Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rujuk Qatar dengan Arab Saudi dan Koalisinya, Apa Dampaknya?

18 Januari 2021   11:23 Diperbarui: 18 Januari 2021   11:49 647
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan pimpinan Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani dengan pangeran Saudi Mohammed bin Salman mendanati diakirinya blokade Arab Saudi dkk terhadap Qatar. Photo: AFP/BANDAR AL-JALOUD

Pada bulan Juni 2017, empat negara auitu  Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Mesir mengumumkan blokade terhadap Qatar. Negara-negara tersebut merilis daftar 13 tuntutan yang harus dipenuhi agar embargo diakhiri.

Krisis diplomatik ini bermula 5 Juni 2017 ketika keempat negara tersebut memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Qatar dan melarang pesawat dan kapal yang terdaftar di Qatar untuk menggunakan wilayah udara dan rute laut mereka, bersama dengan Saudi.

Setelah lebih dari tiga tahun, minggu lalu blokade akhirnya dicabut. Muncul pertanyaan yang mengelitik mengapa blokade yang sama sama merugikan ini yang berupa embargo melalui darat, udara, dan laut sengketa  The Gulf Cooperation Council (GCC)    berakhir sekarang?

Koalisi yang dipimpin Saudi menuduh  Qatar mendukung  terorisme sebagai alasan utama tindakan mereka.

Qatar yang juga merupakan anggota The Gulf Cooperation Council (GCC)    dituduh telah melanggar perjanjian 2014 dengan serangkaian tuduhan yang dikenal  dengan 13 tuduhan dan tuntutan yang melatar belakangi konflik ini.

Dari 13 tuntutan ini ada tiga utama yaitu tuntutan utamanya yaitu  mengurangi intensitas  hubungan diplomatik dengan Iran, menghentikan koordinasi militer dengan Turki, dan menutup kantor berita  Al-Jazeera.

Blokade ini dapat dianggap sebagai tindakan sepihak yang dikomandani oleh Saudi Arabia karena memang terkait erat dengan konlik dan kepentingan negara yang sedang berkonflik di wilayah ini.

Salah satu tuntutan dari keempat negara ini adalah  menutup kantor berita Al Jazeera  yang bermarkas di Qatar yang sedang naik daun setelah pihak koalisi yang dikomandani Amerika Serika melakukan pemboman Bagdad  untuk melumpuhkan Saddam Husein.

Kantor berita ini terkenal tajam mengkritik penguasa Arab Saudi dan Mesir dengan sistem pemerintahannya yang otoriter.

Kritik pedas ini termasuk salah satunya tuduhan dan investigasi  terkait keterlibatan putra  mahkota Saudi dalam pembunuhan Jamal Khashoggi dan juga terkait dengan pelanggaran HAM di Arab  Saudi.

Disamping itu pemblokiran Qatar ini sangat kental dengan konflik yang sedang terjadi di kawasan ini yang melibatkan Iran sebagai musuh bebuyutan Saudi Arabia.

Namun pada kenyataannya blokade ini tidak melumpuhkan Qatar, karena tidak ada dukungan dari negara lain terutama Amerika yang telah beberapa kali meminta agar  blokade ini segera diakhiri karena merugikan banyak pihak.

Selama pemblokiran ini Qatar tidak pernah memenuhi satu tuntutan pun dari 13 tuntutan yang diminta.  Qatar hanya memberikan penjelasan saja atas beberpa kebijakan yang diambil negaranya terkait tuntutan ini.

Terkait tuduhan  mendukung terorisme Qatar mengakui telah memberikan bantuan kepada beberapa kelompok Islam seperti Ikhwanul Muslimin,  tetapi membantah membantu kelompok militan yang terkait dengan al-Qaeda  dan ISIS.

Mesir memang meradang ketika Al Jazeera mengkritik habis habisan  sistim otoriter pemerintahan Mesir yang memenjarakan jurnalisnya tanpa pengadilan dan membrangus Ikhwanul Muslimin dan menjadikannya sebagai organisasi terlarang.

Kegigihan Qatar atas tekanan Arab Saudi dkk ini memang dapat dimengerti karena  Qatar tergolong sebagai negara yang lebih moderat dan negara lain termasuk Amerika berusaha melindungi negara ini dari tindakan fatal blokade ini.

Di fase awal blokade Qatar  memang  terguncang karena sebagian kesar kebutuhan keseharian rakyatnya di suplai dari negara di kawasan ini termasuk 4 negara yang memblokirnya.  Namun seiring dengan berjalannya waktu walaupun diblokir mendapat suplai  dari negara lain sehingga blokade ini dampaknya tidak terlalu besar. Harus juga diakui bahwa blokade ini telah memang  meruntuhkan perusahaan penerbangan Qatar Airways.

Namun dengan misi diplomatik nya Qatar justru mendapat simpati dunia karena pihak internasional menilai bahwa pemblokadean ini illegal dan menyalahi etika hubungan internasioanal.

Eksistensi Qatar di tengah blokade ini memang membuat Arab Saudi meradang dan menganggap Qatar sebagai negara yang keras kepala  yang tidak mengambil langkah apapun terkait tuntutan yang diminta oleh empat negara ini dan tidak memiliki niat menyelesaikan permasalahan.

Murka Arab Saudi ini tercermin dari ungkapan Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed bin Abdulrahman Al pada tanggal 27 Juli 2017 ketika Qatar mengumumkan akan memulihkan hubungan diplomatik penuh dengan Iran.

Konflik yang terjadi atas dasar kepentingan sepihak ini tampak arahnya makin tidak menentu terutama menyangkut pertanyaan apa yang sebenarnya tujuan yang dilakukan oleh 4 negara ini memblokir Qatar.

Jika dimaksudkan untuk melumpuhkan dan memberi pelajaran pada Qatar, tentunya hal ini tidak tercapai karena dunia internasional  sama sekali tidak mendukungnya.  Hal ini terbukti Qatar masih eksis dalam dunia internasional walaupun sama sekali tidak pernah memenuhi 13 tuntutan empat negara ini.

Pada akhirnya konflik sepihak ini mengalami titik terang setelah pada 4 Januari 2021, Qatar dan Arab Saudi menyetujui resolusi krisis setelah  ditengahi oleh Kuwait dan Amerika Serikat. Arab Saudi setuju  akan membuka kembali perbatasannya dengan Qatar dan memulai proses rekonsiliasi.

Kesepakatan dan komunike akhirnya ditandatangani pada tanggal 5 Januari 2021 setelah pertemuan puncak GCC di Al Ula menandai penyelesaian dan diakhirinya  krisis.

Sebagai langkah awal Arab Saudi akan segera membuka kembali kedutaannya di Doha yang menandai di akhirnya yang telah berlangsung lebih dari tiga tahun ini.

Rekonsiliasi ini ditandai dengan penerbangan komersil pertama antara Qatar dan Saudi Arabia tamggal 11 Januari lalu.

Pembukaan perbatasan  darat antara Qatar dan Saudi juga sudah dilakukan yang memungkankan dimulainya kembali arus perjalanan darat kedua negara.

Pada hari selasa minggu lalu, Mesir dan Qatar juga sudah melakukan normalisasi penerbangannya yang ditandai oleh penerbangan komersial  kedua negara untuk pertama kalinya pasca kesepakatan rekonsiliasi.

Akankah menjadi efek bola salju?

Tidak dapat dipungkiri bahwa Kuwait harus diberikan acungan jempol karena atas inisitif  dan upaya gigih negara inilah akhirnya kesepakan mengakhiri  konflik ini akhirnya terjadi.

Jika dianalisis lebih lanjut ternyata diantara 4 negara yang memblokade  Qatar ternyata ada riak riak di dalamnya.

Dalam konflik ini Saudi Arabia  bersama dengan Qatar sudah berulang kali mencoba mencari solusi terhadap knlik ini, namun tampaknya ada halangan dari UEA yang tampaknya terus ingin "menghukum" Qatar dengan blokade ini.

Kesepakatan normalisasi hubungan yang baru saja tercapai menjadi tamparan tersendiri bagi UEA yang tampak sekali keengganannya untuk menyelesaikan konflik ini.

Arab Saudi telah berusaha berulang kali untuk meredam antusiasme UEA pada beberapa isu regional, termasuk perang di Yaman,  produksi minyak dan normalisasi hubungan dengan Israel.

Hal ini mengidikasikan bahwa sengketa antara Qatar dengan UEA dan Bahrain masih  sangat mendalam.  Bahrain bahkan berualng kali menuduh Qatar mencampuri urusan dalam negerinya dan menganggap Qatar sebagai negara yang berbahaya.

Walaupun kesepakatan ini telah tercapai, namun nampaknya masih ada bara yang setiap saat akan menyala kembali dan bukan tidak mungkin memicu kembali konflik.

Sebagai contoh  liputan pemberitaan Al Jazeera tentang revolusi 2011 di Mesir dan kudeta militer yang menjatuhkan Mohamed Morsi pada 2013 masih menjadi ganjalan bagi Mesir.

Dalam situasi seperti ini UEA kemungkinan akan mengkritik Qatar kembali jika pasca  kesepakan ini Qatar melakukan sesuatu yang tidak menyenangkan  UEA.

Salah satu faktor yang juga harus dipertimbangkan terkait kelangsungan kesepakatan ini adalah Turki.  Selama blockade yang dilakukan oleh 4 negara ini Turki   menjalin hubungan yang sangat nyaman dengan Qatar.

Hubungan baik antara Turki dan Qatar ini membuat pasukan Turki hadir di Qatar karena Qatar takut akan langkah Saudi  untuk menggulingkan kepemimpinan Qatar.

Selama lebih dari tiga tahun konflik Qatar dengan Arab Saudi dkk memang telah membentuk kesimbangan baru di wilayah ini dan kesepakatan untuk mengakhiri konflik tentunya diharapkan akan membuat siatuasi di kawasan ini lebih tenang.

Kesepakatan rekonsilasi ini ditambah dengan dimulainya era baru  pembukaan hubungan diplomatik negara negra  kunci di Timur Tengah dengan Israel diharapkan dapat lebih  menstabilkan politik di kawasan ini yang telah sekian lama porak poranda dilanda konflik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun