Aliansi Pita memang kini memiliki 312 suara, namun masih kurang 64 dari 376 suara yang dibutuhkan untuk terpilih sebagai perdana menteri.
Untuk terpilih sebagai perdana Menteri Pita membutuhkan dukungan dari anggota parlemen yang ditunjuk oleh pemimpin militer untuk mendapatkan suara mayoritas.
Disinilah letak kompleksitasnya karena memusuhi militer berarti dapat saja menutup kemungkinan dirinya terpilih menjadi Perdana Menteri Thailand.
Di samping itu kini muncul permasalahan baru terkait tuduhan kecurangan dalam pemilu lalu yang jika terbukti akan menyebabkan dirinya akan didiskualifikasi alias dianulir kemenangannya.
Saat ini pengadilan sedang mencermati dua pengaduan terhadap pemimpin Pita yang menjadi pimpinan Move Forward ini.
Salah satu tuduhannya adalah dirinya memegang saham di sebuah perusahaan media walaupun data menunjukkan bahwa perusahaan itu sudah tidak beroperasi selama 15 tahun.
Tuduhan lainnya yang lebih berat adalah rencana gerakan yang dipeloporinya untuk mengubah undang-undang pencemaran nama baik kerajaan yang telah memenjarakan ratusan kritikus monarki dianggap sebagai upaya untuk menjungkirbalikkan seluruh tatanan politik Thailand.
Undang-undang Lese-Majeste yang berusia puluhan tahun dapat menjebloskan orang ke penjara karena berbicara menentang monarki, ditegakkan secara ketat di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Prayuth.
Para kritikus menganggap bahwa undang-undang ini memang sengaja diterapkan oleh pimpinan militer Thailand ini untuk membungkam lawan politiknya.
Tuduhan demi tuduhan ini memang sudah masuk di ranah Mahkamah Konstitusi yang sedang menganalisa berbagai tuduhan ini  terhadap pribadi Pita.
Kalaupun nantinya Mahkamah Konstitusi menganggap dirinya terbukti atas  tuduhan tuduhan  yang serius ini  maka dirinya akan dapat dicopot statusnya sebagai anggota parlemen, namun menurut hukum yang berlaku di Thailand dirinya masih memungkinkan menjadi Perdana Menteri Thailand.