Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sang Penenun

10 Oktober 2014   14:37 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:37 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo : National Gallery of Australia

[caption id="" align="aligncenter" width="200" caption="Photo : National Gallery of Australia"][/caption]

Sejak diberitakannya di The Australian koran nasional Australia, Sang Penenun (The Bronze Weaver) telah menjadi topik hangat pembicaraan dunia. Sang Penenun adalahpatung perunggu seorang ibu yang sedang menyusui anaknya dengan alat tenun di pangkuannya.

Menurut pemberitaan tersebut, pada tahun 2006 National Gallery of Australia membeli sebuah patung perunggu yang berukuran tinggi 25,8 cm kedalaman 22,8 cm dan lebar 15,2 cm yang berasal dari Flores dan telah berumur 1400 tahun seharga US$4 juta dari seorang kolektor pribadi di Swiss.Berdasarkan laporan tersebut pembelian patung ini berpotensi dapat mempertaruhkan hubungan Indonesia Australia karena patung tersebut merupakan benda purbakala Indonesia yang dilindungi.

Siapakah Sang Penenun sebenarnya?

Berdasarkan publikasi dari Ruth Barnes dari Asmolean Museum, Oxford, UK yang diterbitkan di Oxford Asian Textile Group Newsletter No 37 Juni 2007, diperkirakan patung perunggu ini dibuat antara tahun 556-596 AD. Patung mungil ini dinilai sangat unik karena menggambarkan sejarah perkembangan teknik menenun.Tergambar secara rinci baris dan lajur benang tenun dan juga motif tenun khas Flores pada alat tenun yang ada dipangkuannya. Disamping itu,kombinasi tahun pembuatan dan juga bahan pembuatan patung ini membuat Sang Penenun semakin unik dan berharga sehingga pada tahun 2006 dinobatkan sebagai “ Master Piece of the 6th Century of Indonesia Sculpture” oleh National Gallery of Australia.

Keberadaan Sang Penenun sebenarnya sudah dikenallebih dari 30 tahun yang lalu berdasarkan publikasi dari Marie Jeane (Monnie) Adams di Asian Perspective (volume 22 tahun 1977) akan tetapi baru diterbitkan pada tahun 1979. Pada saat itu Monnie berpendapat bahwa Sang Penenun adalahmilik salah satu suku di Flores dan memiliki kesamaan dengan karakteristik ukiran kayu yang merupakan bagian dari budaya asli Indonesia yang tidak tersentuh oleh budaya India.

Padatahun 1977,Sang Penenun pernah difoto dalam pelukan seorang wargaLarantuka Selatan. Selanjutnya pada tahun 1996 foto tersebut diterbitkan dalam sebuah buku yang berjudul Fragile Trad­itions, Indonesian Art in Jeopardy, karyaPaul Michael Taylor, yang sekarang adalah Direktur the Smithsonian’s Asian Cultural History Program.

Dari lokasi yang ditunjukkan oleh Monnie di artikelnya selanjutnya pada tahun 1982 Ruth Barnes melakukan penelitiannya di Flores Timur, Solor dan Lembata.Pada saat melakukan penelitian lapang Ruth Barnes menemukan fakta bahwa Sang penenunmenghilang dari desa tempat asalnya dan sudah berada di pasar antik internasional.Rumor tentang lenyapnya sang Penenun sebenarnyatelah beredar di Jakarta pada tahun 1982.Beberapa saat kemudian, tepatnya tahun 1984, Sang Penenun berada diLaboratory of Archaeology and the History of Art, Oxford Research Laboratory untuk ditentukan tanggal pembuatannya.

Sang Penenun walaupun memiliki ukuran yang relatif kecil, akan mengundang decak kagum bagi orang yang melihatkan karena akan membawa angan kita kembali ke kehidupan pada abad ke 6.Sang bayi yang tidak diketahui jenis kelaminnya ini tengah menyusu pada ibunya sambil memegangbaju ibunya. Celana yang dipakai oleh Sang Penenun panjangnya hanya sedikit di bawah lutut yang merupakan ciri khas pakaian wanita di daerah terpencil di Indonesia terutama di Kalimantan.Kalung yang dipakai Sang Penenun cukup sederhana dengan anting besar dan memakai pakaian tradisional setempat.

Alat tenun sederhana yang digunakan Sang Penenun masih dapat kita jumpai di daerah terpencil di kawasan Asia Tenggara.Berdasarkan analisa pakar dari National Gallery of Australia tampaknya pembuat patung ini sangat mengetahui teknik menenun, sehingga alat tenun yang ada dipangkuan Sang Penenun dibuat demikian akuratnya.Fakta ini menunjukkan bahwa teknik menenun yang ada di Flores sudah ada sejak jaman perunggu.Berdasarkan detail postur tubuh patung tersebut, diduga pembuat patung ini adalah seorang laki-laki.

Kurator di National Gallery of Australia berpendapat bahwa Sang Penenun merepresentasikan seni spesifik gender dari jaman animisme di kawasan Asia Tenggara di mana logam dan tekstil, sebagaimana aspek budaya lainnya, menggambarkan jagat rayaganda dimana nenek moyang dipercayai berpasangan. Dalam ritual yang berhubungan dengan kemakmuran dan kelangsungan hidup di tengah ketidakpastian dunia, kombinasi elemen laki-laki dan perempuan dianggap menguntungkan dan produktif .

Pada era tersebut karakteristik patung laki-lakidigambarkan sebagai figur yang keras tegas dan tajam dengan warna lebih cerah cerahdan terkait dengan kegiatan di luar rumah. Hal ini sangat berbeda dengan gambaran patung perempuan yang digambarkanlebih sejuk, halus, lembut , berwarna gelap dan lebih banyak melakukan aktivitasnya di rumah . Para pakarseni visual berpendapat bahwa Sang Penenun mengambarkanteknik lebur logam yang sangat tinggi yang digambarkan dengan kelenturan dan kelembutan pakaian yang dikenakannya dan kain yang sedang ditenunnya.

Tidak bisa disangkal lagi terkadang kejujuran ilmiah baik yang diterbitkan dalam bentuk tulisan di jurnal maupun buku yang memuat benda-benda purbakala warisan bangsa dapat sangat bermanfaat sebagai bentuk konservasi informasi budaya. Di lain pihak publikasi ini apalagi mencantumkan lokasi dimana benda budaya tersebut berada dapat pula sebagai awal dari petaka karena dapat digunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab untuk mencuri dan memperdagangkannya.

Akankah Sang Penenun yang sangat unik inidapat kembali ke pangkuan pertiwi?

Tulisan ini telah diberitakan di Detik.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun