Mohon tunggu...
RSID
RSID Mohon Tunggu... Lainnya - -

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Bawah Cakrawala Mimpi

9 Oktober 2024   12:39 Diperbarui: 29 November 2024   08:11 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“Terima kasih kepada semua yang telah mendukung saya,” Senja berkata dengan suara bergetar. “Terutama untuk orang tua saya yang telah percaya pada mimpi saya.”

“Dan untuk semua yang masih ragu mengejar passion, ingatlah bahwa tidak ada yang tidak mungkin jika kita berani bermimpi dan bekerja keras untuk mewujudkannya.”

Tepuk tangan riuh memenuhi ruangan. Senja tersenyum lebar, merasa bahwa ini adalah awal dari petualangan barunya dalam dunia sastra Indonesia.

Setelah peluncuran novelnya, karier Senja sebagai penulis semakin berkembang. “Tinta di Atas Kertas Kosong” mendapat sambutan hangat dari para pembaca dan kritikus sastra. Dan dalam waktu singkat, novelnya masuk dalam daftar best seller nasional.

Senja mulai diundang ke berbagai acara literasi, talkshow, dan festival buku di seluruh Indonesia. Ia juga mulai menulis artikel di sebuah majalah sastra terkemuka. Namanya kini dikenal luas sebagai salah satu penulis muda berbakat di Indonesia.

Meski sibuk, Senja tidak pernah melupakan tempat ia berasal. Ia sering mengadakan workshop menulis gratis untuk siswa-siswa SMA dan mahasiswa, terutama di daerah-daerah yang kurang terjangkau. Ia ingin membagikan pengetahuan dan pengalamannya, serta menginspirasi generasi muda untuk berani mengejar mimpi mereka.

Lima tahun setelah novel pertamanya terbit, Senja telah menerbitkan tiga novel lainnya, yang semuanya mendapat sambutan baik. Ia juga mulai dikenal di kancah internasional setelah salah satu novelnya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan diterbitkan di beberapa negara.

Suatu hari, Senja menerima sebuah undangan istimewa. Ia diminta untuk menjadi pembicara utama dalam sebuah konferensi sastra internasional di London. Dengan penuh semangat, Senja menerima undangan tersebut.

Di hari konferensi, Senja berdiri di podium, memandang ratusan wajah dari berbagai negara yang hadir untuk mendengarkannya. Ia teringat kembali akan perjalanannya dari seorang gadis yang ragu-ragu memilih jurusan Sastra Indonesia, hingga menjadi penulis yang karyanya dibaca di berbagai penjuru dunia.

“Sastra bukan hanya tentang kata-kata,” Senja memulai pidatonya.

“Sastra adalah jembatan yang menghubungkan jiwa-jiwa, melampaui batas bahasa dan budaya. Melalui sastra, kita bisa melihat dunia melalui ribuan mata yang berbeda.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun