Paris, Kota Cahaya dan Kota Cinta bagi banyak orang, tak dapat dipungkiri menyimpan daya tarik luar biasa. Tak kurang 14 juta turis berkunjung ke sana setiap tahunnya dan menobatkan Paris sebagai kota paling banyak dikunjungi di dunia. Menara Eiffel, Sungai Seine, Istana Versailles, Champs-Elysees, Notre Dame, Basilique Du Sacre Coeur,  dan sederet bangunan monumental lainnya bertebaran di Paris dan memikat turis dari seluruh dunia untuk datang dan kembali lagi. Paris memang cantik, romantis, dan menggoda.
Tapi Paris adalah Paris, sebuah kota metropolitan di Eropa yang menyimpan berbagai permasalahan. Tinggalkan paket-paket tour yang menawarkan kemudahan dan hanya menyingkap sisi indah Paris. Telusuri Paris dari berbagai sisi dan temukan fakta menarik bahwa warga Paris adalah manusia juga. Begitu manusiawi hingga kamipun dibuat terkejut demi melihat sisi Paris yang lain. We're shocked, really.
Menjelajah satu sisi ke sisi lain Paris lebih mudah dilakukan dengan metro yang menjangkau seluruh sudut kota, walaupun jika dibandingkan dengan sistem transportasi umum di Singapore (MRT) atau Hongkong (MTR), jejaring transportasi umum di Paris jauh lebih kompleks dan awalnya membingungkan. Tapi jangan kuatir, peta sistem transportasi Paris yang terdiri dari kereta (RER), metro, dan bus mudah ditemukan dimana-mana dari bandara, stasiun kereta, sampai di setiap lorong bawah tanah jalur-jalur transportasi umum. Tidak mudah untuk dihafalkan memang, tetapi juga tidak terlalu sulit untuk dimengerti.
[caption id="attachment_184199" align="aligncenter" width="658" caption="Sebagian lorong-lorong subway memang unik "][/caption]
Dan rupanya kehidupan bawah tanah di Paris ini tidak hanya dipergunakan untuk mengejar transportasi umum. Para pemain musik jalanan memanfaatkan jalur bawah tanah untuk mengumpulkan setiap keping sen Euro demi menyambung hidup. Entah bagaimana kondisi lorong-lorong subway di Paris 5 tahun lalu atau sebelum krisis finansial melanda Eropa. Yang jelas saat ini akan sangat mudah dijumpai pemain musik jalanan di berbagai sudut lorong subway dengan beragam instrumen dari gitar, gendang, bass cello, sampai hanya alat pukul sederhana. Tidak hanya mangkal di pinggir-pinggir lorong, para pemusik jalanan itu juga masuk ke metro dan bermain di atasnya persis seperti suasana KRL di Jakarta. Meskipun memang musik yang dimainkan lebih enak didengar dan tidak ada nada memaksa dalam meminta setiap sennya.
Hmm mungkin kehidupan orang Paris semakin sulit pasca krisis keuangan global dan krisis Eropa. Wajar kalau banyak pengangguran dan mencoba peruntungan dengan bermain musik jalanan. Tapi bukan itu yang bikin kami shocked.
Sebelumnya kami membayangkan menelusuri subway di Paris minimal akan seperti menelusuri subway Singapura yang bersih dan nyaman. Ternyata Paris beda dari bayangan itu. Tidak jarang aroma bekas air seni menyeruak dari sudut-sudut dinding. Tanpa melihatpun kami dapat membayangkan dari mana asal bau itu. But reality bites, kami harus melihat bagaimana bau itu berasal.
[caption id="attachment_184200" align="aligncenter" width="614" caption="Suasana subway khas Paris"][/caption]
Meninggalkan Arc de Triomphe, kami bergegas mengejar subway ke Republique. Turun dari metro, kami segera bergegas ke pintu keluar. Bau air kencing dari sudut-sudut dinding sesekali menyeruak. It's ok, kami sudah terbiasa. Tapi begitu hampir sampai jalan keluar kami pun shocked dibuatnya. Seorang lelaki paruh baya sedang berdiri dengan cuek buang air kecil menghadap ke arah kami. Bahkan di Jakartapun orang masih akan sembunyi-sembunyi saat buang air kecil di tempat umum. Kejadian itu sungguh di luar ekspektasi kami akan Paris. Yah kami semakin tahu bagaimana bau tak sedap di sudut-sudut lorong diciptakan.
Hmm mungkin saja orang tadi mabuk jadi ya perlu permakluman. Tapi bukan hanya itu saja kelakukan nyeleneh Parisien (warga Paris) di subway. Di waktu yang lain di pagi hari saat orang bergegas berangkat kerja, seorang lelaki umur paruh baya bergegas mengejar subway di belakang kami. Untuk bisa melewati pintu penghalang, penumpang harus menggunakan tiket yang masih valid dan menggunakannya untuk membuka penghalang. Disamping pintu masuk, terdapat pintu keluar yang dilengkapi dengan sensor. Kalau ada yang akan keluar dari arah dalam, pintu itu baru bisa terbuka dengan didorong. Sesaat setelah kami masuk, orang di belakang kami mengikuti. Tapi bukannya memasukkan tiket melalui mesin, dia malahan membuka pintu keluar dengan sedikit paksa. Anehnya pintu itu bisa terbuka. Entahlah. Meskipun begitu kita sempat mikir ni orang Paris kok kelakukannya begini ya? Pikir kami,"O mungkin orang-orang imigran yang kesulitan ekonomi jadi ga bisa beli tiket". Sekali lagi terpaksa maklum.
Sorenya sepulang dari Grand Boulevard, kamipun bergegas pulang. Di depan kami bergegas beberapa remaja yang nampaknya habis nongkrong bareng. Seru penuh canda. Sampai di depan pintu masuk 2 orang memasukkan tiket ke mesin dan penghalang terbuka. Nampaknya 1 orang diantara mereka tidak membawa tiket. Dengan penuh solidaritas 2 orang tadi bersama-sama mengangkat si orang yang tidak bertiket tadi melompati penghalang yang ada. Bisa saja memang karena tinggi penghalang hanya sekitar setengah meter. Wowwww kok begitu ya kelakukannya? Kalau ini sih jelas orang Paris, dengan dandanan santai ala anak muda Paris dan celoteh dalam bahasa Perancis. Waduh...