Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Raja Alergi Kritik, Krikil Tajam Demokrasi Thailand

20 Januari 2021   08:36 Diperbarui: 20 Januari 2021   09:10 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dunia seolah tersentak ketika seorang wanita yang bernama Anchan berumur 63 tahun dijatuhi hukuman 43 tahun penjara akibat dianggap mengkritik raja dan keluarganya di media sosial.

Sebenarnya tuntutan hukum yang dikenakan pada Archan adalah 87 tahun penjara namun karena tersangka mengakui bersalah maka hukumannya dipotong menjadi 43 tahun penjara.

Anchan sebenarnya tidak secara langsung menyudutkan atau mengkritik raja dan anggota keluarganya, namun hanya memforward video yang berisi kritik terhadap kerajaan yang diterimanya dari orang lain.

Anchan yang mantan pegawai negeri Thailand ini tentunya sadar betult kalau mengkritik raja dan anggota keluarganya akan berakibat fatal.

Namun di tengah tengah pergolakan politik di di tahun 2015-2015 lalu, tidakan Anchan memforward video di media sosial tanpa memberikan komentar apapun itu ternyata berakibat fatal.

Atas dasar inilah Anchan dinyatakan bersalah oleh pengadilan atas 29 tuduhan yang pada intinya memposting clip video yang didapatkanya dari Youtube dan Facebook.

Lunturnya Kesakralan  Monarki

Sistem monarki di Thailand memang masih sangat kental dan dihormati rakyatnya, namun ketika raja Bhumibol Adulyadej yang sangat dihormati dan menjadi panutan ini meninggal, kesakralan monarki melai luntur.

Salah satu penyebab utama lunturnya rasa hormat rakyat Thailand pada raja dan anggota kerajaan adalah reputasi prilaku buruk pengganti Bhumibol Adulyadej, yaitu Maha Vajiralongkorn.

Kehidupan glamour yang di luar pakem tata kerama dan aturan kerajaan sebelum menjadi raja di luar Thailand memang mempengaruhi opini rakyat Thailand terkait kekuasaan absolut Raja di Thailand saat ini.

Situasi demokrasi di negara gajah putih ini semakin rumit ketika pihak militer masih belum rela menyerahkan kekuasaannya pada pihak sipil sehingga tidak heran negara ini merupakan salah satu negara di ASEAN yang paling sering terjadi kudeta dan yang paling sering bergejolak.

Dengan sistem dan hukum monarki yang hampir absolut seringkali pihak militer membungkam lawan politiknya dengan menggunakan hukum monarki ini.

Anchan mungkin merupakan salah satu korban yang dijadikan contoh oleh penguasa saat ini yang masih enggan melakukan pemilu secara demokratis.

Hukuman yang dijatuhkan pada Anchan bisa jadi merupakan peringatan bagi gerakan pro demokrasi dan anti monarki yang mulai marak di Thailand.

Gelombang gerakan protes yang dilakukan oleh kelompok pro demokrasi yang dimotori oleh anak anak muda Thailand ini menyangkut masalah pokok yaitu kesejahteraan rakyat, peran politik dan kehidupan masa lalu raja Vajiralongkorn yang sebelumnya jarang terlihat di Thailand.

Gerakan yang sudah berjalan selama tiga tahun terakhir ini memang sedikit banyaknya mengejutkan dan menggoyahkan kekuatan militer yang sedang berkuasa.  Hal ini terbukti bahwa walaupun pihak militer yang berkuasa memberlakukan pelarangan berdemonstrasi dan jam malam, masa pro demokrasi tidak mengindahkannya.

Sampai saat ini sudah lebih dari 40 demonstran yang yang umumnya anak muda dijebloskan ke penjara dengan dalih menghina raja dan anggota keluarganya.

Sebenarnya hukum monarki yang sangat membatasi kebebasan mengkritik raja dan anggota keluarganya ini memang sudah ditangguhkan pemberlakuannya hampir selama 3 tahun karena ditentang oleh pihak HAM PBB. 

Namun tampaknya dengan dihukumnya Anchan pihak yang berkuasa di Thailand mulai menggunakan hukum monarki ini untuk meredam gerakan prodemokrasi yang pada intinya menginginkan kekuasaan diberikan kembali pada rakyat.

Tindakan Raja Thailand yang berkuasa saat ini memang menyentak dan mengganggu rasa keadilan rakyat Thailand.

Salah satu pernyataan raja Vajiralongkorn adalah kekayaan yang dimiliki kerajaan adalah kekayaan pribadinya karena dirinya mewarisinya dari ayahnya.  Sebelumnya kekayaan kerajaan ini dianggap sebagai kekayaan negara yang sepenuhnya digunakan untuk rakyat Thailand.

Campur tangan politik raja Vajiralongkorn dengan cara memberikan perintah langsung dan mengendalikan semua unit militer menambah kekakauan sistem karena sentralisasi komando militer oleh raja belum pernah terjadi dalam sejarah Thailand modern.

Thailand kini mengalami metamorphose yang sangat mengkhawatirkan. Raja Thailand yang dulunya dianggap sebagai simbul kekuasaan tertinggi dan sangat dihormati karena prilaku dan reputasinya sebagai penganyom dan panutan rakyat kini berubah menjadi kekuatan yang menakutkan rakyatnya.

Kebanggaan akan raja dan kerajaan sudah mulai luntur. Definisi menghina raja dan anggota keluarga memang tidak jelas jika ditinjau dari segi kacamata HAM.

Multi intrepretasi inilah yang diperkirakan akan membuat rakyat Thailand terbelah antara pro dan anti monarki dan sangat memungkinkan digunakan lebih lanjut oleh pihak yang berkuasa saat ini untuk membungkam lawan politiknya.

Krikil tajam dan jalan terjal kehidupan  berdemokrasi dan hak kebebasan mengeluarkan pendapat di Thailand kini menjadi keprihatinan dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun