Mohon tunggu...
roza iswani00
roza iswani00 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi main badminton

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Masih Terjadinya Pernikahan di Bawah Umur (Pernikahan Dini di Desa Meugatmeh Kab Nagan Raya

13 Juni 2024   23:00 Diperbarui: 13 Juni 2024   23:21 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pernikahan di bawah umur atau pernikahan dini sangat populer di kalangan masyarakat muslim, termasuk di Indonesia khususnya Di Desa Meugatmeh Kab Nagan Raya. Tidak hanya populer, istilah tersebut bahkan menjadi suatu praktik yang sangat mapan di tengah kehidupan masyarakat muslim, baik di kota maupun di desa. Bagi seseorang yang sudah masuk usia balig acap kali diopinikan sebagai masa atau priode dewasa yang sudah layak untuk melaksanakan suatu hukum, termasuk pernikahan. Alih-alih mendapatkan pahala sebagai konsekuensi dari pernikahannya sekalipun dilakukan di usia dini.
Oleh karena itu, Untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh perkawinan di bawah umur maka pencegahan ini agar kedua mempelai dapat melakukan sosialisasi tentang dampak pelaksanaan pernikahan dini, menjelaskan pada masyarakat tentang hakikat pernikahan.

Fenomena pernikahan dini di desa Meugat Meh saat kab. Nagan Raya saat ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni pergaulan bebas sehingga banyak remaja di usia dini harus dinikahkan sedang mereka belum sanggup dalam hal materi untuk membiayai kebutuhan rumah tangga yang mengakibatkan ketidak seimbangan dalam hal perekonomian yang mengakibatkan angka kemiskinan meningkat dan dapat menimbulkan berbagai masalah lainnya seperti KDRT, penelantaran anak dibawah umur, angka perceraian meningkat hal itu dikarenakan Pernikahan dini sangat sulit untuk dihentikan karena kesadaran seseorang yang kurang terhadap akibat dari pernikahan dini


Kita juga akan membahas contoh-contoh pergaulan bebas, penyebab, dampak, dan cara mengatasinya. Selain itu, kita juga akan membahas bagaimana pemahaman keislaman dapat membantu remaja dalam menghadapi berbagai masalah yang timbul dalam pergaulan.


Faktor-faktor pernikahan dini
Sehubungan dengan pernikahan dini ini, maka ada faktor pendorong terjadinya pernikahan dini dan dampaknya dari adanya pernikahan dini. Jadi Faktor-faktor pendorong pernikahan dini adalah
1. Keinginan segera mendapatkan tambahan anggota keluarga.
2. Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk pernikahan dini, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.
3. Sifat kolot yang tidak mau menyimpang dari ketentuan-ketentuan adat.
4. Masalah ekonomi keluarga
5. Pendidikan  
6. Orang tua


Faktor di atas membuktikan kuatnya tradisi dan cara pandang masyarakat, terutama di pedesaan, masih menjadi pendorong bagi sebagian anak-anak menikah dini. Ini menunjukkan pernikahan anak, termasuk yang berusia 17-19 tahun, masih terjadi karena adanya dorongan dari sebagian masyarakat, orangtua, atau bahkan anak yang bersangkutan. Pernikahan tidak selalu membawa kebahagiaan, apalagi jika pernikahan itu dilangsungkan pada usia dini. Bagi mereka yang tidak merasa bahagia akan selalu bertengkar bahkan terjadi perceraian. Hal ini akan merugikan kedua belah pihak dan juga masing-masing keluarganya, sehingga hal ini akan mengurangi keharmonisan dengan masing-masing keluarga
Cara mengatasi pernikahan dini


1. Menyediakan Pendidikan Formal Memadai: Pendidikan Formal Memadai Ketika anak-anak mendapatkan kesempatan akses pendidikan formal yang memadai, maka pernikahan dini dapat dicegah. Setidaknya, minimal anak-anak dapat menyelesaikan pendidikan S1 sebelum menikah. Meningkatnya tingkat pendidikan dapat mengurangi jumlah perkawinan anak. Mendapatkan akses ke pendidikan formal juga membuat anak-anak memiliki kesempatan lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil. Hal tersebut pada akhirnya dapat lebih memudahkan untuk mencari pekerjaan sebagai persiapan untuk menghidupi keluarga.


2. Sosialisasi tentang Pendidikan Seks: Kurangnya informasi terkait hak-hak reproduksi seksual menjadi salah satu alasan masih tingginya pernikahan dini. Mengedukasi anak muda tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi seksual penting untuk dilakukan. Hal tersebut tak lepas terjadi karena masih kurangnya pengetahuan tentang hubungan seksual yang dapat mengakibatkan komplikasi kehamilan hingga dipaksa untuk menikahi pasangan mereka. kehamilan di usia dini dapat meningkatkan kemungkinan meninggal dua kali lebih tinggi dibandingkan mereka yang hamil di usia 20-an.


3. Meningkatkan Peran Pemerintah: Cara pencegahan pernikahan dini agar tidak timbulkan komplikasi kehamilan bisa dilakukan dengan mendorong peran pemerintah dalam meningkatkan usia minimum pernikahan. Perlindungan Anak telah mengatur bahwa perkawinan akan diizinkan apabila anak laki-laki berusia 25 tahun dan perempuan telah mencapai usia 22 tahun.


4. Mendorong Terciptanya Kesetaraan: Gender Anak perempuan lebih rentan mengalami pernikahan dini lantaran persepsi dan ekspektasi masyarakat terhadap peran domestik atau rumah tangga. Keluarga dan masyarakat cenderung menganggap anak perempuan lebih siap untuk menikah ketika sudah bisa melakukan pekerjaan rumah tangga. Sebaliknya, laki-laki justru lebih dibebaskan untuk menikah dan menjadikan kemandirian secara ekonomi sebagai kesiapan. Padahal, mau perempuan atau laki-laki memiliki hak yang sama untuk menentukan pilihannya dalam menikah. Selain itu, perempuan juga memiliki hak untuk terus berkarya tanpa harus ditakuti dengan stigma "jangan jadi perawan tua, nanti nggak ada laki-laki yang mau".


Dalam kesimpulan, pernikahan dini dapat menyebabkan berbagai masalah, Karena makin maraknya praktek pernikahan di bawah umur dan undang-undang yang mengatur perkawinan juga masih menjadi perdebatan, baik itu menurut Islam atau hukum Indonesia. Pada dasarnya, Hukum Islam tidak mengatur secara mutlak tentang batas umur perkawinan. Islam mengisyaratkan bahwa orang yang akan melangsungkan perkawinan haruslah orang yang siap dan mampu, serta dewasa, indicator kemampuan, kedewasaan, pengawasan orang tua dan pengajaran terkait status ekonomi.
Kesiapan fisik dan mental ditandai dengan usia kedua belah pihak. Itulah sebabnya Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur tentang batasan minimal usia perkawinan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun