Mohon tunggu...
Roziqin Matlap
Roziqin Matlap Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Hukum

suka dengan hal-hal yang berbau hukum, politik, agama, sosial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Komunikasi Diwaktu Sisa

3 September 2015   21:56 Diperbarui: 3 September 2015   21:59 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seorang teman, sebut saja A, bercerita, bahwa ia kesal karena pacarnya yang berada di luar kota, sebut saja B, jarang sekali mengunjunginya. Bahkan meneleponnya pun hanya bisa malam hari. A merasa, B tidak perhatian padanya karena hanya menyediakan waktu sisa untuknya. Ya, bagi A, malam adalah waktu sisa ketika fisik dan pikiran telah terkuras di sepanjang hari. A yakin B juga demikian. Lalu, apa yang bisa diharapkan dari komunikasi di waktu sisa tersebut? Di waktu sisa, mereka sudah tidak bisa fokus, yang ada adalah perasaan ingin istirahat dan tidak dibebani hal-hal yang berat. Di waktu sisa, jangan harap bisa diskusi hal-hal serius dengan sang pacar, apalagi diskusi mengenai rencana pernikahan. Terbukti, saat telpon dirinya saja, B sering sambil nonton tv, makan atau aktivitas lain.Selang berlalunya waktu, B tidak mengubah kebiasaan ini, hingga timbul kecurigaan di hati A bahwa di waktu pagi sampai sore, B sibuk dengan selingkuhannya sehingga tidak ada waktu sedikitpun untuknya. A akhirnya memilih untuk memutuskan hubungan dengan B.Kejadian ini diambil dari kisah nyata. Apakah anda menyalahkan B yang tidak serius menjalin hubungan? Sebentar, sebelum menyalahkan orang lain, lihat diri kita. Apakah kita menyediakan waktu terbaik untuk komunikasi dengan pihak-pihak yang kita cintai? Mari kita cek. Apakah kita menyediakan waktu khusus untuk komunikasi dengan Tuhan. Berapa hari sekali? Kapan? Lalu, apakah kita rajin baca kitab suci sebagai sarana komunikasi denganNya? Kapan? Pertanyaan selanjutnya, seberapa sering kita menghubungi keluarga kita di sela-sela kerjaan kita? Jangan-jangan waktu untuk Tuhan dan keluarga telah kita korting habis dengan alasan kita sibuk. Lalu bagaimana bisa komunikasi yang demikian menghasilkan komunikasi yang berkualitas? Komunikasi dimana hamba bisa curhat setiap saat kepada Tuhannya, dan bisa saling berbagi dengan keluarga tercinta. Jika komunikasi kita kepada Tuhan dan keluarga hanya di waktu sisa, bisa jadi Tuhan dan keluarga berpikiran sama dengan A, bahwa kita selingkuh. Mari kita introspeksi diri kita. Semoga bermanfaat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun