Mohon tunggu...
Kim Amaya
Kim Amaya Mohon Tunggu... -

Mahasiswi paruh waktu, pemimpi & penikmat hidup penuh waktu, pembelajar sepanjang waktu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Intangible - Prolog

16 Juli 2013   09:21 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:29 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Pria itu limbung. Ia nyaris kehabisan tenaga. Setiap kali ia mencoba bangkit, setiap kali itu pula hantaman keras bertubi-tubi mengenai wajah dan ulu hatinya. Dan ia merasakan kematian begitu dekat dengannya. Seperti tepat sejengkal di atas kepalanya.

Bau darah tercium dimana-mana. Soo Yong Gi mengedarkan pandangan sejenak, mencari kawan-kawannya. Tak jauh darinya, Chun Doong baru saja merobohkan anak buah Jae Hyuk. Chul Yong harus menghadapi dua pria sekaligus. Tapi Yong Gi tak melihat Ji Seob dimana pun. Ia mulai khawatir. Pada kawan-kawannya, pada dirinya, dan pada akhir dari pertarungan ini.

Saat Yong Gi tidak begitu waspada pada pria di hadapannya, sebuah pukulan telak mengenai rahangnya. Ia rubuh lagi. Kali ini ia bisa mencium bau darah itu tepat di hidungnya. Darahnya sendiri.

“Fox! Jangan biarkan dia hidup!”

Yong Gi menoleh pada Jae Hyuk yang sedang menatapnya penuh dendam. Pria itu terlihat belum puas. Meski ia sendiri sudah berlumuran darah.

“Kurasa dia sedang sekarat” ucap Fox, mengerling ke arah Joon dengan senyum kejam.

“Tugasmu selesai. Akulah yang akan mengakhirinya,” Jae Hyuk bertepuk tangan. Nada suaranya jelas-jelas mengejek Joon. Jae Hyuk memaksakan diri berjalan mendekati Fox yang berdiri angkuh di hadapan Yong Gi. Sementara yang bisa dilakukan Yong Gi hanyalah menatap lurus ke langit dengan dada yang naik turun dengan cepat. Yong Gi benar-benar tak tahu bagaimana caranya bangkit di atas kakinya sendiri saat ini. Satu-satunya hal yang terlintas di benaknya adalah, ia tak akan pergi dari sana sebelum semuanya berakhir. Ya, sampai semuanya selesai.

Dan saat Yong Gi sedang memikirkan harapan terakhirnya, harapan itu justru mendatanginya di saat yang tepat.

Seberkas sinar menyilaukan bergerak mendekat. Yong Gi mencoba menatap sorot lampu itu dan tiba-tiba ia terkejut saat menyadari bahwa itu mobilnya sendiri. Seingatnya, ia memarkir mobil itu tak jauh dari orang-orang yang sedang bertarung di sana, dimana ia mengarahkanpandangannya saat ini. Mobil itu memang—dalam keadaan tidak terkunci! Tadinya, ia pikir mobil itu telah dihancurkan musuh-musuhnya.

Jadi, siapa yang sedang mengendarai mobil itu dan menerobos ke arena pertarungan?, pikirnya.

Suara ban mobil yang berdecit itu mengejutkan Fox. Ia terjengkang karena di luar dugaannya, mobil itu seperti akan menabraknya. Jae Hyuk tak jadi melanjutkan langkahnya mendekati Yong Gi. Ia terkesiap dan membeku menyaksikan keajaiban itu dalam diam. Ia sudah hampir membunuh musuh besarnya itu tapi tiba-tiba sesuatu seperti baru saja turun dari langit, hendak menyelamatkan Joon.

YONG GI! AYO CEPAT PERGI!!!” teriak sebuah suara dari dalam mobil.

Karena Soo Yong Gi nyaris tak memberikan reaksi apa-apa, gadis itu keluar dari mobil dan mencoba memapah Yong Gi. Jae Hyuk bergeming saat Fox mendelik ke arahnya seolah menyalahkan dirinya.

“Han Su In! Kau sedang menolong orang yang salah. Aku kakakmu,” teriaknya.

Gadis itu seolah tak mendengar peringatan kakaknya sendiri.

“Apa itu mobilnya?” Jae Hyuk mengganti pertanyaannya sambil memandang Joon dan Su In bergantian. Tapi Su In tidak sedang dalam mood untuk menanggapi reaksi apapun, dari siapapun, tentang apa yang sedang ia lakukan. Ia malah tak sedikitpun menoleh pada kakaknya dan malah menjawab pertanyaan Yong Gi yang sedang melangkah dengan susah payah.

“Dimana kau menemukan mobilku?” Yong Gi mengucapkan kalimatnya dengan nafas yang payah.

“Di balik tembok itu”

“HEI HAN SU IIIINNNN!!! SEJAK KAPAN KAU BEGINI?” teriak Jae Hyuk lagi. Kali ini gadis itu terpaksa menoleh. Dan ia tidak saja berhadapan dengan kemarahan kakaknya yang menyala-nyala. Tetapi juga dengan sebuah pistol yang pelatuknya siap ditarik.

KAKAK, KUMOHON, JANGAN!” Su In memohon. Tapi Jae Hyuk seperti tak peduli.

“Kau mau membunuhnya?” tanya Su In meski ia sudah tahu jawabannya.

“Akulah yang sebenarnya akan kau bunuh. Akulah yang akan mati” Kalimat itu jelas ancaman yang dilontarkan Su In untuk kakaknya.

“Kau adikku yang penurut. Aku tahu itu.”

Seperti apapun Jae Hyuk membujuknya, Su In tak terlihat terpengaruh. Ia menampakkan ekspresi betapa ia sangat tahu apa yang ia lakukan. Dan itulah kebenaran yang ia yakini.

Dan detik-detik selanjutnya adalah pemandangan menakjubkan lainnya. Untuk Fox, Jae Hyuk, dan Yong Gi tentu saja. Terutama untuk dua pria yang sangat mengenal Su In, Jae Hyuk dan Yong Gi.

DUARRR!

Su In, gadis polos dan lugu itu—setidaknya itu yang dipikirkan Yong Gi, tentu saja tak tahu bagaimana caranya menggunakan senjata. Tapi ketiga pria itu harus percaya pada apa yang mereka saksikan. Su In baru saja menembakkan isi pistolnya tepat di sisi kaki Fox, hingga wajah pria itu pucat pasi dan juga lega luar biasa karena tembakan itu tak meleset dan mengenai kepala atau jantungnya.

“SU IN AH! JANGAN PERGI DENGAN MOBIL ITU! KUMOHON, KEMBALILAH!!!”

Jae Hyuk terlambat meneriakkan peringatan terakhirnya.

Joon menanyakan banyak hal pada Su In saat mereka telah duduk bersisian dalam suasana mencekam. Bagaimana Su In mengetahui pertarungan itu hingga ia bisa datang tepat waktu untuk menolongnya, siapa yang mengajarinya memagang pistol dan menembak tepat sasaran, dari mana ia mendapatkan senjata berbahaya itu, lalu sejak kapan ia bisa mengemudikan mobil dan dengan kecepatan yang mengerikan seperti itu. Tapi gadis itu sepertinya lebih ingin berkonsentrasi pada kecepatan mengendaranya.

Mobil itu melaju ke arah Utara. Semakin jauh ke Utara, dan Joon sempat menyangsikan bahwa ia masih mengenali daerah yang sudah ia lewati.

Di mana pun aku sekarang, ini sudah terlalu jauh dari Changwon, pikirnya.

Dan saat Su In merasa ia telah meninggalkan Gang Selatan sangat jauh untuk terkejar oleh siapapun, ia menghentikan mobil Yong Gi. Pemuda itu mengedarkan pandangan lalu menatap Su In lekat-lekat.

“Apa yang kau lakukan?” tanya Yong Gi, mulai khawatir.

“Menuruti naluriku.”

“Untuk apa?”

“Untuk meninggalkanmu di sini.”

“Apa maksudmu?”

Yong Gi masih menatap Su In dengan raut bingung dan nyaris tak percaya. Untuk pertama kalinya ia tak mengenali Su In. Sesuatu yang anehtelah terjadi pada Su In. Malam ini.

Yong Gi seperti terhipnotis oleh mata itu. Ada pendar tak biasa di mata gadis itu. Sesuatu yang sedikit menakutkan dan membuatnya ngeri. Tapi Joon tak bisa melakukan apapun kecuali menuruti permintaan Su In yang sudah membukakan pintu untuknya.

“Kumohon, hiduplah dengan lebih baik setelah ini. Aku akan menemuimu lagi. Percayalah.”

Sesaat kemudian Yong Gi dikejutkan oleh firasat yang datang dari dirinya sendiri, bahwa ia tak akan pernah melihat Su In lagi, setelah ini. Dan sepertinya ia terlambat menyadarinya. Su In sudah meninggalkannya dengan mobilnya sebelum ia sempat mengucapkan apapun. Ia merutuki dirinya sendiri. Ia marah pada keadaan. Karena semuanya berjalan begitu cepat, terlalu tiba-tiba. Dan ia tak siap untuk itu. Tak pernah siap.

Itu Gimhae. Yong Gi langsung mengenali daerah itu. Berbatasan langsung dengan provinsi lainnya, Chungcheongnam-do.

Raungan sirine mobil polisi di kejauhan membuatnya terhenyak. Padahal ia yakin, ia baru berjalan tak lebih dari setengah jam. Tapi polisi sudah datang secepat itu. Yong Gi menyempatkan diri memandangi arah yang berlawanan, dimana mobil yang dikendarai Su In beberapa saat yang lalu menghilang dalam pekat. Pekat yang sama dengan yang sedang melingkupinya dan akan terus menyelubunginya, mulai saat ini.

Mengapa Su In kembali ke sana?

Ah, tentu saja! Tentu saja dia harus kembali untuk Jae Hyuk.

Yong Gi tersenyum getir. Ia tertatih menjauhi jalan raya, bersembunyi di balik pohon di bibir hutan raksasa yang seolah siap menelannya hidup-hidup. Rasa sakit baru dirasakan Yong Gi saat ia mulai merasakan kehilangan. Semakin lama, rasa sakit itu semakin hebat. Dan satu-satu, semua menghilang dari matanya. Bayangan Han Su In, Kang Ji Seob, Park Chun Doong, Bang Chul Yong, dan sekarang, pandangannya sendiri. Semua terlihat mengabur, sebelum akhirnya benar-benar gelap.

***




Chungcheongnam Selatan, sebuah provinsi di Korea Selatan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun