Perjalanan saya ke sebuah lumbung pangan di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKU Timur), Sumatera Selatan, beberapa waktu yang lalu telah menumbuhkan kebanggaan atas sebuah tradisi lama yang masih bertahan dan bermanfaat di era modern saat ini. Bagaimana tidak. Di tengah maraknya upaya dari berbagai pihak untuk menghidupkan kembali fungsi lumbung pangan, masyarakat di Desa Pahang Asri, OKU Timur, telah memberikan contoh nyata bagaimana seharusnya persediaan pangan utama masyarakat yaitu beras dikelola.
Sejarah
Lumbung Pangan Bumi Asri, begitulah masyarakat setempat menyebut lumbung pangan kebanggaan mereka. Lumbung ini pada dasarnya adalah usaha penggilingan padi yang dimiliki oleh warga desa secara kolektif. Mereka membelinya dari pemilik pribadi sebelumnya dengan modal patungan masing-masing sebesar Rp 5.000,- per orang. Itu dilakukan pada tahun 1978 oleh generasi awal di lokasi eks transmigran ini. Berawal dari satu unit, warga desa Pahang Asri akhirnya memiliki 3 unit penggilingan padi. Bukan hanya sekadar tempat untuk menggiling gabah hasil panen saja tapi usaha tersebut sekaligus merupakan lumbung dan juga sumber pendapatan desa.
Pengelolaan
Untuk menjamin kelangsungan usaha, petani di Desa Pahang Asri diwajibkan untuk menggiling hasil panen di salah satu dari tiga penggilingan yang mereka miliki. Ongkos giling sebesar 9% dihitung dari beras yang dihasilkan. Dari 100 kg beras hasil giling, petani membayarkan 9 kg beras. Sebesar 8% dari 9% yang diterima dimanfaatkan untuk membeli bahan bakar, membayar pegawai, memperbaiki mesin, dan membayar bagi hasil kepada anggota. Bagi hasil dibayarkan setahun sekali yang biasanya pada bulan November. Jumlah bagi hasil rata-rata per anggota adalah 100 kg.
Sementara itu, 1% dari 9% biaya giling diserahkan kepada desa sebagai pendapatan. Alokasi ini dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan desa seperti HUT RI, pembangunan berbagai infrastruktur desa, biaya perjalanan dinas dan jenggolan (bonus) aparat desa, serta untuk memberikan subsidi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Terakhir kali, subsidi PBB yang diterima anggota adalah sebesar Rp 25.000,-. Sulaidi, Kepala Desa Pahang Asri membanggakan bahwa dengan sistem ini pembayaran PBB desa yang dipimpinnya tidak pernah terlambat. Bahkan proses pembayaran 1 kampung hanya membutuhkan waktu 3 hari.
Selain mendapatkan bagi hasil dan berbagai manfaat tidak langsung lainnya, anggota lumbung pangan dapat meminjam persediaan beras saat musim paceklik atau saat musim tanam berlangsung. Beras yang dipinjam harus dibayar kembali dengan beras saat panen berikutnya. Dalam setahun petani di Pahang panen 2 kali. Jumlah maksimal beras yang dapat dipinjam adalah 100 kg. Angka ini bukannya datang begitu saja tetapi sudah mempertimbangkan risiko gagal bayar. Jika anggota tidak dapat mengembalikan pinjaman beras tersebut, maka jatah bagi hasil yang seharusnya diterima akan digunakan untuk membayar pinjaman.
Kunci Sukses
Keberhasilan Lumbung Pangan Bumi Asri tidak datang dalam semalam. Dalam usianya yang ke-33 tahun, lumbung pangan ini telah mengalami berbagai tantangan. Ahmad Halimi, Ketua Lumbung Pangan Bumi Asri yang juga Sekretaris Desa mengatakan bahwa sebelum tahun 2005, lumbung dikelola dengan cara-cara tradisional. Kegiatan lumbung tidak dibukukan dengan baik dan para anggota sering berselisih paham dalam berbagai hal. Salah satu yang sering diperselisihkan adalah jumlah maksimal beras yang dapat dipinjam. Absennya peraturan yang disepakati bersama, menjadikan pengelolaan lumbung banyak ditentukan oleh figur yang dominan.
Saat dipilih sebagai ketua, Ahmad Halimi dengan dukungan Kepala Desa, mulai membenahi pembukuan lumbung. Salah satunya adalah dengan mengadakan training pembukuan bagi petugas di 3 unit lumbung. Untuk mengurangi perselisihan dalam kelompok, pengurus membuat aturan pengelolaan lumbung yang disepakati bersama dan ditetapkan sebagai peraturan desa. Sebagai fungsi kontrol, pengurus unit lumbung melakukan rapat sebulan sekali dengan induk yang membawahi 3 lumbung. Secara tiwulanan, induk lumbung melaksanakan rapat dengan perangkat desa dan rapat anggota secara keseluruhan digelar setahun sekali.
Ke depan, perangkat desa dan pengurus mengharapkan lumbung pangan dapat berfungsi sebagai pusat jual beras masyarakat. Dengan begitu, harga pembelian beras dari petani dapat dikendalikan oleh lumbung dengan harga yang paling menguntungkan. Apabila ini dapat diwujudkan maka hasil yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk membiayai usaha tani para anggotanya. Kepala Desa berharap ada bank yang mau membiayai usaha jual beli tersebut. Mudah-mudahan berhasil Pak Kades!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H