Mohon tunggu...
bashit rijal
bashit rijal Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

citangkolo

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hukum yang Bernilai Jual

5 Januari 2015   17:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:46 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

dalam novelnya yang cukup terkenal pram memainkan tokoh yang bernama minke. salah satu konflik yang diangkat pram adalah ketika minke berhadapan dengan hukum belanda. hukum istimewa dari belanda yang diberikan kepada orang ber trah diberikan pula kepada minke, sehingga pengadilan minke, nyai ontosoroh dan anelies disamakan dengan pengadilan orang belanda bukan pribumi.

seting yang digambarkan pram memeperlihatkan ketimpangan yang dilakukan dalam pengadilan, pengadilan yang dilakukan pribumi ketika berhdapan dengan orang kulit putih selalu saja kalah. disini orang kulit putih punya kelebihan dibanding pribumi. bukan karena mereka bertanah kelahiran dijawa bukan pula karena mereka berperawakan baik. tapi kesadaran buatan yang dibangun oleh orang kulit putih, pribumi sebagai orang yang tak beradab tak punya kebaikan sama sekali. sedangkan orang kulit putih dianggap punya kelebihan yang patut untuk ditiru.

berbicara novel gubahan pram ini tak cukup hanya bermodalkan kertas selembar, butuh banyak kertas berim untuk melukiskan. terbukti banyak penulis yang menuliskan bagaiman pram dan juga karyanya. yang patut saya tuliskan disiniterkait dengan pengadilan yang terasa timpang itu. bagaiman ketimpangan dibangun dan dibentuk beratus taun lamanya, sehingga terkesan sebagai kewajaran.

hal yang demikian bahkan akan kita temukan direa kita. tak sulit kita temukan contoh ketimpangan pengadilan. tapi sayangnya ketimpangan itu telah menjdai kerak sehingga dianggap sesuatu yang tak mengganggu. kasus korupsi yang menjerat orang atasan sangat bertele-tele untuk diuputuskan ketentuan hukumnya. dengan berbagai alasan yang disesuaikan dengan aturan positiv yang berlaku. anehnya ketika berhadapan dengan orang bawah gampang sekali putusan di terpakan.

ketimpangan yang yang terjadi diera ini tak semestinya tak terjadi. karena tak ada lagi belanda atau orang asing yang "jahat". yang ada hanya bangsa kita. kemerdekaan harus kita maknai ulang, adakah perbedaan sesudah dan sebelum merdeka. tapi ternyata manusia tetaplah manusia dimanapun dia tinggal punya watak yang sama bahkan bisa dengan mudah menghilangkan kemanusiaanya.

diera ini pula kita sama-sama pahami peran penting kapitalis dalam merubah tatanan keindonesiaan. bagaiman budaya konsumtif merambah merajai tiap sudut tempat dibumi pertiwi. banyaknya produk yang ditawarkan menambah kebutuhan pokok yang di "pokok-pokokkan".

kapitalis pula yang mencoba merubah hukum yang berniala keadilan menjadi hukum yang bernilai jual. saatnya kejujuruan kita kedepankan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun