Jika kita ditanya negara mana yang rawan dan berbahaya bagi jurnalis, mungkin kita akan langsung berpikir pada negara yang sedang perang atau dilanda konflik. Namun tidak banyak yang mengetahui bahwa Filipina merupakan salah tempat yang paling berbahaya bagi jurnalis. Hal ini didukung  erat dengan data jumlah jurnalis yang meregang nyawa di negeri ini.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Persatuan Jurnalis Nasional Filipina yang  merupakan badan  pengawas kebebasan pers,  jumlah jurnalis yang meregang nyawa sejak tahun 1986 mencapai  198 jiwa. Korban umumnya dibunuh ketika menjalankan tugasnya sebagai jurnalis.
Kematian jurnalis ini tentunya tidak lepas dari situasi keamanan dan politik Filipina. Sebagai contoh pada tahun 1986 merupakan era dimana Filipina mengalami gelombang people power yang berhasil menggulingkan pemerintahan  Ferdinand Marcos  yang memaksa  diktator dan keluarganya ini tinggal di tempat pengasingannya di Amerika.
Minggu ini kebrutalan kembali mengambil nyawa Juan Jumalon seorang pembawa berita radio berusia 57 tahun yang ditembak mati ketika melakukan tugasnya. Tragisnya Jumalon mati ditembak mati oleh pembunuh yang menyamar sebagai penggemarnya dan berhasil memasuki studio tempat Jumalon bekerja di provinsi Misamis Occidental di Filipina Selatan. Serangan mematikan ini secara tidak sengaja  tersiarkan secara langsung di Facebook yang membuat peristiwa tragis ini menjadi perhatian tidak saja di  Filipina namun juga dunia.
Sebagaimana yang kita ketahui wilayah Filipina Selatan merupakan wilayah yang snaat rawan karena merupakan wilayah konflik di Filipinia.
Kematian Jumalon  yang menjadikan kematian jurnalis yang ke 199 ini membuat Presiden Ferdinand Marcos Jr putra diktator Ferdinand Marcos mengutuk keras penembakan tersebut dan telah memerintahkan kepolisian nasional untuk melacak, menangkap dan mengadili para pembunuhnya. Serangan yang mematikan terhadap Jumalon di studio sekaligus rumahnya ini motifnya memang sedang diselidiki oleh polisi, namun ada dugaan terkait dengan profesinya sebagai pembawa berita.
Sebagaimana yang telah diunggapkan diatas, Filipina merupakan tempat yang sangat berbahaya dan sekaligus merupakan killing field  bagi para jurnalis.  Sebagai contoh di tahun 2009 di provinsi Maguindanao di Filipina Selatan terjadi serangan klan afiliasi kelompok  politik yang menembak mati 58 orang dan 32 diantaranya adalah jurnalis. Peristiwa tragis ini tercatat sebagai  salah satu serangan yang paling mematikan terhadap jurnalis.
Jika ditelisik lebih dalam lagi peristiwa pembunuhan jurnalis ini tidak lepas dari persaingan dan panasnya suhu politik saat pemilihan umum dan juga banyaknya kepemilikan  senjata illegal yang ada di masyarakat utamanya yang dimiliki tentara bayaran  yang dikendalikan oleh klan kelompok masyarakat tertentu.
Lemahnya penegakan hukum juga sangat berperan pada tingginya angka kematian jurnalis ini utamanya di wilayah perdesaan yang miskin yang keamanannya sangat rawan sekaligus menyadarkan bagi kita bahwa jurnalis merupakan perkerjaan yang memiliki resiko tinggi dan berbahaya utamanya di negara yang sistem demokrasinya belum mapan.