Disrupsi era 4.0 membuat perubahan dunia industri bergerak ke arah digitalisasi. Hal ini bukan berarti penghilangan mode offline, tapi layanan offline merambah ke online.Â
Kebiasaan mode klasik bergeser menjadi cara yang katanya lebih efisien dalam penggunaan. Semua menjadi mudah hanya dengan ponsel di tangan. Misalnya saja dalam mencari dan membeli makanan, lewat ponsel sudah beres.Â
Pada era sebelumnya orang-orang mencari referensi kuliner lewat artikel blog sejumlah food blogger, atau lewat referensi pin restoran di google maps.
Ada pula restoran yang menyediakan layanan pemesanan via telepon ataupun secara online. Kini upgrade gaya mencari dan memesan makanan dikembangkan oleh sejumlah pengembang teknologi. Sebut saja ada gojek dengan layanannya gofood, atau grab dengan layanannya grab food.Â
Kedua pengembang tersebut sejatinya merupakan layanan penghubung antara driver sebagai mitra kerja dengan masyarakat sebagai pengguna jasa/layanan. Lambat laun layanan terus dikembangkan, hingga menyediakan layanan pemesanan makanan secara online lewat aplikasi di ponsel.Â
Kehadiran layanan pemesanan makanan secara online lewat aplikasi di ponsel seperti ini sangat memudahkan masyarakat dalam mencari referensi makanan dan minuman, serta memesannya lewat aplikasi tersebut. Mitra kerja pengembang akan pergi memesankan makanan tersebut dan mengantarkannya ke alamat yang ditulis oleh pemesan.Â
Lewat aplikasi juga kita bisa melihat rating dan visual dari makanan dan minuman yang tersedia dari berbagai restoran yang telah bekerja sama dengan pengembang aplikasi. Setelah memesan makanan atau minuman, kita dapat memberi raring terhadap barang restoran tersebut, juga memberi rating pelayanan driver/mitra kerja pengembang. Dengan begini akan menambah pertimbangan kita dalam memesan makanan atau minuman tersebut.Â
Namun, sebaik-baiknya manusia, ada saja persaingan bisnis. Bukan tidak mungkin ada pesaing bisnis yang sengaja memesan makanan di restoran lewat aplikasi, kemudian memberi rating buruk pada restoran tersebut.
Dengan demikian minat masyarakat untuk memesan makanan di restoran tersebut akan menurun melihat rating tersebut. Kembali lagi, sebagai pembuat keputusan kitalah yang harus bijak dalam menilai. Melihat rating sebagai penilaian tambahan adalah hal yang baik.
Namun menjadikan rating sebagai penilaian utama rasanya kurang tepat. Keputusan untuk membeli makanan atau minuman tersebut harusnya didasari karena keingingan untuk mencicipi makanan atau minuman tersebut, bukan karena tidak tahu maunya apa, lalu iseng memilih. Daripada mubazir, baiknya memesan karena hendak mencicipinya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H