[caption id="attachment_393445" align="aligncenter" width="620" caption="Ratusan Aborgin melakukan protes di tengah parade peringatan Australia Day di Melbourne kemaren. Photo: http://www.theage.com.au/"][/caption]
Kemaren tanggal 26 Januari, Australia merayakan Australia Day yang merupakan hari nasional Australia. Hari ini dipilih sebagai peringatan mendaratnya kapal Inggris pertama pada 26 January 1788 di Port Jackson, New South Wales dan untuk pertama kalinya menancapkan bendera Inggris di Benua Australia. Penancapan bendera ini oleh sebagian sejarawan dianggap sebagai awal dari kolonialisasi Benua Australia yang dihuni oleh pribumi Aborigin oleh orang kulit putih.
Australia Day selalu diwarnai dengan kontroversi. Di satu sisi pendaratan kapal Inggris tersebut dianggap sebagai cikal bakal berdirinya negara Australia, akan tetapi bagi orang pribumi Australia Aborigin, hal itu dianggap sebagai awal dari penderitaan mereka yang sangat panjang.
[caption id="" align="aligncenter" width="455" caption="William Cooper aktivis Aborigin. Photo: http://profiles.arts.monash.edu.au/"]
Protes terhadap Australia Day oleh orang Aborigin pertama kalinya dilakukan pada tahun 1888 yang pada saat itu masyarakat Aborigin memboikot perayaan Australia Day. Pada tahun 1937 William Cooper yang merupakan salah satu tokoh Aborigin mencanangkanAustralia Day sebagai hari berkabung.
Harian Sydney Morning Herald pada tahun 1985 pernah menulis cerita berikut:
“…untuk merayakan Australia Day, pada tahun 1938 pemerintah membawa orang-orang Aborigin dari tempat penampungan Manindee. Mereka langsung digiring dari kereta dan dikurung di kantor polisi Redfern dan dijaga oleh anjing. Pada tanggal 26 Januari 1938, mereka yang memakai pakaian dari daun tersebut digiring oleh prajurit Inggris di bawah todongan bayonet dan disuruh ikut parade untuk merayakan Australia Day. Keesokan harinya mereka dikirim kembali ke tempat penampungan di Darling River……..”
[caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Protes itu masih terus berlanjut. Photo: http://www.abc.net.au/"]
Pada tahun 1988 dalam peringatan 200 tahun Australia Day, sebanyak 40 ribu Aborigin dan simpatisan dari seluruh Australia melakukan protes bentuk longmarch atas nama orang Aborigin yang berhasil selamat dari tragedi sejarah dan melakukan tebar bunga di laut.
Seorang wanita Aborigin yang bernama Nakiah Lui menceritakan bagaimana penderitaan keluarganya yang hanya berjarak 4 generasi sebelumnya yang harus meninggalkan kampung halamannya akibat invasi orang kulit putih. Saat itu nenek buyutnya berhasil selamat dari pembunuhan massal. Kakek buyutnya dipaksa untuk mengikuti misi militer setelah ayahnya meninggal dan tidak diperbolehkan pulang ke kampung halamannya.
Kakeknya dihadiahi kalung anjing sebagai tanda penghormatan setelah pulang dari tahanan Perang Dunia II. Ibunya didorong untuk tidak menyelesaikan pendidikannya di sekolah menengah atas karena dia adalah seorang Aborigin.
Bagi sebagian masyarakat Aborigin, Australia Day dianggap sebagai hari berkabung untuk memperingati korban pembunuhan massal kaum Aborigin, korban pengusiran dari kampung halaman, korban pemaksaan hidup di tempat penampungan serta korban yang meninggal karena melakukan perlawanan.
Mereka juga berkabung atas dampak pembunuhan massal dan kolonialisasi yang masih terasa sampai saat ini. Banyak Aborigin yang meninggal dalam usia muda, jumlah anak-anak telantar yang meningkat, jumlah penghuni penjara yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan masyarakat Australia lainnya, serta pelanggaran human right orang Aborigin.
Ratusan simpatisan Aborigin ini kemaren melakukan protes dengan menunjukkan aksi teatrikal pada saat pelaksanaan parade peringatan Australian Day di Melbourne kemaren. Mereka membawa bendera Aborigin sambil meneriakkan, “… tanah ini akan selalu menjadi milik Aborigin!...milik kami !...”
Tampaknya luka lama itu masih membekas sangat dalam walaupun pemerintah saat ini telah melakukan berbagai perbaikan dan mengakui tragedi kemanusiaan masa lalu tersebut sebagai bagian dari sejarah kelam Australia.
Sumber:
1. The Guardian
2. Sydney Morning Herald
3. The Age Victoria
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H