Terkait dengan masalah illegal logging, baru baru ini Vincent Guérend, Duta besar Uni Eropa untuk Indonesia and Brunei menyatakan bahwa: “90 % dari produk kayu Indonesia adalah legal dan 100% industri kayu Indonesia kini di bawah kontrol dan ada dalam sistem legalitas kayu nasional.”
Pernyataan di atas memang cukup melegakan bagi Indonesia sebagai salah satu pemilik hutan tropis terluas di dunia, setelah sekian lama Indonesia menyandang predikat buruk terkait dengan pengelolaan hutan tropisnya.
Indonesia memang pernah dikenal sebagai negara papan atas dalam hal deforestrasi. Berdasarkan laporan dari The Anti Forest Mafia Coalition yang terdiri dari berbagai kelompok konvervasi, pada tahun 2015 lebih dari 30% produk olahan kayu di Indonesia adalah illegal. Hal ini terjadi akibat besarnya jurang pemisah antara suplai produk kayu legal dengan volume kayu olahan dari industri kayu.
Walaupun sangat sulit sekali untuk mendapatkan data dan menelusuri illegal logging ini, namun saat ini Indonesia paling tidak dengan menggunakan Timber Legality Assurance System (TLAS) dapat menelusuri dan mendata asal usul kayu olahan.
Dengan sistem ini dapat ditelusuri legalitas kayu yang dihasilkan. Produk kayu legal tentunya harus berasal dari pemanenan kayu legal juga, diangkut dan diproses serta dipasarkan secara legal juga. Tidak hanya sampai disitu saja, aspek legal suatu produk kayu harus juga memenuhi kriteria keberlanjutannya (sustainability).
Hal yang memberikan harapan akan masa depan industri kayu olahan di Indonesia adalah masuknya Uni Eropa sebagai mitra Indonesia untuk melawan pembalakan liar kayu di Indonesia. Dengan adanya kerjasama ini diharapkan bahwa kayu Indonesia yang diekspor ke Eropa merupakan kayu legal dan ramah lingkungan.
Sebagaimana yang kita ketahui Uni Eropa pertama dalam menerapkan sistem lisensi kayu. Keberadaan lisensi yang dikerjasamakan dengan pengawasan the Forest Law Enforcement Governance and Trade (FLEGT) terbukti efektif dalam mencegah perdagangan kayu illegal Indonesia untuk diperdagangkan di negara negara eropa.
Sebagai informasi 10 tahun yang lalu importir dan konsumen kayu di Eropa tidak lagi menerima kayu olahan dari Indonesia karena masalah illegal logging ini.
Ke depan diharapkan Indonesia akan memasuki era baru dalam memproduksi kayu olahannya yang memenuhi kreteria hukum perdagangan internasional sekaligus memberikan angin segar bagi industri kayu olahan yang tentunya akan mendorong masuknya kembali industri kayu olahan Indonesia di tingkat dunia.
Jika diperkirakan sebanyak 10% kayu olahan Indonesia masuk ke Eropa, maka ekspor ini berpotensi mencapai $10 milyar yang tentunya akan membuka lapangan kerja dan mendorong perkembangan industri kayu olahan di Indonesia baik dalam bentuk furniture maupun kerajinan lainnya.