Di dalam falsafah ilmu pengetahun dan Teknologi, secarik kertas putih polos merupakan embrio dari berbagai penemuan teknologi (matematis), dengannya kita memulai sebuah coretan hingga terstruktur, masiv, integral dan holistik. Tanpanya, sama dengan melawan hukum rasionalitas, dan tanpanya pula akan sama seperti melawan hukum kekekalan energi, gravitasi ataupun berbagai teori relativitas.
Smartphone dan secanggih apapun teknologi digital saat ini, manusia akan selalu kembali pada kearifannya, yaitu menikmati membaca dan mencipta dari sebuah coretan tinta basah dari atas sebuah kertas polos.
Kertas dan coretan orisinil menjadi sebuah kekayaan intelektual yang sangat bernilai tinggi, lihatlah ketika einstein menuangkan sebuah teori kebahagiaan pada tahun 1922 di Tokyo, di atas kertas ia uraikan sebuah teori:
"Hidup yang tenang dan sederhana akan membawa kebahagiaan lebih daripada mengejar kesuksesan yang melahirkan kegelisahan terus-menerus yang diakibatkannya".
Terbukti, Pada 24 Oktober 2017, 95 abad kemudian, kertas tersebut bernilai USD 1,56juta.
Adakah smartphone atau buku digital yang berharga spt itu? Â yang terjadi justru hanyalah penyusutan nilai dari setiap umur smartphone yang telah kita beli.
Digitalisasi dan Plagiarisme dalam kedok Teknologi Digital
Beberapa jurnal ilmiah memberikan adigum yang cukup menarik, teknologi digital terbukti menurunkan daya berpikir kritis dan keatifitas pemuda dalam mencipta, bahkan dari beberapa sumber terpercaya Steve Job malah melarang anaknya untuk aktif menggunakan smartphone.
the digital access was unsupervised clearly, sehingga memperbesar rentang copy paste dan menurunkan semangat mencipta hingga ke titik nadir.
Menarik mencermati analisis dari World Bank research yang begitu mendalam dan terukur; tentang dampak dari kehadiran teknologi digital ternyata tidaklah bersesuaian dengan harapan dalam meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Sekalipun ada peningkatan kuantitas pelaku usaha di seluruh dunia yang terkoneksi lewat teknologi digital. Namun, produktivitasnya berjalan sangatlah lemot. Dan terparah perkembangan teknologi digital telah menyebabkan pasar tenaga kerja semakin terpolarisasi.
Alkisah kemudian.. jiwa jiwa digital yang menyendiri mulai pamer kebolehan dari kamar kamar anti sadap mereka, untuk memulai polarisasi produktivitas semunya.. sepenggal dua penggal teori kelas tanggung mulai di cuit kan lewat koneksi digital tanpa batas..