Mohon tunggu...
Riski Rosalie
Riski Rosalie Mohon Tunggu... Freelancer - Listen, Keep, Write it Down

Sastra

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Anak Baru Jadi Tukang Fotokopi?

15 April 2021   21:15 Diperbarui: 15 April 2021   21:47 624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selesai menamatkan studi dan meraih gelar sarjana bukanlah perhentian dari perjalanan yang berbatu. Setelah lulus dan memperoleh gelar sarjana, masih ada status pengangguran semu yang langsung melekat pada diri seorang fresh graduate. 

Setelah sekian lama mencari dan melamar pekerjaan di sana-sini, akhirnya ada juga lamaran yang diterima. Apakah itu sudah selesai? Tentu tidak. Perjalanan berbatu masih berlanjut. 

Status fresh graduate sering menjadi label yang memberatkan bagi seorang karyawan baru di suatu instansi. Sering kali anak baru diremehkan kompetensinya oleh karyawan senior. Diskriminasi terhadap anak baru bukan hal yang jarang kita dengar kasusnya. 

Dari beberapa cerita teman-teman saya yang pernah saya dengar, ada beberapa di antara mereka yang dibebankan tugas-tugas yang sebenarnya bukan jatah bagi dirinya sebagai karyawan baru oleh para karyawan senior. Ada pula yang diberikan tugas-tugas remeh, seperti disuruh untuk memfotokopi, membaut kopi, dan hal-hal yang bukan jobdesc-nya.  

Diskriminasi terhadap anak baru oleh karyawan senior di kantor seperti sebuah perputaran atau siklus kembang biak. Karyawan senior dulunya juga anak baru yang mengalami hal serupa. 

Setelah cukup lama berada di instansi tersebut dan hadir anak baru, ia seolah naik menjadi karyawan senior, lalu melakkan hal yang pernah dialaminya dulu sebagai anak baru kepada juniornya di instansi tersebut. Hal ini menjadi semakin menjadi-jadi kala ia yang membawahi anak baru tersebut. Begitulah selanjutnya akan terjadi regenerasi kacung di dalam dunia kerja terhadap anak baru. 

Tapi tidak semua instansi terdapat budaya mengacungi anak baru. Ada pula teman-teman saya, bahkan termasuk saya sendiri yang tidak dikacungi oleh karyawan senior meski titel kami adalah seorang fresh graduate. 

Semenjak wawancara hingga di hari pertama kerja tak sekalipun pernah saya alami adanya senioritas. Atmosfir kerja di tempat saya bekerja di sejumlah tempat selama ini, beruntungnya saya berekanan dengan orang-orang profesional sekaligus bersahabat. 

Bagi yang dikacungi oleh karyawan-karyawan seniornya, ketahanan mental selama bekerja memang harus ditebalkan. Bahkan bermuka tebal pun kadang diperlukan agar indimidasi dari karyawan senior tidak terlihat, sehingga mereka yang memang dengan sengaja berniat untuk mengintimidasi tidak terpuaskan dengan apa yang diperbuatnya. Seiring berjalannya waktu, dengan masa kerja yang sudah cukup pula, work flow yang akan dijalani akan menjadi yang sebagaimana mestinya. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun