Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

20 Tahun Merdeka, Nasib Timor Leste Kian Tidak Menentu

28 Maret 2022   17:32 Diperbarui: 28 Maret 2022   18:53 3045
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi Indonesia pelepasan Timor Timur 20 tahun yang lalu  yang kini dikenal sebagai Timor Leste terbukti merupakan keputusan yang sangat tepat walaupun di periode awal pelepasan menuai pro dan kontra.

Namun bagi Timor Leste perjalanan 20 tahun pasca melepaskan diri dari Indonesia bukanlah perjalanan yang mudah baik secara politik maupun secara ekonomi.

Dari segi politik pemilu yang baru saja usai ternyata tidak menyelesaikan masalah kisruh politik yang ada karena salah satu tokoh yang berperan besar dalam memerdekakan diri yaitu Ramos Horta ternyata juga tidak dapat memenangkan hati rayat setelah 20 tahun berlalu.

Hasil pemilu yang bari saja usai Ramos Horta hanya memperoleh suara sebesar 45.6% sementara lawan terdekatnya inkumben Guterres memperoleh 22.1%  suara.

Ramos Horta yang pernah menjabat sebagai presiden Timor Leste  periode 2007 to 2012 dan juga pemenang hadiah Nobel  gagal meraih suara lebih dari 50%. Untuk mengalahkan President Timor Leste saat ini  Francisco "Lu Olo" Guterres.

Pemilu lanjutan rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 19 April mendatang dan pemenangnya akan dilantik menjadi presiden tanggal 20 April mendatang.

Pasca  memerdekakan diri dari Indonesia Timor Lestes tidak pernah lepas dari cengkeraman kisruh politik dan kisruh ekonomi.

Impian besar menjadi negara kaya raya dengan cadangan minyak besar di celah Timor ternyata tinggal impian semata bahkan ujungnya negara ini bersengketa dipengadilan Internasional  dengan Australia yang menjadi salah satu sponsor kemerdekaan Timor Lester dari Indonesia.

Kolaps nya infrastruktur pendidikan, kesehatan dan perekonomian membuat negara ini dalam ancaman sebagai negara gagal.

Kehidupan rakyat setelah medeka 20 tahun ternyata jalan ditempat bahkan semakin memburuk.  Banyak dari warga Timor Leste harus berjuang untuk mausk ke wilayah perbatasan dengan Indonesia hanya untuk sekedar mendapatkan bahan kebutuhan sehari  hari yang lebih murah.

Pemilu kali ini memang bertepatan dengan 20 tahun kemerdekaan Timor Leste dari Indonesia.

Impian terjadi stabilitas poliik pasca merdeka dengan terpilihnya para tokoh perjuangan nya ternyata tidak membawa negara ini menuju perbaikan.  Pergantian pemimpin silih berganti namun kisruh politik dan tekanan ekonomi belum menunjukkan perbaikan yang nyata.

Bahkan di era kepemimpinan Presiden saat ini Guterres kisruh politik itu semakin meruncing ketika di tahun 2018 lalu presiden menolak uktuk mengambil sumpah 9 calon anggota cabinet nya yang berasal dari CNRT (the National Congress of the Reconstruction of Timor-Leste).

Partai CNRT merupakan partai yang dipimpin oleh mantan perdana Menteri dan tokoh kemerdakaan lainnya yaitu Xanana Gusmao yang mendukung penuh Ramos Horta sebagai presiden.

Perseteruan ini membangkitkan kembali kisah perseturuan politik yang tidak pernah tuntas karena Guterres berasal dari Fretelin (the Revolutionary Front for an Independent Timor-Leste).

Secara terbuka Fretelin menyakatan bahwa Ramos Horta tidak pantas menjadi presiden karena di tahun 2006 ketika Ramos Horta menjadi Perdana Menteri menyebabkan kekacauan politik dan menyebabkan konflik terbuka yang menyebabkan jatuhnya korban jiwa di Dili.

Krisis politik ternyata terus berlanjut dan akhirnya menyebabkan Perdana Menteri Timor Leste Taur Matan Ruak mengundurkan diri di bulan February 2020 lalu

Dalam situasi krisis ini Perdana Menteri Timor Leste setuju untuk tetap memerintah sampai pemerintahan baru terbentuk.

Namun situasi perkonomian yang sedang menekan  Timor Leste ini membuat pemerintahannya tidak memiliki anggaran tahunan dan hanya mengandalkan dana cadangan dan suntikan dari dana petroleum Fund.

Belum lagi pandemic Covid-19 yang benar benar memperburuk perekonomian Timor Leste yang selama ini memang sangat mengandalkan bantuan dana dari negara donor.

Bagi negara donor Timor Leste tidak lagi semenarik ketika sebelum merdeka, karena setelah merdeka negara ini tidak memiliki daya tarik baik  dari segi politik maupun dari segi pekonomian.

Usai nya  masa bulan madu dengan Australia akibat sengketa cadangan minyak yang ada di celah Timor membuat negara ini kembali menelan pil pahit.

Impian indah menjadi negara makmur kaya akan minyak ternyata hari demi hari semakin pupus.

Timor leste kini sedang berjuang melawan kemiskinan yang ekstrim, pengangguran, kesehatan,  korupsi dan demokrasi.

Satu satunya sumber keuangan negara rutin yang ada adalah dana dari petroleum fund yang merupakan bagian dari impian sebelum kemerdekaan, namun jumlahnya sangat jauh dari harapan untuk memakmurkan masyarakat Timor Leste.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun