Tahun ini tepatnya tanggal 10 Januari komik Tintin memasuki usianya yang ke 90.  Komik Tintin yang sebagian besar bercerita tentang petualanan ini dianggap oleh para pengamat komik sebagai komik lintas jaman  yang berhasil memikat hati pembacanya.
Disamping memecahkan misteri komik Tintin juga banyak bercerita tentang  fiksi sains, petualangan politik, keindahan, budaya dan masyarakat di berbagai  belahan dunia termasuk keindahan alamnya.
Komik Tintin yang merupakan karya kartunis Belgia bernama Georges Remi dengan nama pena Herge ini untuk pertama kalinya diterbitkan pada tanggal 10 January 1929 di koran Le Vingtime Sicle (The Twentieth Century) Belgia sebagai bagian suplemen yang diberi judul khusus  Le Petit Vingtime (The Little Twentieth). Ketika itu komik ini memang ditujukan khusus untuk kalangan remaja.
Jadi tidak heran memori pembaca yang terbuai dengan alur cerita seperti dalam seri Tintin in Tibet, Flight 714, Castafiore Emerald, Red Rackham's Treasure and Secret of the Unicorn, Seven Crystal Balls and Prisoners of the Sun dan  Destination Moon and Explorers on the Moon, Tintin in the Land of the Soviets,   misalnya masih melekat di memori pembacanya nya sampai saat ini.
Kepopuleran komik Tintin ini tidak hanya terbatas sebagai  karya komik saja namun telah diangkat dan sukses di radio, televisi, teater dan film layer lebar.
Jejak Rasisme
Namun dalam rangkaian seri ceritanya, komik Tintin dianggap oleh kalangan sebagai komik yang berisi unsur  rasisme yang pada intinya mengangkat superioritas  kulit putih di atas kulit berwarna.
Mungkin ketika dibuat cerita yang berbau rasisme ini tidak mendapatkan tanggapan yang berarti karena ketika itu jaman kolonialisme masih merajalela, namun di era modern seperti saat ini gambaran superior ras tertentu dianggap tidak layak lagi  karena dianggap merendahkan ras tertentu.
Sikap superior kaum penjajah ini juga dirasakan oleh bangsa Indonesia di era kolonialisme ketika masih dalam era penjajahan Belanda dimana inlander dianggap inferior.
Dalam perjalananya cerita tentang rasisme dalam komik Tintin  tidak hanya muncul sekali saja namun berkali kali, sehingga beberapa kalangan menganggap bahwa hal ini merupakan refleksi sikap rasisme si penulis komik.