Secara umum ekonomi Indonesia memang lebih maju dibanding Vietnam, setidaknya kalau dilihat dari PDB per kapita. Namun tidak berarti Vietnam kalah menyenangkan. Bahkan saya menemukan, meskipun Jakarta lebih modern, tapi Ho Chi Minh atau Saigon jauh lebih fun.Â
Jakarta memang lebih glamorous, setidaknya jika kita membandingkan kawasan bisnis Sudirman, Thamrin, dan Kuningan dengan kawasan bisnis di Saigon seperti Distric 1. Apalagi dengan trotoar mewah yang selesai dibangun di sepanjang kawasan ini. KRL dan busway adalah fasilitas lain yang membuat Jakarta lebih unggul. MRT juga menambah nilai plus Jakarta, meskipun dalam 2 tahun lagi Saigon juga akan mengoperasikan jaringan metro serupa. Â
Bicara soal wisata, akses adalah salah satu aspek penting disamping atraksi dan amenitas. Bagi saya, atraksi utama sebuah kota bukanlah kawasan bisnis atau mall, tapi ruang publik bernuansa outdoor dengan citarasa lokal. Dan Saigon mengungguli Jakarta karena hal ini selain beberapa aspek lainnya.Â
Jalanan dan taman yang penuh dengan lampu-lampu dekorasi, cafe-cafe unik yang menawarkan kopi ala Vietnam yang khas, restauran dan street food yang menjajakan sajian penggugah selera, juga deretan bar dan pub yang dipenuhi turis dari berbagai belahan dunia. Semua memberi sensasi khas Vietnam namun terasa kosmopolitan pada saat yang sama. Dan yang terpenting: semua dapat dijangkau dengan jalan kaki.Â
Saya coba mengingat, dimana di Jakarta kita bisa mendapatkan pengalaman serupa. Dari laman Tripadvisor, salah satu "things to do" di Jakarta adalah Mall Grand Indonesia. Olala, sebagus apapun itu, bagi saya ngemall adalah opsi terakhir saat travelling ke luar negeri. Pendapat para shopping traveller yang suka ke Hong Kong atau Singapura bisa jadi berbeda.
Mendadak saya teringat Sabang yang sebetulnya tatanannya mirip dengan sudut-sudut Saigon. Public spot dengan trotoar, cafe-cafe dan restauran tanpa pagar, dan juga street food. Bedanya, cafe-cafe di Sabang bagaimanapun unik dan bagus tidak akan pernah terlihat menarik karena tertutup oleh kaki lima yang menggelontorkan limbah dan meninggalkan bau apek sampai keesokan harinya. Belum trotoar yang dipenuhi motor dan mobil yang membuat pejalan kaki seperti paria. Â Â
Kedua, Saigon menawarkan atraksi luar kota yang mudah dipesan dan dijangkau. Dari wisata terowongan Cu Chi sampai tour Delta Mekong yang 2,5 jam jauhnya. Bagi saya, tidak ada yang begitu spesial dari atraksi-atraksi itu. Faktor sejarah mungkin menarik orang untuk melihat terowongan Cu Chi. Sementara, tour Mekong Delta juga tidak lebih wow dari wisata Sungai Musi di Palembang. Bedanya semua dapat dipesan dengan mudah.Â
Saya teringat pernah mencoba one day tour ke salah satu tempat di Kepulauan Seribu. Bisa jadi saya belum tahu triknya, tapi saat menelpon untuk menanyakan tiket kapal, jawaban yang saya dapat adalah,"Datang saja nanti temui Pak X. Mudah-mudahan dapat tiketnya". Saya yang bicara dalam Bahasa Indonesia dan tinggal di Jakarta hanya bisa bengong. Bagi orang luar, mungkin yang terpikir adalah,"Ah pasti banyak jebakannya".Â
Namun disamping itu, Vietnam juga penuh dengan bar dan pub yang melayani turis-turis bule dan Asia lainnya. Semua diterima dan aman apapun budaya dan valuenya.