Mohon tunggu...
Ruang Paham
Ruang Paham Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang

hallaw~~

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Resiliensi untuk Melompat Lebih Tinggi, Menjadi Pribadi Tangguh di Tengah Kesulitan

7 Desember 2023   13:39 Diperbarui: 7 Desember 2023   13:42 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kehidupan manusia selalu penuh dengan lika-liku, banyak sesuatu yang terjadi di luar kendali kita. Perubahan demi perubahan terjadi mengharuskan kita untuk beradaptasi. Terkadang ada fase di mana kita berada di atas merasakan kesenangan, kebahagiaan seakan-akan ekspektasi dan apa yang kita harapkan berjalan sesuai dengan yang kita mau, namun juga ada kalanya kita dihadapkan dengan kondisi yang tidak nayaman, menderita, dan tidak beruntung, sial, gagal, dan segala sesuatu yang tidak menyenangkan. Inilah yang dinamakan sebagai dinamika kehidupan, berubah dari fase ke fase yang lain dengan proses panjang yang harus dilalui dalam perjalanannya. Mungkin sebagian dari para pembaca relate dan pernah merasakan bahwa hidup ini rasanya sulit, penuh dengan beban, dan ingin bahagia saja susah, merasa bahwa masalah dalam hidup kok rasanya tidak beres-beres yaa... Ternyata tidak sebagian para pembaca saja yang relate dan merasakannya, namun semua orang merasakannya termasuk saya sendiri, karena kita semua adalah makhluk hidup. Hidup penuh dengan perjuangan, baik bagaimana berjuang berada di posisi atas, berjuang untuk senang, maupun berjuang saat kita berada di bawah. Semua orang bisa melewati rintangan dan kesulitan yang ada dalam hidup jika memiliki kemampuan resiliensi. 

Kemampuan seseorang untuk menghadapi, mengatasi, bangkit, dan bahkan mampu berubah  dalam menghadapi kesulitan disebut dengan resiliensi. Dapat didefinisikan sebagai kemampuan coping stres dan sesuatu yang mencerminkan kualitas seseorang dalam tumbuh dan berkembang di situasi-situasi sulit. Resiliensi adalah kemampuan yang penting untuk dimiliki oleh setiap manusia, karena dengan resilien yang baik maka akan membuat seorang individu memiliki sumber daya dengan bertindak, mengelola, beradaptasi dan pulih dalam menghadapi dan setelah situasi buruk (Madsen dkk., 2019).

Berdasarkan hasil riset Dr. Bagus Takwin, M.Hum, Ketua Labiratorium Cognition, Affect & Well-Being, Fakultas Psikologi UI, resiliensi orang Indonesia perlu peningkatan karena masih dala taraf yang belum maksimal, cenderung tidak tahan terhadap tekanan atau rasa sakit serta cenderung pesimis melihat masa depan ketika mengalami situasi menekan yang membuat mereka terpukul. Kita ketahui bersama bahwa be resilience adalah aspek penting yang harus dipegang dalam keadaan mengancam, Dr. S.R Pudjiatu, M.Si, Psikologi (Dosen F.Psi UI) menyampaikan bahwa untuk membangun resiliensi dapat dimulai dengan megenal aspek karakteristik internal dan eksternal diri sendiri. Harus mampu mengenal  kelebihan dan kekurangan diri who am i?, lalu mengenal kualitas hubungan dengan orang lain what i have?, what can i do?, sehingga seseorang mampu mengenali kapasitas dirinya secara realistik.

Ketika seseorang mampu dan berusaha untuk mengurangi kerentanan psikologis saat menghadapi berbagai resiko dari lingkungan, kemudian mampu menghasilkan kebaikan di saat kondisi penuh resiko dengan cara mengatasi stres dan menghadapi sesuatu yang tidak menguntungkan dengan baik, (Rutter, 2012) hal tersebut mencerminkan bahwa individu memiliki kemampuan resiliensi yang baik. Sebaliknya, seorang individu apabila mengalami peristiwa yang tidak menyenangkan, disebut sebagai individu yang tidak resilien jika tidak memiliki kemampuan untuk bangkit, tidak memiliki kestabilan emosi, serta tidak memiliki fungsi fisik maupun pikologis dalam menghadapi peristiwa tidak menyenangkan tersebut (Scali, Gandubert, Ritchie, Soulier,  Ancelin, & Chaudieu, 2012). Resiliesi membutuhkan kestabilan emosi, banyak hasil riset menunjukkan bahwa jika kita tidak memiliki kemampuan mengelola atau mengatur emosi yang baik dan juga tidak memiliki kemampuan bertahan dalam kondisi yang sulit atau resiliensi itu maka kita akan memiliki kesulitan dalam menjaga dan menjalin hubungan dengan manusia yang lain.  Mereka dengan resiliensi yang baik akan memandang bahwa tuntutan yang ada dalam kehidupannya akan mampu dilakukan karena mereka memiliki adaptasi positif yang baik, tidak mudah menyerah dengan keadaan, dan fleksibel terhadap tantangan yang ada. Dikarenakan resiliensi merujuk pada interaksi yang dinamis (berubah-ubah) dan mudah menyesuaikan antara tuntutan yang dibebankan pada individu dan respons mereka selanjutnya serta adaptasi positif terhadap tuntutan tersebut (Kotzé & Kleynhans,2013; Southwick dkk., 2014). Ada beberapa faktor yang tuurt serta mempengaruhi tingkat resiliensi yang dimiliki oleh seorang individu. Terdapat faktor instrinsik dan ekstrinsik, instrinsik yaitu pola pikir yang berorientasi pada pertumbuhan, ketahanan psikologis, dan optimisme, kemudian faktor ekstrinsik yaitu dukungan sosial, sumber daya sosial ekonomi. Selain itu faktor faktor kebudayaan dan agama, interaksi sosial, dan kesehatan mental individu itu sendiri.

Yudi Kurniawan dan N. Noviza dalam penelitiannya yang berjudul Peningkatan Resiliensi pada Penyintas Kekerasan terhadap Perempuan Berbasis Terapi Kelompok Pendukung pada tahun 2017, mereka memandang resiliensi sebagai proses yang menjelaskan bagaimana individu berhasil menghadapi dan melalui traumanya, diibaratkan seperti lintasan peluru yang dapat berpengaruh terhadap banyak hal, baik peningkatan kualitas kesehatan mental atau mengurangi gejala fisik tertentu. 

How do we assess, apakah kita sudah menjadi pribadi yang resilience atau belum, terdapat sepuluh ciri yang dimiliki individu yang resilien dalam menghadapi suatu masalah (Yudi & Noviza, 2017) : (1) Memiliki kemampuan dalam memandang masalah sebagai tantangan bukan sebaliknya yaitu sebagai hambatan, (2) Menghadapi masalah dengan stress positif bukan dengan sstres negatif, (3) Melihat permasalahan dari beragam perspsektif, (4) Mampu berkomunikasi secara efektif, (5) Menerima diri sendiri dan orang lain, (6) Mengakui dan menerima kesalahan sebagai bagian dan proses kehidupan, (7) Menghargai suatu keberhasilan, mengapresiasi dan bangga atas usaha yang sudah dilakukan sampai titik ini, (7) Mengembangkan kedisiplinan dan self control yang baik, (8) Menjaga gaya hidup resilien, (9) Selalu melakukan upaya-upaya resilien, (10) Menjaga hubungan interpersonal dan menunjukkan kasih sayang terhadap diri sendiri dan orang lain.

Lantas how to become someone with resilience? Tips untuk membentuk diri yang tangguh, dimulai dari mindset. Dapat diterapkan dengan cara helicopter view, melihat masalah dari sudut pandang helicopter view, ketika kita sedang berada di atas kemudian melihat masalah kita ternyata hanya sekecil ini, kemudian muncullah rasa bersyukur. Melalui helicopter view ini kita juga bisa mengenali diri kita, posisi kita dimana dan seperti apa perasaan dan persepsi masalah yang sedang kita alami. Kemudian yang kedua adalah mencari tujuan hidup, sehingga dengan rasa syukur tadi kita mengetahui bahwa sebenarnya perjalanan hidup kita masih panjang, tujuan kita masih di depan, sehingga kita bisa merajut lagu strategi-strategi baru untuk melanjutkan langkah lagi kedepannya, setelah melakukan recovery itu tadi, kita juga butuh melakukan eksperimen. Melakukan beberapa upaya-upaya nyata untuk bangkit sebagai manifestasi strategi langkah ke depan menuju tujuan, yang terakhir setelah eksperimen adalah menerima perubahan atau acceptance, acceptance adalah sebuah proses yang tidak mudah namun juga tidak sulit. Untuk melakukan ini bisa dengan cara kita merefleksikan diri sendiri dan tanyakan kepada diri sendiri, apakah diri kita sudah mampu menerima perubahan? apakah diri kita sudah terintegrasi menajdi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya? mengajak diri sendiri belajar bahwa ada sesuatu yang bisa kita ambil dari hikmah semuanya, jadikan momen sulit dalam hidup kita adalah momen perubahan dalam hidup yang membuat kita terus mau belajar dan berusaha mengembangkan diri. 

Where there is love, there is life, -Mahatma Gandhi

Jangan lupa hidup dengan cinta, dan cintai hidup kita 

Aldera Jean Pramudita (Mahasiswa Psikologi UIN Walisongo Semarang)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun