Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Jual Beli Ijazah Marak Kembali?

20 Mei 2015   14:14 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:47 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
photo: http://diplomafraud.com/

[caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="photo: http://diplomafraud.com/"][/caption]

Dalam beberapa hari ini media dihebohkan dengan pemberitaan jual beli gelar. Keberadaan ijasah palsu memang seperti penyakit kronis.Timbul dan tenggelamnya kasus ijasah palsu sangat tergantung dari upaya pihak berwenang untuk membasmi praktek jual beli ijasah palsu.Jika kasus ini marak diberitakan, maka pelakunya akan tiarap sesaat sambil menunggu situasi reda selanjutnya akan muncul kembali seperti jamur di musim hujan.

Mengapa hal ini dapat terjadi ? mengapa praktek jual beli ijasah palsu tidak dapat dibasmi tuntas? Faktor pertama yang menyebabkan maraknya jual beli ijasah palsu adalah faktor permintaan yang tinggi.Permintaan yang tinggi ini terkait dengan lebih dihargainya ijasah dalam arti selembar kertas dibandingkan dengan kemampuan akademis penyandang gelar tersebut.Tidak jarang kita mendengar ucapan bahwa seseorang dengan menyndang gelar doktor kok tingkah laku dan kemampuan analisanya sangat dangkal dan tidak seperti layaknya seorang doktor.

Tengok saja ketika menulis CV setelah informasi tentang nama, tempat dan tanggal lahir dan pekerjaan saat ini langsung ada riwayat pendidikan.Mengapa pengalaman dan prestasi kerja tidak didahulukan? Jawabannya mudah sekali karena begitu melihat seseorang sudah mendapatkan gelar sarjana, master dan doktor langsung diasosiasikan bahwa yang bersangkutan memiliki kemampuan sesuai dengan gelar yang didapatnya.

Faktor kedua yang menyebabkan mengapa praktek jual beli ijasah ini marak adalah hukuman yang sangat ringan bagi pelakunya.Hukuman yang diberikan kepada penjual apalagi pembeli ijasah tidak pernah memberikan efek jera.

Faktor ketiga yang mungkin khas berhubungan dengan PNS adalah tidak pernah dibedakannya bobot gelar yang diperoleh antara universitas antah berantah dengan universitas yang memiliki reputasi akademis baik.Dalam kasus ini para pembeli ijasah tidak akan pernah perduli akan kemampuan dan juga rasa malu, karena ijasah yang didapatkan dari membeli tetap akan diakui untuk kenaikan pangkat.

Ada dua macam yang terkait dengan jual beli ijasah ini, yaitu pertama adalah ijasah palsu, dalam arti yang besangkutan tidak pernah mengikuti kegiatan akademik sama sekali dan mendapat ijasah dengan membayar sejumlah uang akan mendapat ijasah.Dalam kasus pertama ini relatif mudah untuk mendeteksinya dengan cara menghubungi universitas yang ijasahnya dipalsukan dan mencocokkan keaslian ijasahnya dengan pihak universitas. Jika hal ini dilakukan kebanyakan kasus pemalsuan ijasah ini akan ketahuan.

Macam kedua yang lebih sulit untuk mendeteksinya adalah ijasah nya asli tapi palsu alias aspal.Ijasah aspal dimungkinkan dikeluarkan secara resmi oleh universitas yang bersangkutan, tapi mahasiswanya diberikan kemudahan sedemikian rupa sehingga hampir tidak pernah mengikuti kegiatan akademik.Kerjasama yang saling menguntungkan inilah yang membuat kasus ini sulit dibongkar.Jika diselidiki, maka semua dokumen pendukungnya ada karena memang “dibuatkan” oleh universitas yang bersangkutan.Ijasah, transkrip dan bahkan thesisnya ada.Bahkan dalam kasus yang ekstrim sampai daftar hadir ujian pun dapat diperlihatkan padahal yang bersangkutan secara kasap mata tidak pernah kuliah dan ujian.

Keagresifan sipenawar jasa ijasah aspal ini dapat dikatakan sampai pada tahap nekat.Mereka masuk ke berbagai instansi untuk menawarkan jasa perkuliahan sehabis jam kerja di tempat kerjanya.Dalam hal ini yang penting jumlah mahasiswanya mencukupi, maka program tersebut dapat dilaksanakan.Sampai pada saat tententu dengan jumlah perkuliahan yang sangat minim dan kualitas thesis yang sangat rendah, para peserta dijamin akan mendapatkan ijasah.Ijasahnya tidak tanggung-tanggu sampai master dan doktor.

Kuliah jarak jauh dan kuliah sabtu minggu merupakan modus lainnya yang memberikan kemudahan bagi mahasiswanya untuk memperoleh gelar. Tengok saja bagaimana misalnya seorang publik figure yang kita ketahui sering muncul di media tida-tiba saja suatu saat ujian dan diwisuda sebagai seorang doktor? Program doktor memerlukan olah pikir yang luar biasa karena dituntut untuk mengkreasikan pola pemikiran baru dalam bentuk kreativitas dan karya orisinal.Diperlukan rentang waktu dan konsentrasi penuh selama hampir 3-5 tahun untuk menyelesaikan program doktor jika dilakukan dengan proses yang benar.

Maraknya ijasah palsu dan aspal ini sebenarnya tidak saja terjadi di dalam negeri, namun juga terjadi di luar negeri. Kegemaran akan memperoleh gelar tanpa upaya keras inilah yang membuat banyak perguruan luar negeri yang kualitasnya ambaradul secara terang terangan menawarkan gelarnya.

Terus bagaimana cara mencegahnya? Satu-satunya benteng yang dapat mencegah seseorang membeli ijasah palsu ataupun aspal ini adalah moral dan rasa malu.Seseorang akan merasa malu dengan gelar yang diperoleh dengan cara tidak benar jika ternyata masyarakat menilainya tidak memiliki kemampuan yang sesuai dengan gelarnya.

Keberadaan praktek jual beli Ijasah palsu maupun ijasah aspal dapat diibaratkan seperti gulma. Jika ingin dibasmi habis dapat saja dengan cara memberikan zat kimia atau membakarnya.Namun demikian gulma dapat saja dibabat, namun sependek-pendeknya gulma yang dibabat jika akarnya tidak dimatikan makan dalam waktu singkat akan tumbuh kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun