Kejadian yang mengejutkan sekaligus mematikan beberapa hari lalu terjadi di Moscow concert hall yang memakan korban jiwa  paling sediit 139  orang dan melukai 145 orang.  Hal yang lebih mengejutkan adalah klaim ISIS yang pernah berjaya di wilayah Irak dan Suriah menyatakan bertanggung jawab terhadap serangan mematikan ini.
Melihat serangan yang sangat sistematis yang dilakukan secara berkelompok dengan senjata otomatis maka tidak dapat dibantah bahwa serangan ini bukan kejadian yang acak namun telah direncanakan dengan sangat baik. Namun, jika ditelisik lebih dalam lagi pengakuan ISIS-K  yaitu ISIS cabang Afghanistan  sebagai dalam di balik serangan ini juga mengundang tanda tanya besar karena targetnya tidak biasa yaitu di jantung wilayah Rusia.
ISIS-K yang merupakan  Negara Islam wilayah Khorasan yang mencakup  wilayah  Iran, Turkmenistan, dan Afghanistan. Kelompok ini muncul di Afghanistan timur di tahun 2014 lalu ini memang memiliki rekam jejak penyerangan di luar Afghanistan. Sebagai contoh kelompok ini di tahun 2022 lalu melakukan serangan bom bunuh diri di kedutaan Rusia di Kabul. Dalam dua tahun terakhir ini kelompok ISIS-K ini memang memfokuskan diri pada Rusia sebagai musuhnya  yang tercermin  dari berbagai pernyataan tokohnya yang  menganggap Rusia sebagai penindas umat islam.
Jika dirunut maka akar permasalahan konflik antara ISIS dan Rusia ini bermula di tahun 2015 lalu dimana Rusia di bawah Putin memang tercatat mengubah arah perang di Suriah dengan cara melakukan intervensi dengan  mendukung Presiden Bashar al-Assad melawan oposisi dan ISIS.
Dalam perjalannya perang  di wilayah Suriah ini dimulai di tahun 2011 lalu ketika pihak pro demokrasi  melakukan perlawanan terhadap pemerintahan otoriter al-Assad.  Dengan sangat cepat perang ini meluas dan saat jayanya ISIS di konflik ini berhasil menguasai sebagian besar wilayah Irak dan Suriah di tahun 2013. Di masa jayanya inilah ISIS berhasil menguasai sekitar 40% wilayah Suriah, namun ketika dunia memerangi ISIS di tahun 2017 masa jaya ISIS meredup dan kelompok ini kehilangan hampir semua wilayah yang pernah dikuasainya di Irak dan Suriah.
Jika dikaitkan dengan Rusia, maka kelompok ISIS-K ini memang memiliki rekam jejak perlawanan terhadap Rusia.  Kelompok ini secara spesifik beroperasi diwilayah  Ruisa yang berpenduduk  muslim dan juga di wilayah  Chechnya, Dagestan, Ingushetia, dan Kabardino-Balkaria. ISIS tercatat telah lama merekrut pejuang dari Rusia dan negara-negara bekas Uni Soviet lainnya.
Chechnya sendiri  memiliki sejarah panjang menentang Rusia dan melakukan pemberontakan melawan pemerintahan Moskow yang menyebabkan konflik bersenjata di era tahun 2007-2017. Konflik ini menimbulkan serngkaian peristiwa mematikan. Sebagai contoh pada bulan Oktober 2002, militan Chechnya menyandera sekitar 800 orang di sebuah teater  Moskow. Dua hari kemudian, pasukan khusus Rusia menyerbu gedung tersebut yang menewaskan 129 sandera dan 41 pejuang Chechnya.
Pada bulan September 2004, sekitar 30 militan Chechnya merebut sebuah sekolah di Beslan di Rusia selatan, dan menyandera ratusan orang. Pengepungan berakhir dengan pertumpahan darah selama dua hari dan memakan korban jiwa lebih dari 330 orang. Pada bulan Oktober 2015, bom yang dipasang oleh ISIS berhasil menjatuhkan sebuah pesawat penumpang Rusia di atas Sinai di Mesir yang  menewaskan 224 orang yang sebagian  besar adalah   warga Rusia yang kembali dari liburan di Mesir.
Pertanyaannya yang muncul sekarang adalah mengapa Rusia yang kini dalam keadaan siaga karena sedang dalam situasi perang melawan Ukraina dapat kebobolan?  Siapa dalang sebenarnya dibalik serangan yang diakui sebagai serangan ISIS ini ? Dari mana senjata yang mereka gunakan dalam penyerangan?
Satu hal yang paling dirasakan janggal adalah jika ini serangan ISIS mengapa akhirnya para pelakunya  berasal dari  Tajikistan  yang bekerja di Rusia dengan visa sementara ini dapat dengan mudah  tertangkap, bukan seperti layaknya ciri khas serangan ISIS adalah serangan bunuh diri. Oleh sebab itu tidak heran kemaren pihak keamanan Rusia menyatakan bahwa Amerika, Inggris dan Ukraina menjadi  serangan ini.