Kejadian konyol berkenaan dengan review terhadap suatu brand beberapa waktu yang lalu menjadi perbincangan di jagat maya. Bukan soal pencemaran nama suatu brand oleh pereview. Bukan pula soal kasus tindak pidana maupun perdata. Hal lucu tersebut adalah tentang suatu brand yang melayangkan surat keberatan terhadap pereview atas persoalan teknis pembuatan video review tersebut.Â
Hal ini viral di media sosial. Viralnya hal ini membuat pelaku usaha yang kreatif membuat surat serupa yang diposting le media sosial akun bisnisnya. Poin-poinnya pun cukup kreatif, sehingga memberi informasi sekaligus hiburan bagi masyarakat ataupun target audiens.Â
Berkenaan dengan hal mereview, ada satu etika dasar yang patut dipegang oleh pereview, yakni pisahkan antara apa itu "review" dengan "curhat". Bukan soal metodenya, tapi muatannya. Mereview dengan gaya penyampaian curhat bisa dilakukan, bahkan ini cukup kreatif selama tahu batasan dalam penyampaian informasi.Â
Beda review dengan curhat yang saya maksud di sini adalah persoalan batasan. Mereview ialah penyampaian informasi secara jujur yang tetap mengindahkan aturan hukum. Sedangkan curhat adalah bercerita tanpa perlu memasang filter dalam penyampaiannya. Curhat bahkan bisa cenderung berisi informasi palsu dan pelanggaran terhadap aturan hukum, misalnya menjatuhkan/mencemarkan nama baik suatu brand.Â
Apa yang menjadi do dan don't dalam mereview? Sangat sederhana, yakni do profesional, dan don't curhat (curhat secara harafiah).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H