Urgensi Pendidikan Karakter Untuk Generasi Emas Indonesia
Pendidikan merupakan hal yang melekat dalam diri, selama di dalam kandungan ibu seorang individu telah mengenyam pendidikan mulai dari mendengar lagu klasik, lantunan ayat suci, dan hal lainnya.
Setelah 9 bulan waktunya seseorang dilahirkan, mereka akan mengenyam pendidikan lebih daripada saat di dalam kandungan. Para orangtua berlomba-lomba memberikan pendidikan yang terbaik untuk anaknya, mulai dari memilih sekolah yang terbaik di kota atau negara mereka, bahkan sampai mengirim anak mereka ke luar negeri agar kelak memiliki wawasan yang luas, ilmu yang tinggi dan bermanfaat bagi orang lain.Â
Orangtua juga tidak tanggung dalam memfasilitasi Pendidikan mereka, mulai dari peralatan hingga kendaraan yang digunakan untuk bersekolah. Hal ini cenderung memanjakan mereka dengan materi yang dia miliki. Dari permasalahan diatas, penulis akan membahas dampak perilaku orang tua dalam 'memanjakan' anak terhadap pembentukan karakter anak.Â
Di Indonesia pola asuh orang tua terhadap anak mereka cenderung berlebihan. Hal tersebut didukung oleh fakta di lapangan yang dijelaskan Andri, M.Y, selaku Ketua Umum HMI Komisariat Tarbiyah & Keguruan UIN Mataram (2020) didalam laman Kompasiana, bahwa banyak sekali anak-anak dan remaja di era milenial yang mengalami degradasi moral contohnya banyak remaja yang menjadi pelaku bullying, tawuran, deskriminasi suku, agama, gender dan kasus lainnya.Â
Ada beragam kasus degradasi moral yang terjadi saat ini, sebagai contoh kasus viral menggemparkan jagad dunia maya yaitu seorang anak dari Dirjen Pajak, Mario Dandy Satrio yang melakukan penganiayaan terhadap David latumahina dikarnakan kisah asmara dan aduan kekasihnya.Â
Penganiayaan tersebut terbilang sadis mengingat sampai saat ini korbannya terbaring di rumah sakit dalam keadaan koma. Bukannya bertanggung jawab, orang tua Dandy meminta kepada orangtua korban untuk berdamai dan memilih untuk mengintervensi dengan amplop coklat. Budaya kotor ini berdampak besar pada pembentukan karakter anak yang mana mereka akan berpikir bahwa segalanya dapat dibayar dengan materi termasuk nyawa seseorang.
Pendidikan karakter di sekolah perlu diajarkan sedini mungkin untuk menyelamatkan mental dan karakter generasi emas bangsa. Sebab teknologi akan terus berkembang dan anak-anak lebih tertarik untuk meniru tindakan yang ada di media sosial daripada nilai-nilai kemasyarakatan. Penanaman Pendidikan karakter kepada anak bukan satu pihak saja melainkan banyak pihak yang ikut terlibat. Oleh karena itu, perlu sebuah langkah nyata dari semua elemen, mulai dari orang tua, guru, dan masyarakat.Â
Ketiga elemen tersebut sangat signifikan terhadap tumbuh kembang anak. Penanaman Pendidikan karakter dapat dibangun sejak dini dan Pendidikan karakter juga dapat dimulai dari aspek keluarga, ibu mengandung (prenatal), sampai anak tumbuh dan berkembang menuju fase dewasa. Tungas keluarga disini adalah dengan mengawal tumbuh kembang anak dengan baik, memberikan keteladanan sikap yang baik, dan mengajarkan anak agar berperilaku baik maka anak akan bertumbuh dan berkembang dengan karakter yang juga baik Aspek kedua yang memiliki peran luar biasa dalam tumbuh kembang anak menjadi seseorang yang berkarakter adalah sekolah dan guru.Â
Mayoritas anak dan remaja menghabiskan waktunya di sekolah untuk menuntut ilmu. Dalam prosesnya ternyata siswa bukan hanya belajar dan menuntut ilmu, melainkan berkomunikasi dan berinteraksi dengan komunitas dalam lingkup yang sedang. Sekolah menjadi rumah kedua dan guru menjadi orangtua kedua bagi mereka, tugas dan kewajibannya adalah mengajar, mendidik, membimbing, dan mengarahkan siswa untuk menjadi generasi yang sukses. Lembaga pendidikan mengambil peranan penting dalam rangka membangun karakter bangsa yang utuh. Hal ini dikarenakan karakter bangsa akan selalu berproses menurut perkembangan dan dinamika bangsa.Â
Aspek ketiga yang tidak kalah pentingnya dalam membangun karakter anak dan remaja adalah masyarakat. Kondisi ini dilatari oleh semakin berkembang dan mudahnya jalinan komunikasi yang dapat dilakukan dengan orang lain di berbagai belahan dunia. Oleh karena itu, diperlukan unsur unsur yang dapat menjaga konsistensi dan keajegan dalam melakukan tindakan. Unsur tersebut berupa pemahaman etika, sopan santun, dan budi pekerti luhur yang dikemas dalam sebuah nilai karakter bangsa. Berbekal karakter bangsa, diharapkan nantinya setiap penerus bangsa tidak lagi canggung dan kehilangan jati diri dalam melakukan komunikasi yang bersifat universal.