Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Diplomasi Kekeluargaan Kunci Keberhasilan Pertemuan Trump - Kim Jong Un

10 Juni 2018   15:51 Diperbarui: 10 Juni 2018   16:03 1008
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru saja diberitakan pimpinan Korea Utara Kim Jong Un telah mendarat di Singapore untuk memulai misi berlikunya bertemu dan berunding langsung dengan presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Ketibaan  Kom Jong Un di Singapore ini menandai lembaran sejarah baru karena dalam kurun waktu 64 tahun tercacat sudah  11 presiden gagal melakukan perundingan dengan pimpinan Korea Utara terutama dalam penyelesaian perbedaan mendasar politik luar negeri dan program senjata pemusnah masal.

Jika perundingan ini berjalan dengan baik sesuai dengan rencana maka baik Kim Jong Un mupun Donald Trump akan tercatat sebagai pimpinan  Korea Utara dan Amerika yang pertama kali berhasil memecahkan kebuntuan ini.

Seluruh perhatian dunia akan terpusat pada pertemuan bersejarah ini yang akan dilaksanakan di the Capella Hotel Singapore setelah sebelumnya dunia pesisimis pertemuan seperti ini tidak akan pernah terjadi mengingat karakter kedua pemimpin yang tergolong eksentrik ini.

Dengan mendaratnya pesawat Air China 747 yang membawa Kim Jong Un  di Changi  Singapore  hari ini harapan dunia kembali merekah akan keberhasilan pertemuan ini.

Sebelumnya hari sabtu lalu, tim advance Korea Utara telah tiba di Singapore dengan menggunakan penerbangan langsung dari Pyongyang ke Singapore untuk mempersiapkan perundingan.

Sementara presiden Donald Trump direncanakan mendarat di Pangkalan Militer Singapore di Paya Lebar  juga  pada  hari minggu ini dengan menggunakan Air Force One.

Rombingan utama Trump ini terdiri dari Secretary of State Mike Pompeo, National Security Adviser John Bolton, White House Chief of Staff John Kelly, dan White House Press Secretary Sarah Sanders. Setibanya di Singapore presiden Trump akan menginap di Shangri-La Hotel

Salah satu materi yang paling alot yang akan didiskusikan dalam pertemuan kedua pemimpin ini adalah masalah denuklirisasi Korea Utara.  Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini program pengembangan senjata nuklir yang dilakukan oleh Korea Utara memang sangat meresahkan dunia terutama Amerika Serikat.

Pada percobaan senjatanya tahun lalu Korea Utara tercacat berhasil mengembangkan bom hidrogen yang berkekutan tinggi dan juga rudal jarak jauhnya yang  dapat menjangkau daratan Amerika.

Sangsi bersama dunia dan  kecaman di Dewan Keamanan Dunia terhadap program nuklir Korea Utara yang telah berlangsung puluhan tahun ternyata tidak menyurutkan pihak Korea Utara untuk menghentikan percobaan senjata pemusnah masalnya.

Perubahan Drastis

Namun dalam beberapa bulan ini terjadi perubahan sangat drastis terkait sikap presiden Korea Utara Kim Jong Un yang ditandai pertemuan dan dialog langsung dengan presiden Korea Selatan di wilayah perbatasan kedua negara.

Dunia memang terkejut atas terjadinya dan keberhasilan  pertemuan langsung kedua pemimpin Korea ini setelah sebelumnya ketegangan yang luar biasa terjadi antara kedua negara ini mengingat secara de facto kedua negara ini masih dalam status perang.

Namun dunia lebih dikejutkan lagi dengan kearaban yang diperlihatkan oleh kedua pemimpin ini dan juga hasil pertemuannya karena salah satu hasil pertemuan inilah yang membuka jalan pertemuan langsung antara Kim Jong Un dengan presiden Trump yang akan dilaksanakan hari Selasa tanggal 12 Juni mendatang di Singapore.

Walaupun masih menjadi misteri, tampaknya keinginan Korea Utara menghentikan program nuklir lah yang menjadi kunci terlaksananya pertemuan ini.

Setelah pertemuan bersejarahnya dengan presiden Korea Selatan, dalam pidato  tahunannya Kim Jong Un menyatakan bahwa negeranya telah menyelesaikan program nuklirnya dan kini akan memfokuskan pembangunan Korea Urata melalui pembangunan ekonominya.

Rencana pertemuan Kim Jon Un dan Dinald Trump ini memang sempat memudar ketika  orang dekat Trump termasuk penasehat militernya mengeluarkan pernyataan yang "menyinggung" Kom Jong Un yang meramalkan Korea Utara akan menjadi seperti Libya yang menyebabkan reaksi keras dari Korea Utara.

Dalam perkembangan selasjutnya bahkan Presiden Trump sempat mengeluarkan pernyataan bahwa pertemuan ini batal dilaksanakan karena ada hal hal yang menghambat.  Terlihat bahwa gaya diplomasi penasehat Trump ini memang tampaknya kurang memahami diplomasi gaya Asia.

Hal ini tercermin beberapa hari setelah presiden Tump membatalkan pertemuan, Tump meralat perkataannya dengan menyatakan pertemuan akan tetap berlanjut.  Kemungkinan besar Trump mulai menyadari  bahwa gaya diplomasi terbukanya tidak akan dapat bertemu dengan gaya diplomasi tertutup.

Jika ditelisik lebih dalam,  budaya diolomasi kedua negara ini memang sangat bertolak belakang.  Di satu pihak diplomasi yang dilakukan oleh pihak Amerika Serikat merupakan diplomasi terbuka yang tidak jarang mengeluarkan pernyataan secara terbuka dan blak blakan. Namun di sisi  lain gaya diplomasi yang dilakukan oleh Korea Utara adalah diplomasi tertutup yang lekat dengan budaya Asianya.

Oleh sebab itu jika dianalisa lebih dalam lagi, pertemuan kedua pimpinan ini tidak akan pernah terjadi tanpa dimulai dengan pertemuan  pendahuluan yang membuahkan keberhasilan yaitu pertemuan  antara kedua pimpinan Korea.

Keberhasilan pertemuan pendahulan antara kedua pimpinan Korea ini memang sangat kental dengan diplomasi kekekuargaan khas Asia dimana faktor non politik seperti budaya,  sikap dll sangat berperan dalam keberhasilan  pertemuan ini.

Hal ini terbukti sudah 11 presiden Amerika gagal melakukan perundingan dengan pimpinan Korea Utara ini karena perbedaan gaya diplomasi.  Bahkan di era Presiden  George W Bush Korea Utara dinyatakan sebagai "axis of evil".

Gaya diplomasi Amerika seperti inilah yang kembali menggagalkan upaya Presiden Clinton di era 1993-2001 untuk mendekari Korea Utara untuk menghentikan program nuklirnya.

Langkah yang dilakukan Kim Jon Un untuk membongkar fasilitas pengembangan senjata nuklirnya setelah pertemuannya dengan pimpinan Korea Selatan memang memberikan angin segar akan keberhasilan persemuan yang akan dilaksanakan pada tanggal 12 Juni mentatang.

Bahkan presiden Trump menyatakan secara terbuka jika pertemuan ini berhasil maka Amerika Serikat dan dunia akan membangun perekonomian Korea Utara melebihi capaian pembangunan ekonomi Korea Selatan saat ini.  Bahkan Presiden Trump akan mengundang Kon Jon Un untuk melakukan pertemuan lanjutan di Gedung Putih.

Walaupun dunia memandang Kom Jon Un dan Donald Trump sebagai pimpinan eksentrik yang menguncang dunia, namun jika pertemuan kedua pemimpin ini berhasil menyelsaikan  perbedaan mendasarnya, maka bukan tidak mungkin dunia akan menyatakan bahwa justru perdamaian tercipta dari gaya  pimpinan yang eksentrik dimana  pimpinan biasa tidak akan pernah dapat mewujudkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun