Saat ini kalimat quarter life crisis sudah tidak asing lagi didengar, terutama bagi kaum muda. Topik ini sering sekali dibahas, terutama pada platform-platform online seperti YouTube, Instagram, dan bahkan juga dibahas dalam podcasts Spotify karena banyak sekali muda-mudi yang merasa tertekan dengan tuntutan hidup yang ada.Â
Penting sekali untuk membahas topik ini. Dengan membahas apa yang menjadi permasalahan pada quarter life crisis kita dapat mencari solusi yang tepat dalam menghadapi fase yang menjadi fase krisis dalam transisi untuk menjadi orang dewasa.
Quarter life crisis terjadi pada fase quarter life yang merupakan masa transisi bagi individu dalam mengatasi berbagai krisis. Pada fase ini banyak sekali terjadi drama kehidupan karena pada tahap ini orang-orang yang berusia antara 20-30 tahun diliputi oleh berbagai krisis yang membuat keadaan psikologisnya berbeda dengan fase lainnya.
Pada fase quarter life crisis ini banyak sekali kegalauan yang terjadi seperti insecurity, kekhawatiran, ragu akan diri sendiri, atau bahkan kebingungan dalam menentukan tujuan hidup dan kurangnya motivasi. Hal ini dapat disebabkan oleh banyaknya tekanan yang ada, baik dari lingkungan maupun diri sendiri. Khawatir akan masa depan mungkin salah satu yang menjadi permasalahan pada fase quarter life crisis.Â
Waktu kecil, kita ingin sekali cepat menjadi orang dewasa. Namun setelah beranjak dewasa, kenyataannya banyak sekali permasalahan yang harus kita hadapi: Kapan lulus kuliah? Kapan menikah? Mau punya anak berapa? Kerja di mana? dan pertanyaan-pertanyaan lainnya yang dapat menjadi sumber tekanan.Â
Hal ini sering dirasakan oleh orang-orang usia 20-an. Seringkali kita juga membandingkan dengan apa yang sudah dicapai orang lain. "Wah, dia masih muda tapi sudah sukses. Sedangkan aku hanya menjadi beban keluarga". Kalimat ini seringkali terucap pada orang-orang usia 20-30 tahun yang sedang mengalami kegalauan dalam menentukan masa depan.
Ketidaksesuaian antara harapan atau cita-cita dengan realita yang harus dihadapi juga dapat menyebabkan krisis pada fase quarter life. Disamping itu ekspektasi diri dan lingkungan, seperti dari keluarga juga membuat orang pada usia 20-30 tahun merasa tertekan.Â
Tidak dapat dipastikan secara jelas jumlah atau presentase orang-yang pernah mengalami quarter life crisis, namun melansir Lifehack, survei yang dilakukan LinkedIn, 75% orang berusia 25-33 tahun pernah merasakan quarter life crisis di seluruh dunia.
Dalam fase quarter life crisis, terdapat beberapa permasalahan yang menyangkut permasalahan psikologis. Permasalahan-permasalahan yang ada tersebut merupakan bagian dari self esteem, psychological well-being, self efficacy, dan self acceptance.
Menurut Robinson (2018), krisis yang dialami oleh individu merupakan akibat dari kurangnya penerimaan diri serta kurang mampu mengoptimalkan potensi yang ada pada dirinya dalam mengupayakan pengembangan diri dan berakhir pada kegagalan akan mempengaruhi self esteem (harga diri).
Psychological well-being merupakan kesejahteraan psikologis, yang mana salah satunya terdapat unsur self acceptance. Pada fase quarter life crisis ini self acceptance memiliki pengaruh terhadap individu dalam menghadapi krisis. Individu yang tidak dapat menerima dirinya dan tidak mampu mengevaluasi dirinya maka akan rentan terhadap krisis. Mereka menjadi cenderung sulit untuk mengambil keputusan dalam menghadapi  permasalahan.