Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Apakah Pak SBY Mengalami Post Power Syndrome?

20 Januari 2015   15:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:46 502
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Photo: http://dimmidi.com/getimage.php?url=http://www.bbc.co.uk/"][/caption] Psikolog Agustine Dwiputri dalam rubrik tanya jawabnya di KOMPAS Kesehatan menjelaskan bahwa post power syndrome gejala psikologis yang cenderung bersifat negatif yangumumnya terjadi pada orang yang tadinya memiliki kekuasaan atau jabatan dan sekarang tidak lagi memilikinya. Gejala umum post power syndrome meliputi perasaan kecewa, bingung, kesepian, ragu-ragu, putus asa, ketergantungan, kekosongan dan kerinduan.Sering kali gejala ini disertai dengan perasaan menurunnya harga diri, merasa tidak lagi dihormati dan terpisah dari kelompok. Kebanyakan gejala ini terjadi pada orang yang baru saja menjalani masa pensiun akibat minimnya persiapan mental bahwa pensiun itu secara alamiah harus dialami dan dijalani. Bagi orang yang dapat menerima masa pensiun sebagai sesuatu yang alamiah, maka dia kan terhindar dari post power syndrome ini karena dia bahagia telah menyelesaikan tugas dan pengabdiannya dengan sukses dan lancar. Sebaliknya bagi yang tidak bisa menerima kondisi pensiun ini maka dia akan mengalami ketidakpuasan dan kekecewaan yang luar biasa karena semua kekuasaan dan jabatannya telah dirampas oleh orang lain. Bagaimana tidak, dia merasa sangat terhormat pada saat memiliki pangkat dan jabatan.Di mana-mana orang seolah-olah berebut menghormati dan melayaninya.Pada saat dia tidak lagi menjabat semuanya  berpaling dan mencibirnya. Menurut Agustine gejala yang muncul biasanya meliputi : 1. Gejala fisik,seperti tampak kuyu, terlihat lebih tua, tubuh lebih lemah, sakit-sakitan. 2. Gejala emosi, seperti mudah tersinggung, pemurung, senang menarik diri dari pergaulan, atau sebaliknya cepat marah untuk hal-hal kecil, tak suka disaingi dan tak suka dibantah. 3. Gejala perilaku, seperti menjadi pendiam, pemalu, atau justru senang berbicara mengenai kehebatan dirinya di masa lalu, senang menyerang pendapat orang, mencela, mengkritik, tak mau kalah, dan menunjukkan kemarahan baik di rumah maupun di tempat umum. Pak SBY memang sering mengeluh dan curhat pada saat masih menjabat sebagai presiden, akan tetapi beberapa keluhan Pak SBY selepas tidak menjadi presiden menarik untuk dianalisa. Mari kita simak beberapa dua pernyataan Pak SBY berikut:

1.Perbincangan Jokowi dengan SBY pada saat bertemu di istana tanggal 8 Desember 2014 lalu. Terungkap “keluhan” Pak SBY bahwa Jakarta macet. “biasanya dari Cikeas lancar, sekarang macet”….

2.Berita di Kompas pagi ini yang berjudul “SBY kaget dengar ada isu “pembersihan” dalam pemerintahan Jokowi.

Pernyataan pertama menunjukkan bahwa Pak SBY selama ini mungkin tidak sadar bahwa perjalanan Cikeas-Istana yang beliau tempuh selama masih menjabat sebagai presiden lancar karena adanya pengawalan yang membersihkan jalan dari kemacetan. Jika saja beliau sekali-kali pada saat menjabat sesekali menyelinap sebagai rakyat biasa mengendari mobil di jalur yang biasa beliau lewati dan menyuruh pengawalnya seperti biasa membersihkan kemacetan, maka pastilah beliau akan merasakan betapa kesalnya rakyat biasa ketika mau ke kantor ataupun sudah capek pau pulang rumah disuruh berhenti oleh rombongan presiden yang mau lewat dalam waktu yang cukup lama. Pernyataan kedua yang tulisan Pak SBY di Facebook nya tanggal 18 Januari 2015 yang disitir oleh Kompas sebagai berikut: ……. Di tengah-tengah situasi politik yang menghangat saat ini, saya juga mendengar sejumlah isu, mungkin juga 'provokasi', yang bisa memecah belah di antara kita semua. Termasuk antara Presiden Jokowi dengan saya. Diisukan bahwa yang tengah dilakukan sekarang ini adalah pembersihan 'orang-orang SBY', baik di jajaran TNI, Polri, maupun aparatur pemerintahan," "Saya terhenyak," "Apa salah dan dosa mereka? Pengangkatan para pejabat di jajaran TNI & Polri ada mekanismenya," "Kalau hal itu terjadi, bagaimana pula nanti jika Presiden baru pengganti Pak Jokowi juga melakukan 'pembersihan' yang sama," "Jenderal Polisi Sutarman dipersepsikan sebagai orangnya SBY dan Komjen Budi Gunawan sebagai orangnya Ibu Megawati. Untuk diingat, kalau Pak Budi Gunawan dinilai dekat dengan Ibu Megawati karena mantan ADC (ajudan)-nya, maka Pak Sutarman adalah mantan ADC Gus Dur. Bukan mantan ADC SBY," "Di era saya, perjalanan karier Komjen Budi Gunawan juga baik dan lancar. Pak Budi Gunawan mengalami tiga kali promosi jabatan serta kenaikan pangkat dari Brigjen ke Irjen, dan kemudian ke Komjen," ……. Pernyataan dan keluhan Pak SBY menunjukkan gejala ketiga seperti yang dikemukakan oleh psikolog Agustine yaitu …. senang berbicara mengenai kehebatan dirinya di masa lalu, senang menyerang pendapat orang, mencela, mengkritik, tak mau kalah, dan menunjukkan kemarahan baik di rumah maupun di tempat umum…. Terus… apakah Pak SBY mengalami post power syndrome?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun