Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menarik Pelajaran dari Kemarahan Petani India

28 Januari 2021   16:17 Diperbarui: 28 Januari 2021   20:46 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demonstrasi petani India di monumen bersejarah Red Fort di New Delhi. Photo: Adnan Abidi/Reuters

Baru pertama kali ini dalam kurun waktu 6 tahun  pemerintahan Narendra Modi, Perdana Menteri India yang popular ini mendapatkan tantangan yang menggugat kebijakannya dalam skala yang sangat masif.

Program reformasi pertanian yang dicanangkannya dengan mengandalkan pada intensifikasi dan mekanisasi yang selama  ini didengung dengungkannya sebagai salah satu program unggulan untuk menjaga ketahanan pangan India ternyata berujung pada  ketidak setujuan petani India.

Undang undang baru yang mengurangi peran pemerintah sebagai penyangga produksi dan penstabil harga produk pertanian dan memberikan peran  yang lebih besar pada pihak koorperasi besar dalam tata niaga pertanian ini menjadi permaslahan utama yang memicu gelombang demonstrasi.

Upaya mencari solusi melalui perundingan dengan perwakilan petani sudah dilalui sebanyak 8 kali namun gagal mencapai kesepakan.  Kegagalan inilah yang mengundang gelombang demontrasi petani India yang sangat masif yang telah memakan korban jiwa.

Tekad para petani India ini tampaknya memang sudah bulat karena gelombang demonstrasi ini semakin membesar dan membawa traktor, bahkan para demontran ini mendirikan perkampungan non permanen dalam pergerakannya menuju ibukota India.

Puncak demontrasi ini terjadi pada hari rabu lalu yang memakan korban Jiwa dan melukai ratusan petani karena bentrok dengan petugas keamanan di ibukota India.

Demonstrasi besar besaran yang sudah berlangsung selama 2 bulan ini sudah memasuki ibukota India New Delhi ini merupakan upaya terakhir petani memecah kebuntuan perundingan yang menyerukan akan melakukan demonstarsi besar besaran pada tanggal 1 Februari nanti bertepatan dengan pengesahan anggaran di parlemen India.

Tuntutan utama petani india ini adalah menarik kembali 3 undang undang pertanian yang disahkan tahun lalu yang dianggap tidak berpihak pada petani kecil.  Undang undang ini dianggap memberikan keuntungan bagi pedagang besar dan mengeksploitasi petani.

Pada bulan September tahun lalu Perdana Menteri India Narendra Modi bersama dengan parlemen mensyahkan undang undang baru yang mengatur pertanian.

Pengesahan yang memicu gelombang demontrasi besar besaran di seluruh India ini bermula di wilayah Utara India di Punjab dan Haryana.

Munculnya gelombang demonstrasi di wilayah ini dapat dimengerti karena wilayah ini merupakan sentra pertanian India yang walaupun luas tanahnya hanya 3% dari wilayah India, namun produksi pertaniannya dapat mensuplai 50% kebutuhan beras dan gandum nasional.

Peran peranian di India sangat vital karena sejak kemerdekaan di tahun 1947 produksi pangan India selalu mengalami defisit, bahkan di eran tahun 1960 an pernah terjadi kelaparan di India.

Petani di wilayah Punjab dan Haryana yang memproduksi sebagian besar produk pertanian india ini memang  menerapkan sistem intensifikasi pertanian dengan menggunakan bibit padi hibrida, pemupukan intensif dan penggunaan peralatan pertanian modern seperti traktor. Sementara itu di wilayah pertanian lainnya yang lahannya kecil kecil pertaniannya menerapkan sistim tradisional.

Selama ini memang pemerintah berada di belakang petani di wilayah sentra produksi padi ini, sehingga dalam kurun waktu puluhan tahun produksi padi di wilayah ini memang meningkat sangat spektakuler sehingga membuat India mengurangi ketergantungannya  pada beras impor dari negara lain.

Keharmonisan antara petani dengan pemerintah ini memang sangat tergganngu ketika peran pemerintah yang selama ini sebagai penyangga produksi dan penstabil harga akan berkurang dan diambil alih oleh pihak koorperasi swasta.

Hal yang paling krusial yang membuat petani india marah dan bergejolak ini terkait dengan dimungkinnya pedagang langsung membeli hasil pertanian yang diproduksi petani tidak lagi melewati lembaga pemerintah yang selama ini mengaturnya.

Serikat petani India beranggapan bahwa undang undang baru ini akan meniadakan fungsi peran dan tanggung jawab pemerintah dalam membeli surplus produksi yang selama ini dapat menstabilkan harga.

Pengalaman pahit dalam dunia pertanian memang menghantui petani India.  Sekitar 15 tahun yang lalu undang undang yang hampir serupa dengan yang diperjuangkan oleh para petani untuk dihapus telah meluluh lantakkan tata niaga pertanian India.  Saat itu sekitar 87% dari lembaga penstabil harga yang dikelola pemerintah menghilang dan menyebabkan harga beras anjlok secara drastis.

Undang undang ini dikhawatirkan para petani India akan menghapus pedagang kecil yang selama ini berperan besar dalam membeli produk pertanian India.  Pedagang kecil ini dikhawatirkan akan digantikan oleh pedagang kelas kakap yang memiliki modal besar yang menyebabkan daya tawar petani akan semakin lemah. Hal lain yang sanagt pengganggu petani India adalah jika terjadi perselisihan antara petani dan pedagang

Jika ditelisik lebih dalam lagi gelombang demonstrasi besar besaran ini terjadi karena tidak adanya kesepahaman antara petani dan pemerintah.

Disatu pihak pemerintah ingin mengefisiensikan tata niaga pertanian dengan mengurangi perannya agar petani dapat mandiri dan mendapatkan harga yang lebih adil.  Di lain pihak petani beranggapan bahwa pemerintah lepas tangan dengan menyerahkannya pada mekanisme pasar dan pihak koorperasi swasta.

Dalam kasus demontrasi petani India ini kita mungkin dapat membayangkan peran Bulog di Indonesia sebagi stabilisator dalam menjaga suplai beras dan kestabilan harga.

Jadi memang untuk komoditi starategis seperti beras yang menyangkut kebutuhan hidup orang banyak, peran pemerintah harus sentral walaupun dari segi tata niaga dan juga harga tidak efisien.  Jika pemerintah lepas tangan maka bukan tidak mungkin gejolak akan terjadi.

Pengalaman sejarah memang meunjukkan bahwa demontrasi petani akibat ketidak adilan akan dapat menguncang negara dengan konsekuensi yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Perdana Menteri India Narendra Modi memang sangat popular, namun kali ini ketidak pekaannya pada tuntutan petani dapat saja mengguncang pemerintahannya dengan konsekuensi yang belum pernah terbayangkan olehnya.

Apalagi dibalik permasalahan ini  sebagian besar petani ini  adalah kelompok etnis Sigh  dan Muslim yang selama ini mendukung dirinya.

Mungkin Perdana Menteri India Narendra perlu belajar sejarah dan berguru pada Soekarno yang juga merupakan sahabat bapak bangsa India Gandhi yang  pada tanggal 27 April 1952 di acara peletakan batu pertama pembangunan Fakultas Pertanian Universitas Indonesia yang kelak menjadi Institut Pertanian Bogor Bung Karno menyampaikan pidatonya tentang kehidupan berbangsa dan pangan.

Di acara tersebut Bapak Bangsa Indonesia menyampaikan secara lugas dan berapi api bahwa bahwa soal pangan adalah soal hidup matinya bangsa.

Pernyataan ini mensiratkan bahwa pertanian merupakan ruh kehidupan berbangsa dan bernegara. Ucapan Bung Karno ini mengingatkan tidak saja Indonesia namun juga dunia bahwa masalah pangan tidak dapat diabaikan jika suatu negara ingin menjadi negara besar yang disegani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun