Jika diberitakan kerbau di Australia menjadi hama karena populasinya yang tidak terkendali sehingga berpengaruh langsung pada daya dukung lahan untuk peternakan komersil mungkin ada yang tidak percaya.
Di negara negara di kawasan Asia kerbau merupakan salah satu jenis ternak penghasil daging sehingga dibudidayakan, namun sayangnya saat ini populasi kerbau dunia menurun secara salah satunya akibat mekanisasi pertanian sehingga di banyak negara di Asia traktor secara besar besaran menggantikan tenaga kerja kerbau di lahan pertanian.
Di samping itu kerbau memiliki ciri reproduksi yang khas yang dinamakan silent heat atau birahi tidak tampak, sehingga hal ini merupakan salah satu faktor yang menghambat keberhasilan inseminasi buatan pada kerbau karena sulit mendeteksi saat birahi yang tepat.
Namun di Australia yang sejarahnya dulu pernah mendapat sumbangan kerbau dari Bogor, kini populasi kerbaunya berkembang dengan sangat cepat di alam liar utamanya di kawasan utara Australia. Kawanan kerbau liar ini seringkali menjadi masalah besar terkait kerusakan lingkungan yang diakibatkannya.
Populasi kerbau di Australia umumnya menempati wilayah terpencil yang sulit terjangkau, oleh sebab itu umumnya di wilayah terpencil ini pengawas populasi kerbau liar adalah penduduk asli Australia. Salah satu wilayah yang populasi kerbau liarnya sangat besar di Australia adalah wilayah Arnhem Northern Territory dan teluk Carpentaria di Queensland yang diperkirakan jumlah populasi kerbau liarnya lebih dari 200 ribu ekor.
Kondisi ini membuat lembaga penelian Australia CSIRO dan pemerintah membuat program yang dinamakan SpaceCows untuk memonitor populasi kerbau liar dengan memanfaatkan kombinasi teknologi satelit, kecerdasan buatan dan pengetahuan penduduk lokal. Penggunaan teknologi kecerdasan buatan diperlukan untuk memprediksi perkembangan populasi ke depan dan juga penyebaran dan pergerakan kerbau liar.
Program monitoring ini memang tidaklah mudah dilakukan karena disamping luasnya wilayah yang harus dijangkau juga keterpencilan wilayah serta besarnya jumlah populasi yang harus diawasi.
Sebagai gambaran besarnya skala proyek percontohan pengawasan ini wilayahnya yang harus diawasi mencapai 22 ribu kilometer di wilayah terpencil di Australia Utara dan dalam proyek ini harus menangkap 1000 kerbau dan sapi liar untuk diberi nomor dan dipasang alat pelacak.
Proyek percontohan ini mengharuskan menggunakan kendaraan khusus dan helikopter untuk mengumpulkan kerbau liar untuk dipasang alat pelacak GPS sebelum dilepaskan kembali. Data yang dipancarkan oleh alat pelacak ini selanjutnya secara otomatis dikirim ke satelit khusus dan dipusatkan datanya di stasiun kontrol untuk memonitor populasi dan pergerakan kerbau liar.
Dengan adanya proyek percontohan ini pemerintah Australia dapat mengamati pergerakan dan perkembangan populasi kerbau liar ini untuk mengontrol dan mengendalikan populasinya.
Pemahaman akan perkembangbiakan dan juga pergerakan kerbau liar ini sangat vital untuk diketahui untuk mencegah ledakan populasi dan invasi kerbau liar ini ke wilayah peternakan.
Populasi kerbau liar dalam jumlah besar ini telah berubah menjadi hama karena menginvasi wilayah yang memiliki sumber air sehingga mempengaruhi ketersediaan air dan juga ketersediaan pakan rumput liar bagi peternakan komersil.
Australia yang memiliki wilayah sangat luas saat ini disamping menghadapi masalah kerbau liar juga menghadapi masalah sapi liar, babi liar, kelinci liar yang berdampak sangat besar bagi peternakan Australia yang selama ini menjadi andalan penghasil devisa.
Oleh sebab itu pengendalian populasi kerbau liar dengan memanfaatkan teknologi mutahir diharapkan menjadi kunci untuk mengontrol populasinya agar dapat terkendali dan tidak merugikan dan menyebabkan degradasi lahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H