Di sela-sela pekerjaannya sebagai editor, Senja terus menyempurnakan novelnya. Ia menghabiskan malam-malamnya untuk menulis dan merevisi, berharap suatu hari nanti karyanya bisa diterbitkan.
Suatu hari, saat sedang makan siang di kantor, Senja menerima telepon dari nomor yang tidak dikenal.
“Halo, apakah benar ini dengan Senja?” tanya suara di seberang telepon.
“Ya, benar. Ini siapa ya?” jawab Senja.
“Saya Bambang dari Penerbit Cakrawala. Kami telah membaca naskah novel Anda dan kami sangat terkesan. Kami ingin menawarkan kontrak penerbitan untuk novel Anda.”
Senja hampir menjatuhkan ponselnya karena terkejut. Ia tidak menyangka bahwa naskah yang ia kirimkan beberapa bulan lalu akhirnya mendapat tanggapan positif.
“Benarkah? Oh, terima kasih banyak!” Senja berusaha mengendalikan suaranya yang bergetar karena gembira.
Setelah panggilan itu berakhir, Senja segera menghubungi orang tuanya untuk membagikan kabar baik tersebut. Mendengar pencapaian putrinya, mereka pun merasa sangat bangga dan bahagia.
Dalam beberapa bulan ke depan, Senja sibuk mempersiapkan novelnya untuk diterbitkan. Ia bekerja sama dengan tim editor dari penerbit untuk menyempurnakan naskahnya. Proses ini memang melelahkan, tapi Senja menikmati setiap momennya.
Akhirnya, setelah penantian yang panjang, novel pertama Senja, “Tinta di Atas Kertas Kosong”, resmi diluncurkan. Acara peluncuran bukunya dihadiri oleh keluarga, teman-teman, dan beberapa tokoh sastra Indonesia.
Saat Senja berdiri di podium untuk memberikan sambutan, ia tidak bisa menahan air matanya. Ia teringat akan perjalanan panjangnya, dari seorang gadis yang penuh keraguan hingga menjadi penulis novel yang karyanya diterbitkan.