[caption id="attachment_414894" align="aligncenter" width="520" caption="Pihak AFP ketika melakukan konferensi press. Photo: http://resources2.news.com.au"][/caption]
Pasca pelaksanaan hukuman mati Bali Duo kemarahan tidak saja ditumpahkan kepada pemerintah Indonesia, namun juga kepada Australian Federal Police (AFP).Kartun di berbagai media mengambarkan pihak AFP yang berlumuran darah di tangannya dan ada juga kartun yangmengambarkan regu tembak yang di belakang bajunya tertulis AFP 2005 yang mengarahkan tembakannya ke batu nisan bertuliskan Bali Duo.
Kemarahan ini memang sudah mulai tampak ketika upaya yang dilakukan oleh pemerintah Australia untuk menghentikan hukuman mati tidak menunjukkan hasil.AFP oleh berbagai pihak dianggap bertanggungjawab atas pemberian informasinya terkait rencana penyelundupan heroin kelompok Bali Nine.Para penuduh itu berpendapat bahwa pihak AFP melakukan cuci tangan dengan menyerahkan informasi kepada pihak kepolisian Indonesia.
[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Kartun tentang AFP. Photo: https://pbs.twimg.com/"]
Pagi tadi setelah bungkam sekian lama pihak AFP melakukan konferensi press terkait dengan segala tuduhan tersebut.Pihak AFP mengatakan bahwa pihaknya tidak dapat menangkap kelompok Bali Nine sebelum meninggalkan Australia karena tidak memiliki bukti yang cukup.Selanjutnya pihak AFP selama ini telah lama menjalin kerjasama pertukaran informasi dengan negara lain termasuk Indonesia.AFP dalam hal ini tidak dapat memilih hanya bekerjasama dengan negara yang tidak memiliki hukuman mati. Dengan revisi ranah kerjasama AFP yang barupun pihak AFP tidak dapat menjamin ke depan tidak akan ada warga negara Australia yang dihukum mati di negara lain terkait kasus yang menyangkut narkoba atau capital punishment lainnya. Dalam jumpa press tersebut pihak AFP menolak meminta maaf atas tindakan tersebut karena menganggap pemberian informasi itu sesuai dengan ranah kerja AFP.
Atas hujatan yang menggambarkan AFP sebagai seseorang yang tangannya berlumuran darah terkait hukuman mati ini dan juga pihak AFP yang dianggap cuci tangan dengan menyerahkan informasi ke pihak kepolisian Indonesia, pihak AFP menyatakan hujatan tersebut sudah masuk kategori yang berlebihan dan menyakitkan, karena pihak AFP selama ini telah menjalankan tugasnya dengan baik.Dalam tanggapannya PM Australia Tony Abbott menyatakan dia mendukung AFP dan AFP telah menjalankan fungsinya sengan sangat baik dan bertanggung jawab.
Sementara itu pasca konferensi press banyak pihak terutama pengacara Bali Nine menyatakan ketidakpuasannya karena pihak kepolisian dianggap turut bertanggungjawab atas hukuman mati ini.Pertanyaan yang dikemukakan para pengacara Bali Nine adalah kenapa kelompok Bali Nine tidak ditanggap di Australia saja setelah mereka tiba di Australia dan diberikan hukuman kurungan yang lama tapi tidak harus dihukum mati ?
Mantan Jaksa agung saat itu juga mengaku dia tidak diinformasikan kasus pemberian informasi Bali Nine kepada kepolisian Indonesia oleh AFP, kalaupun saat itu pihak AFP melakukan konsultasi dengannya maka hasilnya tidak seperti sekarang ini.
Malam ini Duta Besar Australia untuk Indonessia berangkat ke Australia sebagai bagian buntut dari hukuman mati ini.Namun secara halus pemerintah Australia menyatakan Dubes Australia dipanggil pulang untuk konsultasi tentang langkah berikutnya yang diambil oleh pemerintah Australia.
Ibarat bisul yang sudah meletus, sekarang tampaknya “kemarahan” pemerintah Australia sudah mulai mereda dan sudah mulai memikirkan langkah berikutnya yang menyangkut hubungan Indonesia-Australia secara rasional.Pernyataan Dubes Indonesia untuk Canberra beberapa waktu lalu turut meredakan situasi.Tampaknya pemerintah Australia ingin menyatakan kemarahan dan rasa frustasinya atas hukuman mati ini tapi tetap menjaga hubungan yang selama ini telah terjalin dengan baik dengan Indonesia.
Pagi ini harian terkemuka Australia The Australian menampilkan surat-surat pembaca yang menyatakan ketidak setujuannya akan penarikan Duta Besar Australia untuk Indonesia, kisah nyata bahaya narkoba yang menelan korban jiwa anggota keluarganya dan peluncuran beasiswa Andrew Chan dan Myuran Sukuraman oleh Australia Catholic University yang dianggap reaksi yang berlebihan dan aneh.
Pasca pelaksanaan hukuman mati dan setelah emosi tertumpahkan, tampaknya warga Australia sudah mulai memikirkan hal lain selain prinsip human right terpidana mati. Sudah mulai banyak artikel dan surat pembaca yang mempertanyakan kenapa kedua terpidana mati dianggap seolah-olah sebagai pahlawan paling tidak melalui berbagai pemberitaan media.
Upaya pemerintah untuk mengalihkan upayanya dari masalah terpidana mati menjadi upaya untuk menghapus hukuman mati di berbagai negera memang sangat relevam, namun demikian ke depan tampaknya upaya Australia ini menghadapi tembok besar karena kenyataanya sampai saat ini tercatat 36 negara di dunia masih menerapkan hukuman mati dan tiga diantaranya yaitu Amerika, China dan Jepang merupakan sahabat utama Australia.
Dengan berjalannya waktu tampaknya Australia akan menemui kenyataan bahwa disamping menentukan jati dirinya Australia juga merupakan bagian dari pergaulan nasional yang juga ada etika dan aturannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H