Mohon tunggu...
ROCHADI TAWAF
ROCHADI TAWAF Mohon Tunggu... Dosen -

Dosen Fapet Unpad

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sisi Buram Pendidikan Kita

17 Maret 2015   11:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:32 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Berdasarkan berbagai fenomena yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir ini, kini saatnya kita melakukan kontemplasi dan introspeksi mendalam terhadap dunia pendidikan yang tengah berjalan. Pendidikan yang dimaksud tidak hanya pendidikan formal dibangku sekolah tapi juga pendidikan informal yang terjadi disekitar kita. Kemudian, kita lihat apa yang terjadi dengan produk-produk pendidikan yang di negeri ini. Kita bisa lihat dengan kasat mata; korupsi masih menjadi trending topik dan marak terjadi dimana-mana, kekerasan perampokan begal, kasus narkoba yang melanda seluruh lapisan masyarakat, kekerasan dan kejahatan seksual pun masih terjadi pada anak-anak, kasus pencurian karya orang lain atau plagiarisme juga masih tampak dilakukan di lembaga pendidikan tinggi dan masih banyak lagi produk pendidikan di negeri ini yang sangat memprihatinkan.

Rasa prihatin atas situasi produk pendidikan yang berkembang berkaitan dengan “kasus pencurian” pada akhir-akhir ini, sehingga memunculkan pertanyaan;  layakkah bangsa ini disebut sebagai “bangsa maling atau pencuri ??”. Mengapa demikian, fenomena yang terjadi selama ini tentunya merupakan indikasi yang menunjukkan bahwa perilaku masyarakat kita boleh jadi diidentifikasi kearah itu. Misalnya pada kasus pencurian listrik yang masih marak dilakukan oleh masyarakat sehingga perusahaan lisrik negara mengalami kerugian puluhan milyar; Pencurian air ledeng yang dikelola oleh perusahaan daerah air minum; pencurian timbangan dalam perdagangan; penggunaan badan jalan oleh pedagang kaki lima; penggunaan jalan oleh para pengendara motor khususnya; pencurian hak cipta atau paten, misalnya produk seni, musik; produk asesori, pakaian, tas dan banyak sekali kita temukan semua produk yang ada disekitar kita, hampir sebagian besar berasal dari pencurian hak cipta atau paten. Semua hal tersebut sudah dianggap biasa. Sampai-sampai banyak istilah “jelek” tersebut masuk dalam kamus istilah yang sudah dianggap sangat biasa, seperti kata “mencuri start”, “mencuri perhatian”, “mencuri angka” dan sebagainya. Oleh karenanya, kita juga tidak merasa aneh jika melihat seorang terdakwa kasus korupsi masih bisa tersenyum dan tertawa di tengah masyarakat yang mencibirnya.

Disisi lainnya, menurut badan pengawas korupsi Transparency International dalam laporannya, bahwa badan ini telah menempatkan Indonesia di urutan 114. Peringkat korupsi ini semakin menunjukan kelas Indonesia dalam kancah korupsi di dunia International yang sungguh membuat miris. Korupsi di negeri ini memang sudah sampai ditingkat dan level emergency (kompasiana, 2014). Selanjutnya, menurut KPK (2014) bahwa jumlah kasus atau perkara korupsi di KPK telah meningkat hampir dua kali lipat di tahun 2013, yaitu dari 49 perkara di tahun 2012, menjadi 70 perkara di tahun 2013

Tidak kalah memprihatinkannya pada kasus pendidikan bagi anak-anak sekolah yang terjadi akhir-akhir ini. Ternyata sistem pengawasan ujian nasional yang dilakukan oleh pemerintah sangat super ketat. Soal ujian nasional dikawal polisi, menurut berita di Jember sebelum ujian dimulai, sejumlah panitia ujian didampingi aparat Kepolisian melakukan razia telepon seluler (ponsel) para murid di depan ruangan, dan dua hingga empat orang anggota Kepolisian Resor Jember berpakaian preman dan berseragam, juga disiagakan di 350 sekolah tempat ujian dilaksanakan. Bahkan, peserta ujian yang ke kamar kecil atau toilet pun dikawal polisi dan pengawas ujian. Sudah separah inikah bangsa kita memperlakukan para pelajar?. Sepertinya pemerintah sudah sangat tidak percaya lagi kepada anak bangsanya sendiri. Ataukan memang, dalam sistem pendidikan kita sudah seharusnya memperlakukan anak-anak kita seperti ini??? Sedemikian parahnya sistem pendidikan bangsa ini? lebih-lebih jika kita amati kasus plagiarisme yang melanda pendidikan tinggi.  Paling tidak ada lima kasus yang paling menghebohkan secara nasional yang dilakukan oleh para insan akademik (dosen) di beberapa perguruan tinggi ternama beberapa tahun terakhir ini.

Kiranya semua fenomena produk pendidikan yang terpublikasi luas tersebut merupakan indikator sisi buram sistem pendidikan nasional. Sungguh, kita harus segera keluar dari situasi ini, jika tidak maka kita akan teggelam dalam situasi negera yang sangat terkebelakang bukan lagi negara yang sedang berkembang. Oleh karenanya, menjadi tugas kita semua bersama pemerintahan baru Jokowi dengan kabinet kerjanya untuk mengurangi atau berupaya menghilangkan stigma “bobroknya produk pendidikan nasional” ini.

Menurut hemat penulis sebenarnya yang paling mendasar adalah, saat ini kita telah kehilangan “role model” tentang teladan bagaimana, moral agama, pendidikan dan budaya dapat tumbuh berkembang secara bersama dalam tatanan kehidupan masyarakat secara konsisten, karena sistem pendidikan formal pada kasus ini bersifat “given”. Saat ini, kita lebih sering disuguhi realita kehidupan tokoh masyarakat yang tidak mendidik masyarakat. Kita perlu contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan pendidikan non formal bagi masyarakat. Pendidikan non formal ini jauh lebih ampuh ketimbang pendidikan formalnya. Melalui contoh dari ketokohan masyarakat sebagai role model yang memiliki “keberanian bertindak dan penegakkan hukum yang berlaku secara konsisten”. Kiranya, tokoh-tokoh pemimpin bangsa masa kini dan masa depan  dengan ketokohannya harus mampu memperbaiki citra buram produk pendidikan di negeri ini……

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun