Mohon tunggu...
R Rachmaniar
R Rachmaniar Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Slalu nyaman di ketiak ibu dan gendongan bapak. Kerdil.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa Daun Selalu Hijau?

4 Desember 2014   05:58 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:06 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Selamat malam sahabat Kompasiana. Setelah mati suri, akhirnya malam ini saya bangkit lagi untuk nulis di sini. Ternyata musuh utama itu bukan pihak luar ya, tapi memang dari dalam diri kita sendiri. Rasa malas buka laptop dan memulai merangkai kata per kata itu seperti berat badan saya sekarang ini, beraaaaaaaaaaaaaaaat banget. Oke that's my curcol. Now, saya ingin berbagi apa yang telah saya dapat dari kuliah saya hari ini. Mata kuliahnya adalah CCU or Cross Culture Understanding. Mata kuliah ini menjelaskan tentang budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Amerika, yang kemudian dibandingkan dengan budaya dan nilai-nilai masyarakat Indonesia. Mengapa memilih Amerika dan Indonesia. Sebab, Amerika dianggap mempresentasikan budaya barat begitu juga Indonesia dianggap mempresentasikan budaya timur. Tadi pagi, materi yang dibahas bertema perbedaan "warna" pendidikan di Amerika dan Indonesia. That is my lecture said this morning yang saya tulis dengan bahasa saya sendiri.

Pernahkah kita mengorek atau tergelitik, mengapa ketika mendengar "gambar pemandangan" yang terlintas adalah gambar dua gunung yang identik, matahari di tengah-tengah gunung dan sawah beberapa petak di bawahnya? Entah bagaimana dulu awalnya "doktrin" semacam ini bisa terserap otak dengan begitu sempurna. Mengapa anak Indonesia ketika menggambar dedaunan selalu dibubuhi warna hijau? Mengapa tidak merah, kuning, atau ungu misalnya. Hal dasar yang mengakibatkan hal ini adalah terjadinya pemasungan kreatifitas anak sejak usia dini. Bahwa pemandangan adalah gunung dan sawah, bahwa daun selalu hijau. Anak tidak diberi kesempatan untuk mengekspresikan imajinasinya, khayalannya. Padahal, makna dari pemandangan sendiri adalah suatu keadaan alam yang indah dipandang. Kemanakah pantai, hutan, sungai, dan keindahan alam lainnya? Ketika anak menggambar pohon dan dedaunan, kemudian memegang pensil warna yang merah, guru akan memberi "warning", "Nak, daun itu hijau bukan merah". Siapa tahu sang anak tersebut memang menemui daun yang berwarna merah, atau mungkin memang khayalan saja. Hargai itu. Berikan kebebasan berkreasi, beri ruang kepada imajinasinya untuk bermain-main. Dampaknya kemudian dari pemasungan kreatifitas tersebut adalah anak menjadi monoton, begitu-begitu saja, terlalu kaku untuk sesuatu yang memang seharusnya bisa di"utak-atik". Stagnan. Mereka menjadi pribadi yang merasa tidak aman untuk berbuat hal baru walaupun positif. Anak merasa khawatir disalahkan dan dianggap menyalahi aturan yang ada.

Ada yang suka dengan tayangan kartun Crayon Sinchan? Perhatikan betapa "desain" atau gambar setiap tokoh didalamnya jauh dari kata sempurna dan hanya seperti gambar pensil asal-asalan. Tayangan kartun ini juga bukan animasi tiga dimensi sperti layaknya Marsha and The Bear yang tentu jauh lebih sulit dalam proses produksinya. Anak Indonesia bahkan anak kecilpun pasti mampu untuk membuat desain atau gambar seperti tokoh-tokoh dalam tayangan kartun Crayon Sinchan? Tapi ide untuk sifat para tokoh dan jalan ceritanya tidak akan pernah terbayang bagi anak Indonesia. Kenapa? Karena anak kecil di Indonesia sendiri dilarang "nakal", seorang ibu yang baik tidaklah cerewet dan ayah pemalas adalah dongeng. Anak Indonesia tidak akan berani membuat cerita "keluarga yang aneh" ala Crayon Sinchan karena mereka berpikir mereka menyalahi aturan.

Kemudian bagaimana perbedaannya dengan budaya pendidikan di Amerika? Nah itu masalahnya....

Sekian dulu tulisan dari saya, sebenarnya masih panjang tapi mata tak mau kompromi. Doakan semangat nulisnya besok datang lagi. Salam hangat.

Malang, 03 Des 2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun