Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berseberangan Jalan Setelah Tidak Menjabat, Fenomena Apa Lagi Ini?

19 Juni 2020   19:24 Diperbarui: 19 Juni 2020   20:18 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi orang yang dapat menerima masa purnabakti sebagai sesuatu yang alamiah, maka dia akan terhindar dari post power syndrome ini karena dia bahagia telah menyelesaikan tugas dan pengabdiannya dengan sukses dan lancar.

Sebaliknya bagi yang tidak bisa menerima kondisi purnabakti ini maka dia akan mengalami ketidakpuasan dan kekecewaan yang luar biasa karena semua kekuasaan dan jabatannya telah "dirampas" oleh orang lain.

Bagaimana tidak, dia merasa sangat terhormat pada saat memiliki pangkat dan jabatan. Di mana-mana orang seolah-olah berebut menghormati dan melayaninya. Mau duduk ada yang menyiapkan kursi, mau makan ada yang menyiapkan, mau masuk mobil ada yang membukakan mobil, setiap berkunjung ke suatu tempat orang berebut menyalaminya dan tampak sangat hormat sekali. 

Namun pada saat dia tidak lagi menjabat semua kenyamanan ini sirna dan orang yang tadinya menghormatinya kini berpaling dan mencibirnya.

Gejala yang diperlihatkan oleh orang yang mengalami  Post Power Syndrome biasanya meliputi :

  1. Gejala fisik,seperti tampak kuyu, terlihat lebih tua, tubuh lebih lemah, sakit-sakitan.
  2. Gejala emosi, seperti mudah tersinggung, pemurung, senang menarik diri dari pergaulan, atau sebaliknya cepat marah untuk hal-hal kecil, tak suka disaingi dan tak suka dibantah.
  3. Gejala perilaku, seperti menjadi pendiam, pemalu, atau justru senang berbicara mengenai kehebatan dirinya di masa lalu, senang menyerang pendapat orang, mencela, mengkritik, tak mau kalah, dan menunjukkan kemarahan baik di rumah maupun di tempat umum.

Kemungkinan lain yang dapat dijadikan argumentasi mengapa setelah menjabat terjadi perubahan prilaku ekstrim yang berseberangan adalah salah pilih.  Artinya  ketika seseorang diangkat sebagai pejabat evaluasinya tidak sampai menyentuh pada level "kesetiaan" dan  konsistensi memegang sumpah jabatan.

Perseteruan mantan pejabat dan pejabat yang sedang menjabat sering terjadi, dimana secara terbuka mantan penjabat "menyerang" secara terbuka kebijakan dan bahkan pribadi pejabat yang sedang menjabat.

Bagi orang awam melihat prilaku yang kurang elok ini menimbulkan pertanyaan besar. Mengapa hal ini harus dilakukan ?, apalagi yang ingin dicari ?,  apakah kurang cukup yang diterima selama masih menjabat?

Banyak contoh yang sangat baik yang telah diperlihatkan oleh bapak bangsa kita,  sebut saja Pak Habibie yang sangat santun dan tidak pernah menyerang orang secara terbuka di depan umum.  Seharusnya mantan Presiden RI ini dijadikan panutan.

Ketika bangsa sedang bermasalah banyak pejabat yang meminta pendapat beliau dan ketika beliau sakit banyak pejabat dan orang awam yang merasa sedih dan turut mendoakan kesembuhan. Rasanya tidak pernah rahasia negara bocor dari beliau dan diungkapkan di depan umum.

Sebagai bapak bangsa Pak Habibie telah memperlihatkan  sisi kenegarawan nya,  sisi normatif  dan etika  yang halus dan penuh etika dan sopan santun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun