Mohon tunggu...
Mamik Rosita
Mamik Rosita Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Supervisor, Praktisi Pendidikan

Blok ini berisi tentang pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Selamat Hari Guru... Ayah

27 November 2021   23:23 Diperbarui: 27 November 2021   23:25 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Dulu saat baru tahu berapa honorku satu bulan mengajar (saat itu hanya 32.000) dan saat itu saya belum punya motor sehingga ke sekolah harus nebeng teman atau naik gojek, pernah saya curhat kepada ayah. "Yah, honorku tidak cukup untuk naik ojek ke sekolah setiap hari. Mau nebeng teman terus ya malu yah. Apa saya berhenti ngajar saja dan lalu mencoba berjualan apa saja". Lalu ayah menjawab,"Kalau kamu mau dunia, maka tinggalkan mengajarmu. Namun jika mau akherat, tetaplah menjadi guru. Karena menjadi guru pahalanya akan tetap mengalir meskipun kamu sudah meninggal dunia". Lalu saya tetap membela diri di depan ayah,"Tapi tidak cukup untuk perjalanan ke sekolah sebulan yah". Ayah dengan tenang menjawab,"jika tidak bisa naik ojek, kamu bisa nebeng, jika malu maka jalan kakilah, yang penting sampai ke sekolah. Ini cuma urusan dunia saja".  Saya terdiam dan berpikir, beratnya perjuangan menjadi guru saat kita tidak mampu. Untuk sampai ke sekolah harus berjuang, menye Namun hal itu menjadi kecil bagi seorang guru tangguh seperti ayah, karena hanya urusan duniawi. Namun, sanggupkah aku seteguh ayah?

Memang sejak kecil ayah selalu memberikan teladan ke[ada kami betapa teguhnya ayah dengan profesinya sebagai guru. Ditengah kondisi apapun, bahkan terburuk sekalipun, ayah tetap berupaya melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik. Dan kami tak pernah mendengar ayah mengeluh , bahkan mengeluh tentang letih dan lelahnya sekalipun.

Perkataan ayah tadi membuat saya menjadi mnatap menjadi seorang guru, meski saat itu harus penuh perjuangan untuk melaksanakan konsekwensi tersebut. Karena aku lebih memilih akherat, menjadi seorang guru adalah profesi yang bergelimang amal jariyah. Memiliki ilmu yang bermanfaat adalah salah satu daru bentuk amal jariyah, yang pahalanya kan senantiasa mengalir meeskipun kita sudah meninggal dunia. 

3. Guru adalah Pelukis Masa Depan Bangsa

Mungkin kata- kata ini sering kita dengar, bahkan kita dengungkan. Namun mungkin kita tidak terlalu jauh berpikir tentang pentingnya peran guru dari kalimat itu. Saya akan menceritakan tentang arti kata ini yang saya dapatkan dari ayah. Suatu ketika saat saya mengajar, ada seorang siswa yang sangat nakal dan menjengkelkan, saking jengkelnya membuat saya marah dan memukulnya dnegan menggunakan sebuah buku tipis. Setelah memukulnya, saya sangat menyesal. Akhirnya anak itu saya panggil dan mencoba memberikan pengertian untuk tidak menyalahkan saya ketika memukulnya. 

Antara jengkel dan menyesal, saya pun mencoba meluapkan perasaan kepada ayah. Saya menceritakan smeua kronologi yang menyebabkan saya marah dan jengkel terhadap anak tersebut. Dengan penuh bijak ayah pun berkata," Guru tidak boleh kehabisan stok kesabaran. Bersikap bijaksanalah terhadap kenakalan anak karena itu masa- masa mereka. Siapa tahu anak yang kamu pukul tadi, justru dialah yang akan menjadi presiden Indonesia. Maka setiap mengajar berpikirlah bahwa kamu sedang mengajar calon presiden Indonesia". 

Ucapan ayah yang santai tadi cukup memukul telak saya sehingga merasa malu sudah tidak bisa mengendalikan emosi terhadap siswa yang nakal. Nakal itu masa- masa mereka karena masih anak - anak. Namun bagaimana menghadapi anak yang nakal untuk bisa berubah itu adalah tantangan bagi guru. Baik buruknya perilaku anak juga dipengaruhi oleh bagaimana guru mengajarnya di kelas. bagaimana siswa bisa menjadi baik karakternya jika diajar oleh guru yang penuh emosi seperti kondisi saya tadi. Bukankah mereka nanti yang akan menjadi pemimpin- pemimpin di negeri ini? Kita tidak tahu siapa nanti yang akan memimpin bangsa ini. Bisa jadi mereka ada di kelas kita sekarang. Maka sangat tepat kata ayah tadi, seharusnya kita mulai berpikir bahwa yang sedang kita ajar adalah calon pemimpin bangsa ini. Dengan berpikir demikian, maka kita akan berhati- hati dan melaksanakan tugas mengajar sebaik mungkin, karena yang sedang kita ajar adalah calon presiden Indonesia. Tentu kita tidak mau bukan jika bangsa kita nanti dpimpin oleh orang yang tidak baik dan kompeten? 

Ayah seandainya engkau masih hidup, maka dihari guru ini, aku ingin memberikan ucapan pertama kali kepada engkau. Karena ayah adalah guru yang sesungguhnya. Tidak hanya guru di sekolah namun juga guru dalam kehidupan. Namun sayang sekali, dulu waktu ayah masih hidup, aku belum pernah mendengar ada peringatan hari guru sehingga tidak pernah mengucapkannya kepada ayah. 

Maka ayah, izinkan sekarang kami mengucapkan kepada ayah "selamat hari guru yah, ayahlah guru kehidupan yang sebenarnya".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun