Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Indonesia Calling 1946 : Sebuah Catatan Sejarah yang Tercecer

13 Oktober 2014   15:26 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:13 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Segera setelah Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945, Waterside and Seamen UnionsdanChinese and Indian Seamen Unionsmenegaskan komitmennya untuk mendukung deklarasi Kemerdekaan ini dengan melakukan pemogokan yang dikenal dengan Black Ban untuk tidak memberikan pelayanan kepada semua kapal Hindia Belanda yang mengangkut tentara, persenjataan dan amunisi yang akan kembali ke Indonesia untuk mengembalikan pemerintahan kolonial. Sebagai dampak dari Black Ban ini sekitar 500 kapal termasuk kapal perang Belanda terlantar di pelabuhan Australia. Selanjutnya hal ini ditindaklanjuti dengan dukungan dari pemerintah Australia pada saat itu untuk Perjuangan Kemerdekaan Indonesia.


Pe
nggalan sejarah ini tertuang dalam film dokumenter dengan judul Indonesia Calling 1946 karya Joris Ivens yang dibuat hanya beberapa saat setelah terjadinya Black Ban dengan menampilkan para pelaku sejarah yang sebenarnya.

Bagi kebanyakan generasi muda Indonesia yang tidak mengalami peristiwa ini, film ini akan menggugah kembali ingatan bagaimana gigih dan berlikunya perjuangankemerdekaan Indonesia.Film ini berhasil diselundupkan kepada para pejuang kemerdekaan Indoneia pada akhir tahun 1946.Pada saat yang hampir bersamaan film ini berhasil ditayangkan di New York dan London yang berperan pentingbagi dukungan internasional terhadap kemerdekaan Indonesia.

Pada saat itu Perdana Menteri Australia Ben Chifley mengijinkan pemutaran film tersebut dan untukmengekspor film ini ke negara lain, meskipun ada suara-suara untuk melarang pemutaran film ini. Film ini akhirnya berhasil ditayangkan di Yogya pada tahun 1946.

Catatan sejarah menunjukkan bahwa Australia adalah satu-satunya negara Barat yang mendukung Perjuangan Kemerdekaan dan menggunakanpengaruhnya di PBB untuk menghentikanagresi Belanda Pertama yang membatasiwilayah negara Indonesia hanya disekitar di sekitar Yogya. Dalam agresi Belanda kedua, Yogya dan kemudianibukota Indonesia berhasil dikuasai dan Presiden, Wakil Presiden Indonesia sertaPerdana Menteri diasingkan.

Selanjutnya Australia dipilih oleh Indonesia untuk menjadi wakil dalam the Good Offices Committee di PBB, yang menegosiasikan kembalinya Yogya ke Republik dan pembebasan para pemimpinnya.

Dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan RI yang ke 70, malalui kerjasama antara Museum Benteng Vredeburg di Yogya, The Australian National Maritime Museum(ANMM) dan KBRI Canberra peristiwa sejarah ini akan ditampilkan kembali dalam bentuk pameran dan pemutaran filim dokumenter di Museum Benteng Vredeburg di Yogya dan di The Australian National Maritime Museum(ANMM) Sydney.

Pameran ini juga untuk mengingatkan kembali peristiwa sejarah tentang arti dan peran Jogya dalam sejarah perjuangan kemerdekaan RI dimana beberapa bulan setelah pendeklarasian Kemerdekaan, Sultan Yogya mengundang pusat pemerintahan Indonesia untuk dipindahkan ke Yogya, mengingat adanya ancaman terhadap para pemimpin republikdi Jakarta. Oleh karena itu, Yogya menjadi ibukota republik .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun