Sebenarnya temuan KPK terhadap "fasilitas" tambahan yang ada di lapas Sukamiskin tidak perlu diributkan, karena sudah menjadi rahasia umum hal seperti itu terjadi walaupun aturan yang ada melarangnya,
Kasus  Saung mewah  yang malam tadi dibongkar di Lapas Sukamiskin juga bukan merupakan berita baru.  Sekitar 2 tahun lalu rekan saya yang berada di Australia berkunjung ke Lapas tersebut untuk menemui temannya yang saat itu berada di Sukamiskin.
Rekan saya tersebut secara gamblang  sambil menunjukkan photo photonya mendeskripsikan saung saung mewah tersebut termasuk siapa pemiliknya.  Demikian juga berbagai kemudahan yang didapatkan oleh penghuni lapas tertentunya tidak bisa  didapatkan dengan begitu saja secara gratis.
Temuan KPK yang langsung melibatkan Kepala Lapas merupakan fenomena gunung emas yang jika ingin membenahinya harus dilakukan secara terstuktur. Â Tentunya tidak cukup hanya dengan pernyataan pejabat bahwa aturan sudah ada dan juga pengawasan sudah dilakukan, namun tetap berkelit bahwa kejadian itu merupakan kasus kecolongan.
Sangat manusiawi  jika seorang seorang penghuni lapas ingin  mendapatkan fasilitas yang layak  selama menjalankan masa tahananya.  Keadaan yang serba minim dan kelebihan penghuni lapas yang melanda di hampir semua lapas di Indonesia merupakan masalah yang sangat mendasar yang entah mengapa sampai saat ini belum dapat dipecahkan.
Di tengah kondisi yang sangat minimum ini dan cenderung tidak manusiawi inilah dimulainya keinginan para penghuni lapas agar  dapat diperlakukan  secara manusiawi.  Bagi penghuni lapas karena kasus korupsi tentu saja kehidupan di lapas yang serba minim ini membuat stress, karena biasa hidup berkecukupan.
Sebaliknya bagi penguin lapas biasa tentunya kondisi seperti ini harus mereka terima sebagai bagian dari perjalanan hidup mereka.
Memang keinginan untuk mendapatkan fasilitas yang memadai selama menjalani tahanan termasuk makanan dan ruangan sangat manusiawi, namun karena  dilakukan dengan cara melanggar aturan yang ada maka hal ini berbalik menjadi tindakan melanggar aturan.
Di tengah tengah situasi inilah fenomena saling membutuhkan terjadi, dimana petugas melonggarkan aturan dan penghuni mendapatkan fasilitas tambahan.
Kita tentunya tidak dapat juga menghakimi para penghuni  lapas yang menginginkan fasilitas tambahan yang lebih layak dengan menggunakan kacamata kuda, karena mereka juga memiliki hak untuk diperlakukan dengan manusiawi sekalipun mereka adalah koruptor.
Oleh sebab itu fenomena gunung emas ini hanya dapat dibereskan jika dilakukan secara revolusioner dengan melibatkan pihak indenpenden untuk mengevalusi secara keseluruhan permasalahan yang ada di Lapas di seluruh Indonesia dan memberikan rekomendasi yang tetap. Rekomendasi pihak independen ini selanjutnya harus ditindaklanjuti oleh pihak terkait.