Malam-malam itu kembali menjadi tangis yang sunyi, tak bersuara dengan tarik nafas yang begitu sesak hingga raut wajahnya bergetar.
Memaksa untuk membungkam tangis, suara air hujan tak sanggup menutupinya, bahkan basah itu memeluk luka dalam sesak detak jantung yang seirama.
Kini sunyi-sunyi menjadi riuh,
tanya-tanya itu perlahan membiru
bulir darah-darah yang meriuhkan namamu
perlahan membeku
Maaf kini milik siapa?
Maaf ini untuk apa?
dan
Setelah rasa ingin dalam angan untuk kau dan aku hidup bersama,
Kini melupakanmu menjadi tujuan ku
tapiÂ
Bagaimana caranya?
dari mana aku harus memulainya?
Bahkan dalam menjalani hari-hari ku yang sudah terbiasa tidak ada hadirmu, rasa ini terus ada.Â
Bagaimana caranya ?
Dalam perih
pedih
kamu