Suatu malam, saat sedang asyik menonton Mister Tukul Jalan-Jalan, salah satu teman menyeletuk begini:
"Liatin itu, Kak. Yang bisa ngeliat hantu kebanyakan alisnya tebel,"
Refleks aku menunjuk alisnya yang persis ulat bulu.
"Kamu juga bisa?"
Dan dia cuma nyengir gaje. Apa-apaan itu?
Begitu sudah selesai menonton, aku iseng bertanya padanya -aku bahkan tidak peduli apakah dia berbohong atau tidak-
"Di kamarku ini, ada ga hantunya?"
 Dia cuma diam. Tapi beberapa saat kemudian, dia tersenyum. Aku menatapnya aneh. Dia ngapain senyam-senyum begitu? Dikira senyum bisa jawab pertanyaanku apa?
"Ada ga?" paksaku.
"Kak, setiap pojok itu pasti ada penghuninya. Kakak pasti pernah kan, pas di pondok, disuruh baca banyak surat pilihan dan duduknya di pojokan kamar? Nah itu maksudnya biar hantunya ga ngehuni kamar"
 Aku langsung menatap setiap pojok di kamarku dan mengerutkan alisku. Aku sangat jarang melakukan 'ritual' itu lagi. Sholat saja di ruang tamu, bukan di kamar. Mengaji juga kadang di sana. Roommate-ku yang kebetulan mendengar pembicaraan kita berdua, esok paginya, menyetel murottal kencang-kencang. Aku terbangun gara-gara itu.