A : Ih, sebel sama guru killer itu tuh, bisanya cuman marah-marah aja.
B : Ah, untung si Ibu itu nggak masuk. Damainya dunia.
C : Guru tuh bisanya cuman kasih tugas, tapi diperiksa kagak pernah.
D : Asli gue tuh kagak ngerti kalau dia lagi nerangin.
Pernah mendengar pembicaraan seperti di atas? Atau jangan-jangan itu semua malah sering kita ucapkan? J
Ya, perlu kita akui dengan jujur, kebanyakan guru sekarang sudah tidak memberikan kenyamanan lagi kepada para siswanya. Sebagian guru sering berpikir yang terpenting sudah menyampaikan materi sesuai dengan silabus, itu sudah cukup.
Kadang kita para guru sering lepas tanggung jawab. Merasa dirinya bukan guru agama atau PKn, maka tidak ada keinginan untuk menerapkan pendidikan agama dan moral kepada anak didiknya.
Dalam hal ini bukan berarti guru Bahasa Inggris harus membahas ilmu tafsir atau hadits di depan kelas. Tapi, jadilah guru yang tindakannya sesuai dengan Al Quran dan hadits. Kita harus mampu mengajak anak-anak menjadi dekat dengan Allah SWT melalui pelajaran yang kita sampaikan kepada mereka.
Guru yang hebat itu bukan guru yang pintar rumus atau jago menghafal. Guru yang hebat dan luar biasa itu ialah guru yang enakeun, yang membuat para siswanya nyaman belajar dengannya. Guru yang mampu membantu siswanya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dan dari tidak ingin menjadi ingin. Karena guru sebenarnya merupakan “agent of change”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H