Apakah kamu benar-benar mengenal dirimu?
Belakangan ini banyak sekali yang mendiskusikan mengenai self-care, self-love, self-confidence, self-esteem, dan masih banyak self-lainnya. Namun apakah kita benar-benar mengenal the-self yang ada di dalam diri kita? Terkadang banyak dari diri kita yang terlalu fokus pada self-love, self-confidence, self-esteem dan sebagainya, tapi kita tidak benar-benar mengenal diri kita yang sebenarnya dan merasa segala upaya untuk memenuhi itu menjadi terasa kurang atau tidak pernah cukup.
Apakah kamu pernah merasa memiliki semua kepercayaan diri di dunia, tetapi kamu merasa memiliki self-esteem yang sangat kurang dan tidak mengerti alasannya mengapa? Atau mungkin kamu merasa nyaman dengan diri sendiri tetapi tidak memiliki self-confidence? Tahukah kamu bahwa self-esteem dan self-confidence adalah dua hal yang berbeda? Sebelum fokus pada self-esteem dan self-confidence serta yang lainnya, akan lebih baik bila kita dapat menngenal lebih dulu mengenai self-concept.
Self-concept dapat didefinisikan sebagai totalitas sistem yang kompleks, terorganisir, namun dinamis dari sikap, keyakinan, dan penilaian evaluatif yang dipelajari individu tentang diri mereka sendiri (Wehrle & Fasbender, 2019). Bailey (2003) mengatakan bahwa self-concept adalah bagaimana kita memandang perilaku, kemampuan, dan karakteristik unik kita.  Misalnya, keyakinan seperti "Saya adalah teman yang baik" atau "Saya adalah orang yang baik hati" adalah bagian dari self-concept secara keseluruhan.
Selain itu Rogers juga mengatakan bahwa self-concept terbentuk atas tiga bagian berbeda di dalam diri individu (dalam Argyle, 2017), yaitu:
1.Ideal self, merupakan bayangan individu yang diinginkan oleh individu itu sendiri. Individu memiliki atribut atau kualitas yang sedang ia upayakan atau ingin dimiliki.
2.Self-image, mengacu pada bagaimana individu melihat dirinya saat ini. Atribut seperti karakteristik fisik, ciri kepribadian, dan peran sosial semuanya berperan dalam self-image dirinya.
3.Self-esteem, seberapa besar individu menyukai, menerima, dan menghargai diri sendiri semuanya berkontribusi pada self-concept diri individu. Self-esteem dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya bagaimana individu lain melihat dirinya, bagaimana menurut dirinya sendiri bila dibandingkan dengan individu lain, dan peran individu di lingkungan masyarakat.
Rogers juga mengatakan bahwa self-concept tidak selalu sejalan dengan kenyataan yang ada. Ketika self-concept sejalan dengan diri individu yang ada maka dapat dikatakan congruent, namun juga tidak antara bagaimana individu melihat self-image dengan ideal-self, maka individu memiliki self-concept yang incongruent (dalam Koch, 1959). Secara ringkas, untuk mengenal lebih lanjut self-concept yang dimiliki, maka kita harus lebih dulu mengetahui actual-self dan ideal-self yang diri kita miliki. Menurut Carl Rogers, ideal-self adalah bagaimana individu membayangkan dirinya sebagaimana yang mereka inginkan, dan actual-self ialah bagaimana keadaan individu itu yang sebenarnya. Rogers menyimpulkan bahwa ketika actual-self sejalan dengan ideal-self maka individu tersebut memiliki self-concept yang positif (dalam Myers & Dewall, 2016). Terkadang self-concept yang tidak positif dapat memberikan pengaruh kurang baik kepada diri individu.
Ketidaksesuaian self-concept ini dapat diawali pada masa kecil, contohnya ketika orang tua memberikan syarat pada kasih sayang mereka kepada anak-anak, sepeti bila orang tua menunjukkan kasih sayangnya, maka anak-anak harus memenuhi harapan orang tua, menjadi juara kelas contohnya. Maka suatu ketika bila actual-self mereka tidak mencapai standar diri mereka atau tidak sesuai dengan ideal-self mereka, maka ia akan menilai bahwa dirinya tidak layak mendapatkan kasih sayang dari orang tua mereka, hal ini akan berpengaruh pada self-concept yang mereka miliki. Begitu pula sebaliknya, bila pada masa kecil anak mendapatkan kasih sayang yang tulus tanpa adanya syarat, atau umumnya disebut dengan unconditional love, anak tidak akan terus-menerus menilai dirinya apakah ia layak untuk disayangi atau tidak, karena tanpa adanya harapan dari orang lain, ia percaya bahwa dirinya pantas menerima kasih sayang dari individu lain.
Bagaimana cara menumbuhkan self-concept yang positif?