Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ketawa ala Sapi Australia

10 Oktober 2014   17:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:36 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi : www.caddylakgraffix.com

[caption id="" align="aligncenter" width="209" caption="Sumber ilustrasi : www.caddylakgraffix.com"][/caption] Sapi’i seorang peternak sederhana akhir akhir ini gundah sekaligus tersenyum liar mengamatilelucon yang berhubungan gonjang ganjing daging sapi.

Angannya melayang jauh……….

Ketika dunia politik persapian di Australia dihebohkan dengan beredar dan ditayangkannya video “kekerasan” terhadap sapi, sontak serta merta hampir semua pihak di Australia mencela sekaligus mengutuk prilaku “oknum” dan “aktor” dalam video yang memperlakukan sapi dengan kasar dengan memukuli sapi sebelum disembelih.Prilaku ini dianggap melanggar “animal right”.Walhasil tanpa berpikir panjang, terbitlah kebijakan untuk menghentikan sementara ekspor sapi hidup Australia ke Indonesia.

Sapi’i pun sebagai peternak yang mewarisi keahlian beternak secara turun menurun menggelengkan kepalanya menandakan bahwa dia terheran heran melihat video tersebut.Sebagai peternak dia tau betul bahwa hal itu tidak mungkin dilakukan oleh peternak tradisional.Diapun tau betul bahwa peternak sangat menyayangi sapinya, bahkan di banyak wilayah tempat tidur peternakbersebelahan dengan kandang sapi. Sapinya dimandikan setiap hari, diperlakukan dengan penuh kasih sayang dan diberi pakan yang cukup.Terkadang peternak mengutamakan memberi pakan sapinya sebelum dirinya makan.Sapi’i tau persis bahwa menurut ilmu yang diwarisinya dari moyangnya kalau sapi dipukul dan diperlakukan kasar sebelum dipotong, maka kualitas dagingnya akan turun, sehingga merugikan peternak sendiri, karena harga jualnya menjadi lebih murah.

Betul juga, kegalauandan keheranan Sapi’i berubah menjadi senyuman sinis, ketika emosi dan keputusan sesaat berbuntut panjang.Dalam waktu singkat banyak peternakan yang secara tradisional mengekspor sapi hidupnya ke Indonesia, tidak dapat lagi melakukan kegiatan.Walaupun pada umumnya peternakan di Australia menggunakan sistem penggembalaan secara ekstensif, tetap saja biaya terus dikeluarkan untuk upah, obat obatan dan menghandle sapi sapinya.Penderitaan yang tadinya diperkirakan hanya untuk sementara saja, ternyata berbuntut panjang, sebab pihak Indonesiapun pada saat itu memberikan respon balik dengan menunda impor sapi hidupnya dari Australia.

Sapi’i pun sudah mulai tertawa sinis, bagaimana mungkin negara yang dipercayainya merupakan negara maju dan tempat orang pintar dapat bertindak reaktif seperti ini.Pada umumnya sapi hidup yang diekspor ke Indonesia memiliki bobot hidup maksimum 300 kg.Dapat dibayangkan akibat keputusan penghentian ekspor ini sapi sapi yang jumlahnya ratusan ribu ekor tersebut tertahan di padang penggembalaan dan bobot badannya terus bertambah seiring dengan berjalannya waktu.Sementara sapi sapi yang bobotnya sudah melebihi bobot badan 300 kg tidak dapat serta merta dipotong dan dagingnya masuk pasar domestik Australia.Walhasil, bagi peternak keputusan pemerintah Australia menghentikan sementara ekspor sapi hidupnya ke Australia dinilai sebagai salah satu kesalahan kebijakan terbesar yang menghantam telah rakyatnya sendiri.Banyak peternak dalam skala besar seperti di wilayah Northern Territory dan Queensland diambang kebangkrutan dan beberapa diantaranya sudah gulung tikar.

Seperti pemikiran Sapi’i yang sangat sederha, dunia ini berputar,apa yang dianggap benar saat ini dapat saja menjadi salah dikemudian hari.Betul saja, saat ini berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah Australia untuk memulihkan ekspor sapi hidupnya ke Indonesia karena menyangkut hajat orang banyak dan perekonomian Australia.

Terlepas dari “kesalahan” kebijakan penghentian ekspor sapi hidup ke Indonesia oleh Australia, sebagian besar gejolak harga daging dalam negeri merupakan masalah internal Indonesia.Pada saat ini tidak ada masalah pada suplai sapi hidup dari Australia, berapapun yang diminta oleh Indonesia akan tersedia.Dengan asumsi kran import sapi Australia mulai kembali dibuka dan dipulihkan, harga sapi hidup yang dapat ditawarkan oleh peternak Australia adalah $1,9 / kg bobot hidup dengan ongkos pengapalan sampai ke pelabuhan inti di Indonesia sebesar $0,9 / kg bobot hidup.Dengan total harga sapi hidup sebesar A$2,8 per kg bobot hidup, maka harga rata rata daging sapi di Indonesia dapat diupayakan Rp. 75.000, atau kurang.

Pertanyaannya sekarang adalah mengapa harga daging sapi tidak turun turun?Padahalpasokan daging sapi Australia yang kita perbincangkan tersebut hanya memasok tidak lebih dari 30% kebutuhan dalam negeri, karena sekitar 70%nya sudah dapat dipenuhi oleh daging sapi lokal.Anomali tata niaga daging sapi merupakan salah satu penyebabnya.Anomali ini jelas terlihatketika Bulog pada saat itu diberikan wewenang untuk mengimpor daging dalam bentuk “Secondary Cut” dari Australia sebagai salah satu upaya untuk meredam gejolah harga daging dalam negeri.Langkah bulog sebagai “orang baru” untuk masuk dalam dunia perdagingan dan tata niaga yang anomali ini rupanya tidak terlalu mulus, terbukti dengan dihantamnya bulog berbagai “isu” mulai dari lemak yang berlebih, isu kehalalan dan yang terakhir adalah isu pemberian hormon pada sapi Australia.

Pemikiran Sapi’i sebenarnya sangat sederhana, dengan ilmu tepo seliro, masalah sapi ini dapat sedikit demi sidikit dapat terurai dan diselesaikan.Denganniat dan semangat saling mengisi dan membutuhkan maka Indonesia dan Australia dapat menjalankan perannya masing masing dalam dunia persapian ini.Ibarat dua sejoli Australia dan Indonesia saling membutuhkan.Dalam jangka panjang, bantuan dari pemerintah Australia untuk membangun dan mengembangkan pembibitan sapi di Indonesia merupakan langkah strategis yang dinilai tidak akan membahayakan masa depan industri sapi Australia.Pemikiran membangun peternakan baik di Indonesia maupun di Australia dengan system permodalan bersama merupakan kunci keberlanjutan supplai daging dan keberlanjutan usaha bagi kedua negara dalam jangka panjang.Permasalahan daging sapi di Indonesia juga merupakan peluang sekaligus masalah bagi Australia jika tidak ditangani dengan bijak.

Terkadang kita harus kembali kepada pemikiran yang sangat sederhana untuk memecahkan permasalahan yang kelihatnnya sangat rumit.Filosofi tepo seliro dan saling introspeksinya Sapi’i tampaknya masih sangat relevan.

Badai itu sudah hampir berlalu….masih ada luka tersisa…Sapi’i hanya berharap masing-masing dapat mengambil hikmah.

Moo…. Sapi’i terbangun dari tidurnya dan .....kembali mengelus-elus sapi kesayangannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun