Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah Kelam Krakatau

23 Desember 2018   10:17 Diperbarui: 23 Desember 2018   11:06 871
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Erupsi Krakatau yang berhasil diabadikan hari Sabtu beberapa jam sebelum datangnya tsunami. Photo:Oystein Lund Andersen

Tidak ada yang memperkirakan di tengah long weekend  dimana banyak keluarga yang mengabiskan waktunya  berlibur  di wilayah Barat pantai di Jawa Barat terutama di wilayah pantai Carita, Anyer, dan Tanjung lesung  dan juga Lampung untuk merasakan perubahan suasana tiba tiba dilanda musibah gelombang tinggi.

Banyak kalangan yang masih belum  sependapat bahwa gelombang ini dikategorikan tsunami, namun yang jelas tsunami ini walaupun tidak terlalu tinggi telah merenggut korban jiwa paling sedikit 43 orang, melukai 854 orang dan juga kerusakan bangunan. Korban yang berguguran ini pada umumnya tidak menyangka akan ada tsunami, karena tidak ada gempa sebelumnya. 

Tsunami yang datangnya tiba  tiba tanpa ada tanda tanda pemicu sebelumnya membuat banyak korban berjatuhan karena ketika tsunami melanda mereka sedang menikmati liburannya.

Tsunami memang erat kaitannya dengan gempa,   namun tidak semua tsunami didahului oleh  gempa. Dari keterangan pusat penanggulangan bencana, tsunami yang menimpa sebagian  pantai  barat Jawa Barat ini bukan disebabkan oleh gempa, namun disebabkan oleh erupsi gunung Krakatau yang diduga memicu terjadinya tanah longsor di dasar laut. Disamping itu gelombang tinggi juga dipicu oleh fenomena  bulan purnama.

Menurut pakar volcanology ketika gunung berapi meletus, magma panas akan mendesak struktur bawah tanah dan dapat menyebabkan pergerakan struktur tanah dan memecah batu batuan yang lebih dingin.  Fenomena inilah yang dapat menyebabkan terjadinya longsong bawah laut dan menyebabkan tsunami.

Menurut saksi mata  photographer volcanology Norwegia bernama Oystein Lund Andersen yang ketika itu berada di pantai Anyer, gelombang datang dua kali dimana gelombang kedua yang melanda lebih tinggi dibandingkan dengan gelombang pertama.

Ketika itu dia sedang mengabadikan erupsi anak Krakatau yang terjadi menjelang malam sebelum terjadinya tsunami.  Erupsi ini digambarkanya cukup keras, sehingga membuat dirinya tertarik untuk mengabadikan anak Krakatau.

Datangnya gelombang yang mendadak inilah yang diiperkirakan merenggut jiwa karena orang yang sedang berada di dekat pantai tidak menyangka akan datangnya gelombang tinggi.

Banjir melanda jalan di pantai Anyer setelah tsunami. Photo: Oystein Lund Andersen
Banjir melanda jalan di pantai Anyer setelah tsunami. Photo: Oystein Lund Andersen
Gunung anak Krakatau yang terletak di selat sunda memang memiliki sejarah kelam terkait dengan erupsinya. Dunia memang pernah merasakan dan menyaksikan betapa dasyatnya erupsi gunung Krakatau di tahun 1883.  Erupsi Krakatau ini tercatat sebagai letusan gunung api yang paling berbayanya di dunia.

Erupsi Krakatau saat itu menyebabkan gelombang tsunami setinggi 41 meter dan memakan korban jiwa 30.000 orang.  Ribuan diantara korban ini meninggal akibat abu panas.

Kita bisa  membayangkan dasyatnya letusan ini karena  di tahun 1883 ketika jumlah penduduk masih sangat sedikit saja, jumlah korban jiwanya sudah sedemikian besarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun