-akhir ini. Apalagi, posisi Ukraina sendiri terletak di antara Romania, Slovakia, dan Polandia yang merupakan negara-negara NATO ditambah pemerintah Zelensky yang sangat pro-NATO, membuat Russia khawatir keamanan negaranya terganggu akibat ekspansi NATO yang diprediksi akan menyentuh wilayah Ukraina. Menurut perhitungan Vladimir Putin, apabila Ukraina bergabung dengan NATO, maka hal tersebut akan memicu perang dunia ketiga karena NATO akan membuat instalasi militer di tempat itu sehingga memantik perang yang lebih besar. 

Perang proxy juga terjadi ketika konflik Israel dan Palestina, di samping motif agama yaitu dikuasainya Al-Quds oleh zionis Israel. Negara-negara adidaya memanfaatkan negara-negara sekutunya untuk menancapkan kekuasaan dan pengaruh di Timur Tengah. Russia dan sekutunya di Timur Tengah (Iran) menggunakan pejuang Hamas dan Hezbollah Lebanon untuk memerangi Israel yang notabene adalah salah satu sekutu AS di Timur Tengah selain Arab Saudi, Mesir, dan Yordania. Israel menggunakan senjata-senjata milik Amerika Serikat untuk melawan Hamas dan sel-sel pejuang lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun